Pria Dingin & Angsa

Kitty yang kesal berjalan sambil menghentakkan kakinya. Setiap langkahnya penuh amarah, dan pikirannya terus berputar tentang kejadian sebelumnya. Dalam perjalanan, ia melihat sejumlah anak buah Calvin yang berdiri di sana dengan tampang serius.

"Kenapa mereka ada di sini?" gumam Kitty, suaranya hampir tenggelam dalam hiruk pikuk jalanan.

Salah satu pria itu mendekatinya dengan langkah mantap. "Nona Angsa, Tuan ingin bertemu denganmu," katanya dengan nada datar.

Kitty menatapnya dengan tajam. "Namaku bukan Angsa, namaku Kitty... Kitty," jawabnya, sedikit kesal karena julukan itu.

Pria itu terkejut sejenak, tetapi segera menguasai dirinya. "Maaf, Nona. Silakan ikut dengan kami!" ucapnya dengan sopan, seolah-olah tidak ada pilihan lain.

Kitty mendengus, memikirkan semua kemungkinan yang ada. "Kalau aku tidak mau?" tanyanya, menantang.

"Kami akan membawa Anda pergi bersama kami," jawab pria itu dengan tegas, menunjukkan bahwa mereka tidak main-main.

Kitty menggertakkan giginya. "Pria sombong itu aneh sekali, untuk apa lagi menyuruh mereka membawaku pergi? Kalau aku pulang sekarang mereka akan tahu tempat tinggalku. Tidak bisa! Aku harus pergi. Jangan sampai mereka membawaku lagi," batin Kitty yang kemudian berlari dengan cepat, memutuskan untuk tidak mengambil risiko.

"Dapatkan Angsa itu!" perintah pria itu dengan keras, langsung berlari mengejar.

Kitty menjerit, "Tolong... tolong..." berlari sana sini menghindari mereka dengan segala daya yang dimilikinya.

"Nona, jangan lari..." teriak mereka yang mengejar gadis itu tanpa henti, membuat suasana semakin tegang.

Di jalan yang dipenuhi oleh kerumunan orang, Kitty berlari dengan panik. Belasan anak buah Calvin yang rata-rata berjenggot mengejarnya, menciptakan keributan.

"Mengapa nasibku buruk sekali, baru keluar dari sarang buaya, sekarang ketemu sekelompok kera sakti," gerutu Kitty, merasa tak habis pikir dengan apa yang sedang dihadapinya. Dia terus berlari, berharap menemukan cara untuk melarikan diri dari situasi yang semakin kacau ini.

"Sudah cukup, jangan mengejarku lagi!" teriak Kitty sambil berlari, keringat dingin mengalir di pelipisnya.

"Nona Angsa, Jangan lari...," teriak mereka, napas terengah-engah mengikuti langkah cepat Kitty.

"Karena kalian kejar, makanya aku lari," jawab Kitty, dengan nada putus asa namun tetap berusaha mengendalikan dirinya.

"Nona, karena kau lari, kami baru kejar," teriak mereka sambil terus mengejar gadis itu, suara sepatu mereka menggema di trotoar.

"Aku sudah lelah sekali, tenagaku sudah habis. Kalau lari terus aku bisa pindah alam," kata Kitty dengan kewalahan.

Dia melihat sekeliling, mencari tempat persembunyian, dan akhirnya memutuskan untuk memasuki sebuah restoran yang dipenuhi oleh para pengunjung. Langkahnya cepat, berusaha tidak menarik perhatian.

Anak buah Calvin yang masuk ke dalam restoran langsung memandang sekeliling, mata mereka mencari keberadaan gadis itu. Kitty langsung bersembunyi di bawah meja di sudut ruangan tersebut, dadanya naik turun mencoba menenangkan napasnya yang memburu.

"Kenapa mengejarku sampai ke sini, Padahal aku tidak berhutang pada kalian. Malu sekali kalau dilihat orang," gumam Kitty, mencoba menenangkan dirinya.

Kitty mengintip anak buah Calvin yang berjalan ke sana ke mari, hatinya semakin cemas dan takut dirinya akan ditemukan."Pria sombong itu sungguh meresahkan setelah dia hidup kembali," batin Kitty, merasakan ketidakadilan situasinya.

