Erika gadis biasa yang harus bekerja keras untuk menyambung hidup karena dia menjadi tulang punggung keluarga.
Namun karena parasnya yang cantik membuat gadis seumurannya iri terhadapnya karena banyak pemuda desa yang ingin mendekatinya.
Hingga suatu hari Erika harus terjebak dalam situasi yang membuat dirinya harus terpaksa menikahi seorang pria asing yang tidak di kenalnya karena kecerobohannya sendiri dan di manfaatkan oleh orang yang tidak menyukainya.
Tara, nama pria itu yang bekerja di salah satu proyek perumahan di desa Erika.
Bagaimanakah kisah Erika dan Tata menjalani kehidupannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.
Setelah di periksa dokter aku pun hanya diam tidak berkata apa-apa. Aku masih kecewa karena aku merasa di bohongi oleh bang Tara, walau mungkin disini aku juga salah karena tidak mencari tahu siap bang Tara dan dimana keluarganya.
"Erika" bang Tara memanggilku dan aku hanya diam saja.
"Aku tau kamu marah, tapi apa kamu gak memberi aku kesempatan untuk menjelaskannya" ucapnya.
"Kenapa baru sekarang abang jelaskan, kenapa gak dari dulu abang jujur" balas ku tanpa melihat ke arahnya.
"Aku hanya ingin memastikan dulu perasaan ku sama kamu, kamu tau sendiri kita nikah bukan kemauan kita. " lanjutnya.
Aku tersenyum miring mendengar ucapannya.
"Abang cuman takut jika aku tau siapa abang aku akan memanfaatkan abang" balas ku membuat bang Tara terkejut.
"Aku bukan wanita yang gila harta" ucapku.
Bang Tara diam dan aku hanya tersenyum hambar.
"Mungkin setelah aku keluar dari sini lebih baik kita berpisah" ucapku.
"Gak bisa" tolak bang Tara tegas.
"Kenapa bang?, aku gak pantas untuk kamu" ucapku.
"Karena kamu sedang mengandung anak ku" beritahu nya membuat aku menatapnya tajam dan langsung menyentuh perutku yang masih rata.
"Sampai kapan pun aku gak akan pernah menceraikan mu"ucapnya sebelum pergi.
Bang Tara pergi dan aku hanya bisa menangis memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya.
" Kak"panggil Alma yang baru datang.
Aku pun langsung memeluknya dan menangis di pelukannya.
"Kak kenapa? " tanya Alma.
Aku pun menceritakan apa yang terjadi namun sikap Alma biasa saja dia tidak kaget saat aku memberitahu siapa sebenarnya bang Tara.
"Alma sudah tahu kak" balasnya.
"Sejak kapan? " tanya ku.
"Saat bang Tara pertama bertemu dengan bang Bima, aku gak sengaja mendengar pembicaraan mereka" jawab nya dengan menunduk.
"Kamu kenapa gak bilang sama kakak? "ucap ku dengan nada marah.
"Aku takut kakak gak percaya" jawab nya.
"Kak"Alma berusaha memanggil ku.
Aku tak menghiraukannya.Tiba-tiba Alma memberitahu jika ayah dalam masalah.
"Ayah kena masalah" beritahu nya.
Aku langsung berbalik dan bertanya"Kenapa bisa? "
Alma pun menceritakan masalah yang menimpa ayah. Bang Rusli menuduh ayah sudah kerjasama dengan proyek perumahan yang di kelola bang Tara untuk membeli tanah warga dengan harga murah.
"Kita pulang Al" ajak ku pada Alma sambil hendak membuka jarum infus, namun Alma menahan ku. "Kakak masih belum pulih" cegahnya.
"Ayah butuh bantuan kita" ucapku.
"Alma bicara dulu sama dokter" ucapnya lalu keluar menemui dokter. Namun tiba-tiba perutku sakit tapi aku mencoba menahannya agar aku bisa pulang.
Alma kembali dan dia memberitahuku jika aku bisa pulang. Aku pun bersiap untuk pulang lalu pulang berdua bersama Alma. Sesampainya di rumah ternyata benar semua warga berkumpul di rumah ayah, aku pun segera turun namun aku langsung berhenti saat melihat di depan sana ada bang Tara yang sedang mencoba bicara dengan warga.
"Saya sebagai pemilik proyek itu ingin memberitahu kalian jika kelurga pak Alam tidak ada sangkut pautnya dengan pembelian tanah itu" ucapnya.
