Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Mendadak
Dan ia menatap lewat kaca belakang ketika kereta kuda meluncur memasuki pusat kota tak terlihat kereta kuda lain yang membuntuti.
Kereta kuda Wibisono menggelinding di jalan besar yang lebar dengan deretan palem di kanan kiri diselingi oleh taman dan air mancur.
Asap hitam tampak membubung tinggi diterpa angin dari Teluk Serpia di bagian kota tua.
Di seberang pusat kota terlihat lorong-lorong gelap dengan deretan rumah tanah liat yang kumuh.
Tiba-tiba di hadapan mereka tampak manusia sedang berkerumun dan terpaksa Wibisono memperlambat kecepatan keretanya dengan hati hati menyelinap di antara gerombolan manusia yang sedang dilanda kegeraman, menyaksikan anggota tentara sedang menyiksa delapan orang tawanan yang terbelenggu di tonggak meteran tempat parkir.
Dua orang di antara para tawanan telah tergeletak, entah mati entah pingsan!
Kerumunan manusia mengawasi penyiksaan dengan mulut membisu namun pandangan mata mereka penuh dengan kebencian terhadap anggota Tentara yang mendera tanpa henti.
Rakyat yang menonton memenuhi jalanan dan selama beberapa saat mereka tak mau beranjak dari tempatnya untuk memberikan kesempatan lewat pada kereta kuda.
Satya dan Lasmini saling bertukar pandang, hati mereka dicekam ketegangan. Namun beruntung tak terjadi sesuatu.
Terlihat selanjutnya para anggota tentara yang berjaga-jaga di sepanjang jalan lengkap dengan senjata M-I6 Di sana sini tampak kaca etalase toko yang pecah, bahkan ada yang tinggal puing-puing bekas terbakar.
Kantor Pusat Perusahaan minyak Rahbain telah porak poranda. Di mana terdapat coretan yang mengutuk dan mencaci maki Putri Kesepuluh.
Wibisono menarik kendali kuda berbelok memasuki jalan yang membentang sepanjang tepi teluk.
"Kerusuhan rata-rata telah mereda," Wibisono untuk pertama kali semenjak meninggalkan bandara udara, membuka suaranya.
"Tapi malam nanti pasti meledak lagi kalau dilihat dari gerombolan manusia yang kita lewati tadi," Jaka Satya mengomentari.
"Namun takkan terlalu mudah bagi mereka untuk melakukannya!" Wibisono menambahkan.
"Jangan terlału mengharapkan bahwa jam malam akan menghentikan gerakan mereka, Bagaimana kondisi moril Tentara?"
"Cukup bagus sejauh yang dapat diharapkan. Meskipun tentu saja, mereka merasa enggan untuk menembak bangsanya sendiri."
Burung flamingo tampak mengepak terbang dari arah tanggul pelabuhan lama.
Sedangkan di kawasan pelabuhan baru yang terlihat dikejauhan ratusan kereta kuda baru berderet dipanggang teriknya matahari.
Di luar gerbang teluk kapal-kapal melepas jangkar menunggu giliran masuk ke pelabuhan untuk membongkar muatan di dermaga yang sudah kepenuhan oleh berbagai jenis barang.
Sedangkan di seberang pelabuhan baru sebuah dermaga untuk memuat minyak mentah, terlihat beberapa kapal tanker raksasa.
Kota ini bagaikan kota yang telah mati tanpa penghuninya, pikir Satya. Di mana-mana terIhat keterbengkalaian dan udara putus asa yang mengambang.
Seorang lelaki yang menuntun keledai dengan beban kayu bakar terlihat melintas.
Dan seorang wanita dengan penutup cadar berlari merasuki lorong sambil membawa keranjang ikan.
Dor! Tembakan menyalak nyaring, pelurunya mengenai atap kereta kuda dengan suara dencingan.
Hembusan panas terasa menyapu leher Jaka Satya dan ia mengernyit kesakitan ketika serpihan logam menyerempet pipinya.
Kereta kuda tak terkendali Iagi, bangunan dan anggota tentara tampak berkelebat lewat kaca jendela. Jaka Satya melihat Lasmini telah tiarap di lantai kereta.
la tak punya waktu untuk memeriksa apakah gadis itu telah tertembak karena kereta tersentak berhenti dengan guncangan yang hebat.
Tembakan meledak lagi dan kaca jendela disamping Satya berlubang retak.
"Cepat jalankan lagi keretanya!" Jaka Satya berteriak pada Wibisono.
Tentara di dekat gedung tiarap mencari perlindungan.
"Sialan! Bangsat..."Wibisono menghela kuda, namun kuda tak mau bergerak.
Lasmini beringsut dan mendongak dengan wajah yang pucat pasi.
Rentetan tembakan membahana dan debu mengepul di samping bangunan kantor, tempat anggota tentara membidikkan senjatanya.