Riana Maharani, seorang Ibu rumah tangga yang dikhianati oleh suaminya Rendi Mahardika. Pria yang sudah lima tahun lamanya ia nikahi berselingkuh dengan sekertaris barunya, seorang janda beranak dua.
Alasan Rendi berselingkuh karena melihat Riana yang sudah tidak cantik lagi setelah melahirkan putri pertama mereka, yang semakin hari lebih mirip karung beras.
Riana yang hanya fokus mengurus keluarga kecil mereka sampai lupa merawat diri dengan kenaikan berat badan yang drastis.
Riana bersumpah akan kembali menjadi cantik dan seksi hanya dalam waktu tiga bulan demi membuat suaminya menyesal sudah berselingkuh.
Akankah Riana berhasil merubah penampilannya hanya dalam waktu tiga bulan dan berhasil membuat Rendi menyesal?
Yuk baca ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Malam itu Rendi mengunjungi Jihan diapartemennya, kepergian Riana cukup membuatnya stres sehingga berniat menghilangkan stresnya dengan menemui Jihan diapartemennya.
Sebab, saat ini ia merasa sangat membutuhkan Jihan disisinya.
Beberapa hari ini Rendi dan Jihan kerap berangkat dan pulang kantor bersama, akibat mobil milik Jihan yang mengalami kerusakan dan harus menginap dibengkel selama beberapa hari.
Sama seperti hari ini, mereka pulang bersama keapartemen Jihan dan begitu Jihan membuka pintu apartemennya, Rendi langsung mendorong tubuh Jihan kesofa lalu menindihnya.
"Aku mau mandi dulu, Mas. Mas Rendi sabar ya." Jihan mendorong dada Rendi.
"Meskipun kamu belum mandi, kamu tetep wangi kok." Rendi sama sekali tak menggeser posisinya.
"Aku gerah, Mas. Mas tunggu disini sebentar ya."
"Gimana kalau kita mandi bareng aja." goda Rendi.
"Ternyata kamu nakal juga, Mas." ucap Jihan genit dan semakin memancing hasrat Rendi. "Tunggu disini ya, Aku bikin dulu kamu kopi." Jihan beranjak menuju dapur.
Namun, sebelum kopi itu selesai dibuat, Rendi sudah lebih dulu menyusul Jihan dan memeluknya dari belakang lalu menciumi batang leher seksi Jihan yang masih sangat wangi meski sudah seharian berkerja.
"Aku kangen, Sayang!"
"Sabar, Mas. Akunya mandi dulu."
Rendi pun menyerah dan mengurai pelukannya, membiarkan Jihan membersihkan diri lebih dulu.
Hingga tak berselang lama, Jihan keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang masih terlilit handuk.
Rendi menatap tubuh indah itu dari atas sampai bawah, lalu menarik tubuh Jihan keatas ranjang, mencumbu tubuh itu tanpa ragu tanpa memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering.
Tak butuh waktu lama, ruangan mulai dipenuhi desahan-desahan lembut, namun suara ponsel yang berdering terus saja mengganggu aktivitas bercinta mereka membuat Rendi mendesah kesal.
Dengan kasar, Rendi meraih ponsel miliknya lalu meletakannya ditelinga.
"Kamu dimana?" suara bariton Bu Ajeng langsung berdengung ditelinga Rendi.
"Aku masih dikantor, Ma." jawab Rendi lesu.
Jihan yang mendengarkan Rendi menyematkan panggilan Mama, membuat nyalinya seketika menciut setelah mengingat pertemuan terakhirnya dengan Bu Ajeng.
Entah apa yang akan dilakukan wanita itu jika dirinya sampai ketahuan menggoda putranya.
"Cepat pulang sekarang juga, Byan nangis terus dari tadi mau ketemu sama Mamanya."
"Tapi, Ma!!" Hasrat Rendi saat ini tengah berada diujung tanduk. Tapi Mamanya sudah memberi perintah, Rendi menoleh kearah Jihan yang masih terbaring pasrah dengan rasa bimbang.
Ya ampun!! Padahal tinggal sedikit lagi, dirinya akan bisa tidur dengan pulas nanti malam. Andai Mamanya menghubunginya sedikit lebih lama lagi.
"Gak ada tapi-tapian, cepat pulang sekarang juga." Bu Ajeng kembali memerintah, hingga membuat Rendi akhirnya hanya bisa pasrah.
"Iya Ma. Aku pulang sekarang." Rendi mengakhiri panggilannya lalu menoleh pada Jihan.
"Aku harus pulang sekarang." ucap Rendi lesu
"Kenapa kamu takut banget sih Mas sama Ibu kamu?" Jihan berucap kesal seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
"Karena aku hanya punya Mama. Anaku juga lagi rewel karena ditinggal pergi sama Mamanya."
"Istri kamu juga sih!! Kenapa dia gak becus banget jadi istri, udah gak bisa ngerawat diri, sekarang ninggalin suami sama anaknya gitu aja." Jihan masih merasa kesal karena Rendi akan meninggalkannya begitu saja.
Namun, Rendi memilih tak menanggapi ucapan Jihan, ia merapikan pakaiannya yang berantakan lalu mengecup lembut dahi Jihan.
"Ya sudah aku pulang dulu." ucap Rendi lesu.
"Eh tunggu sebentar, Mas." Jihan bangkit bersama dengan selimutnya lalu meraih lengan Rendi.