"Tapi kamu menantunya pasti pak Alam membantu kamu" teriak warga.
"Kalian tau jika aku menikah dengan Erika karena desakan kalian yang menyangka jika kami berbuat yang tidak senonoh tanpa mendengar penjelasan kami. " lanjutnya dan semua warga diam.
"Untuk masalah harga tanah yang tak sesuai akan saya selidiki karena dari pihak kami telah membeli dengan harga yang kalian semua minta".lanjutnya.
Semua warga pun bubar dan aku melangkah mendekati ayah dan bang Tara.
" Erika, kenapa kamu pulang? "tanya nya dengan wajah khawatir.
" Kak Erika minta pulang bang"jawab Alma.
Aku tidak menghiraukannya dan langsung mendekati ayah.
"Ayah gak apa-apa kan? " tanya ku.
"Engga sayang karena ada nak Tara yang biasa jelasin semuanya pada warga" jawab ayah sambil memegang tanganku dan tersenyum.
"Ayah tau kamu marah sama dia karena dia gak jujur sama kami, ayah sudah tau semuanya" ucapnya dan aku hanya diam saja.
"Sudah kita semua masuk" ajak mama dan semua orang masuk.
"Nak Tara ajak Erika istirahat! " titah mama dan aku hanya bisa nurut saja.
Saat di dalam kamar aku langsung melepaskan tangan bang Tara dan berjalan lebih cepat lalu duduk di tempat tidur. Bang Tara menghampiriku dan ikut duduk di samping ku.
"Aku sudah pikirkan" ucapnya membuat aku meliriknya.
"Kita tunggu anak itu lahir baru kita urus perceraian kita" ucapnya.
Sakit, itu yang aku rasakan mendengar bang Tara berkata seperti itu. Walau aku yang minta tapi saat bang Tara menyetujuinya hatiku sakit.
"Selama itu aku akan tinggal di rumah mbak Melda" lanjutnya dan langsung berdiri hendak pergi namun aku gak bisa menahannya. Bang Tara pun keluar dan aku langsung menangis dan rasa sakit ini lebih sakit dari tahu bang Rusli mengkhianati ku dulu. Entah berapa lama aku menangis karena saat aku bangun sudah pagi. Aku pun keluar untuk ke kamar mandi namun aku terkejut saat melihat bang Tara tidur di kursi karena aku pikir dia sudah pergi. Aku pun melanjutkan langkah ku menuju kamar mandi.
Selesai dari kamar mandi mama mengajak ku bicara dengan menuntun ku ke kamar.
"Ada masalah apa kamu sama Tara? " tanya mama.
"Aku marah sama dia karena dia bohongi aku" jawab ku.
"Erika, ayah saja bisa menerima dia lalu kenapa kamu enggak? " tanya mama.
"Ma, aku merasa di bohongi karena dia gak jujur sama kita" jawab ku.
"Lalu semalam kenapa kamu menangis? " tanya mama dan aku hanya diam.
"Mama tau kamu sayang dan suka sama dia, jadi mama harap sebelum kamu menyesal pikirkan lagi" ucap mama lalu keluar dari kamar. Aku hanya bisa termenung memikirkan itu semua.
Alma memanggilku untuk sarapan dan saat aku keluar aku melihat bang Tara masih ada dan ikut sarapan.
"Ma, ayah mungkin untuk berapa waktu aku gak pulang karena banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan, aku cuman nitip Erika jika ada apa-apa bisa temui aku atau hubungi aku, Alma tau dimana aku tinggal" ucapnya dan itu benar-benar sakit dan bahkan air mata ini keluar begitu saja. Apa lagi saat melihat bang Tara seolah-olah gak peduli dan itu semakin sakit.
Bang Tara langsung beranjak dan tidak pamit padaku. Mama dan Ayah pun diam saja tidak bicara apa-apa seolah-olah mereka sudah tau.
"Kak makan" ucap Alma membuyarkan lamunanku.
"Ayah berangkat ke ladang dulu" pamit ayah.
Alma pun pamit sekolah dan sekarang tinggal aku dan mama.
"Mama gak akan ikut campur, kamu tanya hati kamu saja" ucap mama lalu pergi ke dapur untuk membereskan rumah.
Aku hanya bisa termenung di kursi makan dengan menatap kursi sebelah bekas bang Tara.
"Apa yang harus aku lakukan" gumam ku.