Tiba-tiba seorang pria duduk di kursi tempat Kitty bersembunyi. Kaki pria itu yang mengenai Kitty membuatnya langsung menunduk dan melihat gadis itu. Keduanya terbelalak kaget dan saling menatap.

"Kitty?" tanya pria itu yang ternyata adalah William, suaranya penuh keheranan.

Kitty langsung memberi isyarat agar pria itu diam, agar dirinya tidak diketahui. Suara William yang menarik perhatian anak buah Calvin membuat mereka segera menghampiri meja itu dan mengangkatnya tanpa basa-basi.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya William yang bangkit dari tempat duduknya, nada suaranya penuh otoritas.

Setelah meja itu dipindahkan oleh beberapa anggota Calvin, mereka melihat Kitty sedang berjongkok sambil melirik tajam ke arah mereka.

"Nona, akhirnya kami menemukanmu," ucap mereka dengan nada puas.

"Sebentar! Kalian siapa?" tanya William yang berdiri di depan gadis itu, melindungi Kitty.

"Tuan, Anda siapa?" tanya salah satu pria itu dengan curiga.

"Saya adalah teman Kitty," jawab William tegas, matanya menatap tajam.

"Tolong sampaikan pada atasan kalian, hari ini aku ada urusan dan sudah buat temu janji dengan temanku. Kami bertemu karena dijodohkan oleh orang tua kami," ujar Kitty dengan sengaja, mencoba memanfaatkan situasi.

"Kitty, apakah sudah setuju pertemuan kita?" tanya William dengan penuh harap, mencoba mengerti maksud Kitty.

"Setuju, Mana mungkin tidak setuju. Kita bisa saling kenal dan berteman kemudian baru bahas masalah selanjutnya," jawab Kitty sambil merangkul pundak William dan beranjak dari sana, memanfaatkan kesempatan untuk menghindari mereka.

"Gawat! Apakah pria itu adalah pasangan Nona Angsa?" tanya anak buah Calvin dengan cemas.

"Ini adalah berita buruk, Tuan pasti akan marah besar dan membakar Angsa itu," gumam salah satu pria itu, matanya memperhatikan Kitty dan William yang perlahan menghilang dari pandangan mereka.

Setelah tidak berhasil membawa Kitty menemui Calvin, mereka pun kembali menemui atasan mereka yang sedang berada di mansion mewahnya dan bermain biliar. Interior ruangan dipenuhi dengan hiasan antik, memberikan kesan anggun namun dingin. Cahaya lampu kristal memantul di meja biliar yang hijau.

"Tuan, maaf. Kami gagal," ucap salah satu anak buahnya sambil menunduk, suaranya gemetar.

"Hanya seorang gadis, kalian tidak mampu membawanya ke sini," kata Calvin dengan tatapan dingin, matanya menyipit menilai ketidakmampuan mereka.

"Karena seorang pria bernama William yang tiba-tiba muncul. Mereka melakukan pertemuan karena dijodohkan," jawab anggotanya, berusaha menjelaskan situasi.

"Brak!" Suara hentakan tongkat biliar yang keras dilakukan Calvin, bola-bola biliar terpental, beberapa jatuh dari meja.

"William? Pertemuan jodoh? Siapapun pria itu, aku tidak peduli. Tidak kusangka Angsa ini banyak peminatnya. Awalnya Samuel, dan sekarang William," ucap Calvin dengan nada penuh kemarahan, tangannya mengepal di atas tongkat biliar.

"Tuan, besok aku akan segera membawanya ke sini," ujar anggotanya dengan suara penuh ketegasan, berusaha meyakinkan Calvin.

"Henry, keluarganya menjual Angsa bakar?" tanya Calvin dengan nada yang tiba-tiba tenang namun menakutkan.

"Iya, Tuan," jawabnya cepat, menyadari maksud terselubung dari pertanyaan itu.

"Bawa 20 orang ke tempat jualannya!" perintah Calvin tanpa ragu, matanya bersinar dengan determinasi dingin.

Anak buahnya mengangguk dan segera meninggalkan ruangan, siap untuk melaksanakan perintah tersebut. Calvin kembali fokus pada permainan biliarnya.

"Angsa nakal, Sepertinya aku harus memberimu pelajaran agar kamu bisa jinak," gumam Calvin.