Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Perjalanan panjang dari Jakarta ke Swiss di lalui Jihan dengan tidur sebanyak 3 kali. Terlalu bosan dan lelah, di tambah partner sebelahnya sibuk sendiri dengan laptop, jadi Jihan menghabiskan banyak waktu perjalanan untuk tidur.
Kini pesawat yang mereka tumpangi akan landing di bandara Swiss sekitar 30 menit lagi, namun wanita di sebelah Shaka itu masih tidur pulas.
Shaka hanya geleng-geleng kepala melihat Jihan yang lebih banyak tidur di perjalanan.
"Jihan, bangun,," Shaka menggoncang tangan Jihan di balik selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Selimut itu di pasangkan oleh Shaka ketika melihat Jihan sedikit meringkuk dalam posisi duduknya.
"Emm,,, sudah sampai.?" Gumam Jihan sambil berusaha mengembalikan kesadarannya. Dia tidak butuh waktu lama untuk di bangunkan, sebab sudah tidur terlalu lama.
"Siap-siap, masih ada waktu 30 menit sebelum landing." Jawab Shaka.
Jihan mengangguk paham. Kini matanya sudah terbuka lebar dan kesadarannya sudah kembali sepenuhnya.
"Aku ke toilet sebentar,," Jihan beranjak dengan membawa tas selempang kecil miliknya. Dia akan mencuci muka dan membenarkan riasan wajahnya supaya tidak terlihat pucat karn baru bangun tidur.
Hanya berselang beberapa detik setelah Jihan pergi, penumpang pria asing di seberang kursi Jihan dan Shaka juga terlihat pergi ke arah toilet. Tiba-tiba Shaka meninggalkan tempat duduknya dan mengikuti pria yang benar-benar pergi ke toilet itu.
Shaka berdiri tak jauh dari pria yang berdiri di depan toilet. Shaka memilih diam meski menyadari gerak gerik mencurigakan dari pria asing tersebut. Selang 10 menit, Jihan keluar dari toilet dan langsung di gandeng Shaka untuk menjauh dari pria asing itu. Tentu saja Jihan kebingungan. Namun segera membaca situasi ketika melihat pria asing di dekat toilet itu terus menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Shaka melepaskan genggaman tangan Jihan setelah berjalan beberapa langkah. Tidak ada yang aneh dari ekspresi wajahnya yang datar. Namun cukup membuat Jihan heran. Dia tidak menyangka kalau Shaka bisa sepeka dan seperhatian itu pada bahaya kejahatan di sekitarnya. Jihan saja tidak sadar kalau pria asing yang duduk berseberangan dengannya itu ternyata mengikutinya ke toilet.
"Makasih Pak,," Ucap Jihan setelah mereka kembali ke kursi masing-masing.
"Hemm." Jawaban singkat Shaka hampir membuat Jihan mengumpat kesal, namun dia mengingat kebaikan Shaka yang baru saja dilakukan padanya, jadi Jihan memilih menahan diri untuk tidak mengomentari gunung es itu.
...******...
Sampainya di bandara, keduanya sudah di jemput oleh supir pribadi. Supir yang membawa mobil mewah itu akan menemani perjalanan bulan madu Shaka dan Jihan selama dua minggu ke depan.
"Apa Tuan dan Nyonya ingin berkeliling sebentar sebelum saya antar ke hotel.?" Tawar supir itu menggunakan bahasa Inggris.
Walaupun lebih dari 60% penduduk Swiss menggunakan bahas Jerman sebagai bahasa utama mereka. Dan ada 3 bahasa lain yang biasa di gunakan oleh penduduk Swiss ataupun orang asing yang datang ke negara tersebut. Yaitu bahasa Prancis, Itali dan Romansh.
"Tidak, langsung ke hotel saja. Kami ingin istirahat" Jawab Shaka dengan bahasa Jerman.
Supir itu mengangguk paham dengan senyum tipis, tidak seperti Jihan yang kebingungan karna sama sekali tidak tau artinya. Walaupun mengerti kalau Shaka baru saja bicara bahasa Jerman, tapi Jihan tidak menguasainya. Bahasa asing yang dia kuasai hanya bahasa Inggris saja.