"Sebentar lagi aku harus bayar uang sekolah anak-anakku, gajianku juga masih lama. Boleh gak aku minta uang, Mas." Jihan berkata semanis mungkin.
"Baiklah, nanti aku transfer." bibir Rendi mengukir senyum, ia tak pernah bisa menolak permintaan Jihan.
"Asyik.. Makasih ya Mas!!" Jihan mengecup pipi Rendi bahagia.
"Ya sudah, aku pulang dulu, kamu jangan keluyuran kemana-mana." Rendi mengusap lembut puncak kepala Jihan.
"Iya Mas."
Setelah berpamitan pada Jihan, Rendi pun meninggalkan apartemen Jihan dan bergegas pulang kerumah Bu Ajeng untuk menjemput Byan.
Setibanya dirumah Bu Ajeng, Rendi duduk menunduk bak maling ayam yang baru saja ketahuan, bersamaan dengan tatapan tajam yang ditunjukan Bu Ajeng.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga kamu? Apa dugaan Mama selama ini benar, kalau kamu memang selingkuh dari Riana?"
"Mama gak usah mikir macam-macam deh, kan aku udah bilang kalau tempat kerja Riana cukup jauh, jadi dia gak bisa pulang pergi dari rumah tiap hari." kilah Rendi.
"Kamu jangan terus-terusan bohongin Mama, dua minggu ini Mama terus menghubungi Riana, tapi nomornya tak pernah aktif. Selama ini Riana tak pernah lupa dengan jadwal kontrol Mama, dia juga tak pernah lupa mengirim uang untuk biaya keperluan Mama. Tapi, ini sudah lewat berhari-hari dan Riana masih belum mengirim uang untuk Mama. Sejak menikah sama kamu dia belum pernah seperti ini."
Rendi seketika menyesal karena dirinya lupa dengan jadwal kontrol rutin Mamanya dirumah sakit, biasanya Riana yang akan mengurus semuanya dan dia hanya memberi Riana uang secukupnya meski uang yang dia berikan sangat pas-pasan. Terkadang Riana sampai harus memakai uang tabungannya yang tak seberapa untuk mencukupi kekurangan.
Rendi hanya memberi Riana uang lima juta untuk mencukupi semua kebutuhan termasuk biaya rumah sakit Bu Ajeng dan juga semua keperluannya.
Bukanya tidak pernah Riana mencoba meminta jatah uang lebih, tapi ia sudah bosan dengan jawaban Rendi yang selalu saja sama.
"Jadi istri tuh gak boleh boros-boros, kita harus bisa nabung biar gak hidup sengsara dihari tua nanti."
Selalu saja jawaban itu yang Riana dapat dari Rendi, tak jarang Riana sampai harus pintar-pintar mengatur pengeluaran agar uang yang diberikan Rendi bisa cukup sampai bulan berikutnya.
"Nanti Rendi transfer, Ma." ucap Rendi lemah.
"Bukan masalah uangnya, tapi Mama mau ketemu sama Riana, Mama kangen sama dia. Walaupun kamu gak bisa mempertemukan Mama sama dia, tapi setidaknya ijinkan Mama bicara sebentar saja sama dia."
Rendi seketika dibuat kelimpungan, sebab, kepergian Riana, tak pernah sekalipun ia mencoba menghubungi istrinya itu.
"Tunggu apa lagi?? Cepat hubungi Riana." perintah Bu Ajeng.
"Iya sebentar, Ma."
Rendi merogoh ponselnya dari dalam saku, lalu mencari kontak Riana dan segera menghubunginya.
Namun, meskipun Randi sudah beberapa kali mencoba, panggilannya tak kunjung terhubung.
"Tuh kan gak bisa!! Mama makin khawatir, sebenarnya apa yang terjadi sama kalian? Riana sebelumnya tak pernah berbuat seperti ini." Bu Ajeng terlihat kebingungan memikirkan Riana.
"Mungkin Riana masih sibuk dengan pekerjaannya, Ma. Atau mungkin ponselnya sedang kehabisan batrai." Rendi mencoba menenangkan Bu Ajeng.
"Tapi masa iya ponselnya habis batrai terus? Mama menghubungi Riana hampir tiap hari, jadi gak mungkin kalau Riana hanya kehabisan batrai ponselnya."
"Ya mungkin aja,Ma. Bisa aja kan kalau pekerjaan Riana memang lebih banyak menggunakan ponsel, jadi batrai ponselnya lebih cepat habis." Kilah Rendi, kini ia sudah mulai kehabisan alasan.
"Bukankah kalau begitu, seharusnya ponsel Riana akan selalu aktif?"
Rendi hanya bisa mendesah lelah, setelah dirinya gagal bercinta dengan Jihan, kini dirinya harus mendapat omelan dari Mamanya, membuat kepalanya semakin pusing saja.
"
coba penulis dan pembaca siapa yg pingin pasangan Jihan Rendi bahagia?
aku sih terserah saja
tapi kalo dikampung kami pasangan pelakor oenghianat itu kita minta baik-baik untuk meninggalkan kampung demi kebaikan warga dan kebaikan pelaku zina tsb
kalo bahagia itu kan tergantung usaha
Amira juga bodoh egois udah dimintai tolong Darren buat bicara ke mami kalo mereka gak akan menikah!! ehh... malah ngotot dgn segala cara buat bisa nikahin Darren
Riana selain bodoh juga tolol paok pekok longor bittot
seperti gak kebagian akal Riana sampai gak bisa mikir betapa besar rasa malu besok
tokohnya berat buat jujur