Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
“Mbak bonekanya kenapa di rusakin, Sisil sama adek belum selesai maen,” ucap Sisil. Lili hanya celingak-celinguk, usianya baru empat tahun jadi dia belum begitu mengerti. Ingusnya saja jatuh ia tidak sadar.
“Kalian mau boneka Barbie seperti Celia tidak?” tanya Santi.
Sisil menatap adiknya Lili. Kemudian mereka berdua mengangguk berbarengan.
“Kalau mau, berarti boneka sarung ini sudah tidak dibutuhkan lagi,” ucap Santi, kemudian menghempaskan sarung itu ke tikar yang terbentang di ruang tengah, tempat Sisil dan Lili bermain tadi.
“Sekarang kalian berdua ikut mbak, mbak mau kasih kejutan” ujar Santi.
“Ke mana mbak?” tanya Sisil.
“Ada deh, pokoknya kalian ikut saja,” ujar Santi, “oh ya sini, ingusmu mbak bersihkan dulu,” ujar Santi kemudian melap ingus adiknya dengan bagian dalam bajunya.
Setelah itu ia pun menarik pintu begitu saja, tanpa menguncinya, kampung ini aman tidak akan ada maling yang masuk, lagipula di rumahnya tidak ada barang yang berharga.
Santi pun membawa kedua adiknya itu ke rumah mbak Nuni.
“Mbak kita mau ke mana?” tanya Sisil.
“Ikut saja,” ucap Santi.
Kedua tangan adiknya ia pegang. Sisil di sebelah kanannya dan lili di sebelah kiri ya. Kedua tangan adiknya ia genggam dengan erat.
Sesampainya di rumah Bu Nuni, ia melepas tangan adiknya. Kedua adiknya saling pandang.
“Tok… tok… wuwun sewu Bu,” ujar Santi, mengetuk pintu.
“Ia sebentar,” ujar Bu Nuni.
Tidak lama kemudian pintu terbuka.
“Eh ada Santi, ada apa nak?” tanya Bu Nuni, jarak rumah Santi dan Nuni tidaklah jauh, hanya kelang lima rumah saja.
“Saya mau lihat mainan Bu,” ujar Santi to the point.
“Ohh iya ayo silakan masuk,” Nuni mempersilahkan Santi dan kedua adiknya untuk masuk ke dalam rumah.
Rumah Bu Nuni adalah rumah sederhana, jadi Santi tidak merasa segan untuk masuk ke dalam rumahnya.
“Rumah ibu berantakan, makhluk anak ibu masih pada kecil kecil, jadi enggak sempat merapikannya,” ujar Bu Nuni, seraya mengeluarkan karung goni yang berisi mainan dari dalam kamarnya.
“Tidak apa-apa Bu, rumah ibu sudah termasuk rapi ketimbang rumah kami,” ucap Santi.
“Nah ini mainnya, sengaja di masukkan ke dalam karung goni, sebab ini kan stok,” Nuni menumpahkan satu goni besar beriaini mainan itu ke ruang tengah.
“Ini tidak apa-apa Bu, di tumpahkan begini, saya hanya mau beli beberapa, nanti ibu repot menyusunnya kembali,“ ujar Santi tidak enakan.
“Tidak repot kok, kebetulan ibu juga mau membungkusi mainan ini, jadi nanti enggak diampan lagi di dalam karung,” ujar Nuni.
“Syukurlah Bu, tadinya saya jadi merasa merepotkan.”
“Tidak kok, ayo di lihat mana yang mau di ambil, ibu mau ngecek anak ibu dulu, tadi mereka tidur di kamar,” ujar Bu Nuni meninggalkan Santi dan kedua adiknya di ruang tengah.
“Mbak ini mainan banyak banget mbak,” ucap Sisil takjub.
Sedangkan Lili sudah pun beranjak ke sana ke mari mengambil mainan.
“Eh Lili sayang enggak boleh ya,” ucap Santi mengejari Lili, saat ia melihat Lili sudah menggigit salah satu mainan boneka Barbie.
“Pehh, buang,” ujar Santi, Lili pun menurut dan melepas mainannya dari dalam mulutnya.
“Nah, sekarang kalian berdua pilih mau beli yang mana?” ujar Santi kepada ke dua adiknya.
“Sisil mau yang ini mbak?” ujar Sisil mengambil satu boneka Barbie.
“Ya sudah ambil saja, oh ya boneka Celia tadi yang seperti apa?” tanya Santi.
Sisil terdiam, kemudian “boneka Sisil yang ada batrainya mbak, katanya itu mahal,” ujar Sisil.
Santi terdiam.
“Maaf ya tadi ibu tinggal, lihat anak dulu tdi, ternyata dia masih anteng tertidur.” Bu Nuni datang sambil tersenyum, “oh ya sudah ketemu mainan yang mana yang disuka?” tanya Nuni.