"Pak Shaka bilang apa barusan.? Kenapa Bapak itu senyum-senyum.?" Lirih Jihan kepo. Dia jadi curiga saat melihat kaca spion dan mendapati supir paruh baya itu senyum-senyum sendiri setelah mendengar jawaban Shaka.
"Saya bilang kita ingin langsung ke hotel karna kamu ingin cepat punya anak setelah pulang honeymoon." Jawab Shaka santai. Mata Jihan membulat sempurna, dia langsung meninju lengan besar Shaka sambil bibirnya komat-kamit.
"Omong kosong macam apa itu.! Itu kan keinginan Mama Pak Shaka. Saya sih nggak mau punya anak dari Pak Shaka." Gerutu Jihan. Bukan tanpa alasan Jihan tidak mau memiliki anak dari pernikahan kontraknya dengan Shaka, sebab di surat perjanjian sudah tertulis jelas kalau mereka tidak akan melakukan hubungan suami istri. Jadi sudah pasti tidak akan ada anak di antara mereka.
Shaka melirik Jihan, tatapannya yang sejak tadi datar, kini berubah tajam. Menyadari hal itu, Jihan menyengir kuda pada Shaka untuk mencairkan suasana. Wanita itu takut Shaka tersinggung dengan ucapannya.
"Maksudnya, nanti Pak Shaka bisa punya anak dari wanita lain. Pak Shaka nggak lupa kan kalau kita cuma nikah kontrak." Terang Jihan sembari tersenyum, memamerkan deretan gigi putih yang berjejer rapi.
Tak ada respon dari Shaka, pria itu malah memainkan benda pipih di tangannya. Wajah datarnya berubah dingin, sedingin udara di Swiss.
Jihan merutuk dalam hati. Kenapa juga orang sedingin Shaka harus pergi ke negara yang dingin juga. Jihan tidak bisa membayangkan seperti apa hari-harinya selama dua minggu di Swiss bersama Shaka. Bisa-bisa dia akan membeku.
...******...
"Wow,, hotelnya sebagus ini." Ucap Jihan takjub. Sedikit norak, karna memang tidak pernah menginap di hotel mewah, apalagi hotel mewah di Swiss. Melihat kemewahan dan fasilitas di dalam hotel yang serba modern, entah berapa banyak uang yang harus digelontorkan oleh Mama mertuanya untuk membayar sewa hotel ini selama dua minggu. Jihan sampai berfikir untuk browsing, sekedar ingin tau berapa harga sewa hotel mewah ini permalam.
Shaka hanya menggeleng melihat Jihan sedang mengagumi kemewahan di kamar hotel mereka. Pria itu menarik koper miliknya untuk di bawa ke walk in closet. Jihan membuntuti Shaka, ikut masuk ke walk in closet dan menggantung baju-bajunya di dalam lemari agar tidak kusut.
"Punya saya sekalian." Ujar Shaka.
Jihan ingin menolak, tapi mengurungkan niat. Dia sudah terlalu banyak menikmati uang Shaka dan mendapat perlakuan baik dari keluarga suami kontraknya itu, jadi tidak ada salahnya kalau dia patuh pada perintah Shaka selama berada di Swiss.
"Baik Pak Shaka." Jawab Jihan dengan senyum lebar, memaksakan senyum agar terlihat ramah.
"Saya mau mandi dulu." Pamit Shaka sambil berlalu keluar dari walk in closet.
Jihan juga keluar setelah memasukkan semua baju miliknya dan milik Shaka ke dalam lemari. Wanita itu pergi ke balkon untuk melihat pemandangan indah dari atas balkon. Saat ini di Swiss baru pukul 9 malam, beda 5 jam lebih lambat di banding waktu Jakarta.
Jihan masuk ke dalam kamar saat merasakan udara dingin yang mulai menusuk. Walaupun sudah memakai coach tebal untuk musim dingin, tapi bisa membuatnya sedikit menggigil jika terlalu lama di luar dengan suhu udara -18 derajat.
"Ehh,,," Jihan tersentak kaget ketika tubuhnya bertabrakan dengan Shaka saat baru masuk dari pintu balkon.
"Mandi dulu, setelah itu bisa istirahat. Besok pagi baru jalan keluar." Kata Shaka sambil berlalu ke balkon hotel dengan wajah datarnya.