Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan Mantan Sahabat
Dengan cepat Daniel menghindar, ia berlari ke sana dan kemari, melompat hingga ke atas tempat tidur demi menghindari kejaran Bianca.
Bianca tidak pantang menyerah, ia mengejar Daniel hingga mereka terjatuh bersama di atas sofa.
"Kena kau!" seru Bianca. Ia dengan cepat melihat galery foto di ponsel suaminya.
"Jangan dihapus," pinta Daniel.
"Ini tidak sopan, kau mengambil fotoku diam-diam. Bagaimana jika ada yang melihat foto ini?" tanya Bianca kesal.
"Hanya aku yang akan melihatnya."
"Aku tidak yakin. Bagaimana jika ada teman yang meminjam ponselmu, ini memalukan," keluh Bianca. Ia menghapus lebih dari sepuluh foto dirinya saat hanya memakai handuk berwarna merah muda.
Bianca merasa malu sekaligus gemas, bagaimana bisa Daniel sejahil itu untuk menggodanya.
"Baiklah, jadi kau tidak mengizinkan suamimu untuk menyimpan fotomu?" tanya Daniel.
"Tidak, bukan foto yang seperti ini."
"Oke, jadi lebih baik aku melihatnya secara langsung saja," ujar Daniel sambil tersenyum senang.
Bianca melotot, apakah ini salah satu jurus andalan Daniel? jahil, memojokkannya, lalu mengutarakan tujuan yang sebenarnya?
"Jangan di ulangi!" seru Bianca. Ia mencubit paha Daniel gemas. Namun wajahnya memerah karena malu.
Bianca bangkit dari sofa dan bergegas duduk di depan meja rias. Ia merias wajahnya dengan sedikit polesan make up serta menata rambut panjangnya, sementara Daniel asik memandang diam-diam istrinya.
"Aku selesai," ucap Bianca sambil menjinjing tas berwarna cream miliknya.
"Sudah? Kenapa cepat sekali?" tanya Daniel. Ia hampir tertidur setelah sekian lama menunggu Bianca di depan cermin.
"Benarkah?" Bianca manyun. Ia sadar Daniel sedang menyindirnya.
Daniel tertawa kecil, ia mengikuti langkah Bianca keluar dari kamar.
"Ada sesuatu untukmu," ucap Bianca saat mereka tiba di garasi mobil. Ia menyerahkan sebuah kartu ATM ke tangan Daniel.
"Untuk apa?"
"Kau bisa memakainya sesuka hatimu."
"Tidak, aku tidak memerlukan ini," tolak Daniel.
"Tapi ...."
Bianca tidak bisa melanjutkan kata-katanya, karena Daniel dengan sigap mengecup sebelah pipi wanita itu.
"Sudahlah, ayo pergi," ajak Daniel. Sementara Bianca masih mematung di samping body mobil sambil memegang dadanya. Wanita itu hampir terkena serangan jantung.
Sepanjang perjalanan, Bianca terdiam. Wanita itu duduk dengan gelisah sambil meremas ujung gaun putih yang ia kenakan.
"Kau tidak pernah tahu, kan? Aku sudah punya penghasilan sejak SMA. Meski tidak banyak, tapi cukup untuk kebutuhanku sendiri," ungkap Daniel menjelaskan.
Bianca menoleh, tanpa berkata, ia memberi isyarat agar Daniel melanjutkan penjelasannya.
"Aku bekerja sebagai fotografer. Ah, memang pekerjaan remeh, tapi aku senang bisa menyalurkan hobiku," lanjutnya.
"Kau tahu aku tidak seperti kakak. Sejak kecil, Mama dan Papa memperlakukanku dengan berbeda. Mereka memberikan segalanya yang diminta oleh Kakak secara cuma-cuma. Sementara aku, harus berusaha sebelum apa yang aku inginkan dipenuhi."
"Mereka bilang, Kakak terlalu menderita saat masih kecil. Kaka dilahirkan saat kami masih tidak punya apa-apa, dia sakit-sakitan, hampir sekarat. Jadi, kedua orang tuaku memperlakukannya seperti anak emas untuk menebusnya."
Bianca mengalihkan pandangan ke jalanan. Ini adalah rahasia besar yang tidak pernah ia ketahui.
Berdasarkan pandangannya, Sintia dan Bramantyo memperlakukan kedua anaknya sama rata. Sama-sama penuh kasih sayang dan kelembutan. Namun ada sisi lain yang tidak pernah diceritakan oleh siapapun.
"Mereka terlalu memanjakannya," lirih Bianca.
"Benar." Daniel mengangguk setuju.
"Aku harus ke kantor hari ini. Jangan khawatir, hanya melihat-lihat pekerjaan," ucap Bianca mengalihkan pembicaraan.
"Bukankah Papa bilang jika kau bisa beristirahat selama tiga bulan?"
"Aku sudah lebih baik. Jangan khawatir."
"Kau yakin? Bagaimana jika ku temani?" tawar Daniel. Namun Bianca menolak, ia tidak mau mengganggu kegiatan awal Daniel di kampusnya.
Saat keduanya sampai di depan gerbang kampus, Daniel dan Bianca sama-sama turun dari mobil. Keduanya terkejut mendapati sesorang yang sangat mereka kenali dan cukup lama tidak mereka temui berjalan mendekat.
Daniel berdiri di samping Bianca sambil menggandeng tangan wanita itu.
"Jangan pernah menampakkan diri di hadapan kami!" sentak Daniel.
"Aku hanya mengirim undangan," ucap wanita bergaun ketat dengan perut sedikit menonjol.
Daniel menerima sebuah kertas undangan dengan kasar, lalu membuangnya tanpa ingin membaca isi yang tertera. Sementara Bianca, hanya berdiri diam di samping suaminya. Matanya tertuju pada perut buncit mantan sahabat baiknya.
***