“Oh ya mbak, ada tidak boneka Barbie yang ada batrainya?” tanya Santi.
“Ohhh yang ada batrainya ada, tunggu sebentar ibu ambilkan dulu,” ujar Bu Nuni, kemudian pergi ke dalam kamarnya.
Lalu membawa lima kota boneka Barbie di dalam pelukannya, sebab kedua tanganya tidak bisa memegang lima kotak sekaligus, jadinya ia peluk saja.
“Nah ini, boneka yang ada batrainya,” ujar Bu Nuni, meletakkan ke lima Barbie berbatrai yang masih berada di dalam kotak itu ke atas lantai.
“Nah mbak, seperti itulah boneka Celia,” celetuk Sisil.
“Yang mana? Coba tunjuk,” pinta Santi.
“Yang ini mbak,” tunjuk Sisil menujuk Barbie dari jarak dekat.
Hanya jarak beberapa centimeter saja, seandainya Sisil mau pegang juga boleh, hanya saja ia takut takut untuk memegangnya, apalagi tadi Celia bilang boneka itu mahal sekali.
“Ohhh Celia anaknya Bu Ima ya? Kemarin memang mereka beli bonekanya juga dari ibu, dia memang beli boneka kembaran yang ini,” tunjuk Bu Nuni kepada boneka Barbie yang tadi juga di tunjuk oleh Sisil. Boneka berukuran 30 cm, memakai gaun berwarna kuning emas, dan bisa bernyanyi sebab boneka itu dilengkapi oleh baterai.
“Boneka yang lebih bagus dari yang dibeli oleh Celia yang mana Bu?” tanya Santi.
“Ohh mau yang lebih bagus lagi ya, tunggu sebentar ya, ibu ambilkan,” Bu Nuni kembali masuk ke dalam kamar, kemudian mengambil satu Barbie. Ya hanya ada satu Barbie.
“Ini yang paling bagus dari semuanya, dan ini hanya ada satu, tidak ada temennya,” Bu Nuni meletakkan barbie yang masih berada di dalam kotak itu ke lantai.
Dari ukurannya saja sudah dapat dilihat bedanya. Jika kelima Barbie berkata itu hanya berukuran 30 cm, Barbie yang satu ini berukuran 50 cm. Wajahnya juga lebih cantik, bulu matanya buka hanya sekedar ukuran tapi bulu mata tekstil tiga dimensi, rambutnya halus, bajunya berwarna biru gold dengan renda berwarna silver, ia benar-benar cantik seperti seorang princes. Lili dan Sisil menelan salivanya, ia benar benar jatuh cinta kepada Barbie itu.
“Apa kelebihan boneka ini jika di bandingkan dengan boneka Celia Bu?” Santi bertanya seraya memegang kotak Barbie itu
“Tunggu biar kita buka, nanti Klian bisa lihat apa bedanya,” ujar Nuni, kemudian mengeluarkan Barbie berukuran besar itu dari kotaknya. Kemudian Bu Nuni memencet remot boneka itu.
Ternyata boneka itu juga punya remot. Begitu rekot itu dipencet boneka itu pun langsung berjalan sambil bernyanyi, ternyata di kakinya yang tertutupi oleh baju selayar diberi roda, yang memungkinkan boneka itu untuk berjalan ke sana ke mari.
“Wahhh, Sisil mau mbak,” ucap Sisil.
“Adek mau yang itu mbak…” ucap Lili
“Lihat sendiri kan bedanya, selain ukurannya yang lebih besar, alis dan bulu matanya yang nyata, boneka ini juga dilengkapi remot, dan roda, boneka ini tidak hanya bisa bernyanyi tetapi juga bisa mengedipkan mata, dan bisa berjalan karena ada roda di kakinya. Sedangkan boneka ini yang kemarin Celia beli hanya bisa bernyanyi tanpa bisa berkedip ataupun berjalan, tombolnya juga hanya ada satu yaitu di perutnya. Alis dan bulu matanya juga hanya lukisan. Lagu pada boneka Celia juga hanya ada tiga, sedangkan pada boneka ini ada 10,” Nuni menjelaskan panjang lebar.
Santi sendiri sudah sangat tertarik dengan boneka ini, bisa ia bayangkan betapa irinya hati Celia ketika melihat adiknya punya boneka mahal dan lebih bagus darinya. Pasti Celia akan menyesal karena telah pelit terhadap adiknya. Batin Santi.
“Berapa harganya ini Bu?” tanya Santi
Bu Nuni sedikit ragu, bukannya ia tidak tahu siapa Santi ini, ia tahu siapa Santi dan keluarganya, hanya orang miskin yang pastinya tidak akan sanggup membeli boneka yang dijualnya.
gak punya anak kah gmn klo posisi ke 5 adik santi adalah anaknya... gak suka dg spt ini thor