NovelToon NovelToon
Dr. Brain

Dr. Brain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi / Horror Thriller-Horror / Kehidupan di Kantor
Popularitas:327
Nilai: 5
Nama Author: Here Line

Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3 : Pola Kasus Kematian

Ruang briefing dipenuhi ketegangan yang hampir bisa dirasakan di udara. Setiap agen duduk tegak di kursi mereka, tatapan fokus terpaku pada Greg dan sebuah layar besar di sampingnya~~~~.

Meski ruangan itu sepi, keheningan tersebut bukanlah keheningan yang nyaman, melainkan keheningan penuh tekanan. Suara detak jam di dinding seolah memperkuat suasana, sementara layar proyektor di depan memantulkan cahaya di tengah suasana remang, memunculkan data-data yang tak seorang pun dari mereka berharap untuk melihat.

Setiap informasi yang muncul hanya menambah tegang suasana.

Raisha, meskipun terlihat berbeda dengan hoodie pink, bisa merasakan ketegangan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Matanya yang tajam memperhatikan setiap pergerakan Greg, menanti apa yang akan disampaikan.

Meskipun ia belum berseragam, kehadirannya tetap terasa kuat di antara para agen lain. Detak jantungnya berpacu cepat, meski wajahnya tetap tenang, seolah tubuhnya siap bereaksi kapan saja terhadap kabar buruk yang akan segera diumumkan.

Semua agen tahu bahwa panggilan darurat seperti ini bukan hal biasa, terutama jika Greg yang langsung memimpin. Apalagi kali ini berdasarkan perintah langsung presiden.

Ruangan terasa semakin berat ketika Greg telah mempersiapkan semua informasi di slide, dan tatapan tajamnya terlempar ke arah para agen membuat semua orang diam tak berkedip.

Para agen tampak tegang, tubuh mereka kaku, menanti instruksi yang akan membawa mereka ke misi baru. Tidak ada yang berani bergerak, tidak ada yang berani berbicara. Suasananya bagai sebuah ketenangan sebelum badai, semua orang merasa, setelah penjelasan Greg, mereka akan dihadapkan pada tugas tak biasa.

“Selama minggu ini,” Greg memulai dengan suara berat, “terjadi serangkaian kasus orang-orang menghilang dari kalangan peneliti dan ilmuwan, juga... kasus kematian misterius dari berbagai kalangan orang penting yang membuat kami semua bingung. Mayat-mayat ditemukan tanpa jejak luka atau memar, seakan-akan mereka meninggal begitu saja tanpa ada tanda-tanda kekerasan fisik.”

Ruangan itu sunyi, hanya suara napas para agen yang terdengar. Mereka semua menunggu penjelasan lebih lanjut dari Greg. Kasus pembunuhan yang aneh ini sudah menjadi topik utama di kalangan agen selama beberapa hari terakhir, namun hingga saat ini tidak ada yang tahu bagaimana atau mengapa para korban meninggal.

“Setiap autopsi yang dilakukan hasilnya nihil,” lanjut Greg, sambil melirik layar yang mulai menampilkan foto-foto korban. “Tidak ada racun, tidak ada trauma fisik, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan apa penyebab pasti kematian mereka. Dalam beberapa hari terakhir, kami menemukan sembilan korban di berbagai lokasi berbeda.”

Greg berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap dalam pikiran semua agen yang hadir. Raisha duduk dengan tenang, tapi pikirannya terus bekerja, mencoba menganalisis setiap potongan informasi yang diberikan.

“Mayat-mayat ditemukan di lokasi yang sangat berbeda,” lanjut Greg. “Salah satunya ditemukan di depan pertokoan beberapa puluh meter dari rumahnya di kawasan menteng, dia adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan. Yang lainnya, seorang profesor di bundaran HI. Seorang perwira militer ditemukan tewas di ancol, dan ilmuwan ahli bioteknologi, yang dikenal sebagai otak dari banyak penelitian penting, ditemukan di pinggir jalan dekat hutan tak jauh dari laboratoriumnya. Korban-korban lainnya kami temukan di tempat yang berbeda lagi, di stsiun kereta api, di dekat pangkalan militer, di pelabuhan dan tempat-tempat lain.”

Informasi pembuka itu menggema di benak para agen. Para korban tampaknya memang merupakan tokoh-tokoh terkenal di bidang masing-masing, orang-orang yang memiliki profesi cukup penting. Jelas bukan kalangan biasa.

Namun, tak seorang pun dari mereka menunjukkan tanda-tanda cedera atau trauma fisik. Apa yang membuat mereka semua meninggal dengan cara yang sama misteriusnya? Itulah yang sedang dicoba dipecahkan oleh NIMBIS.

“Tapi, ada sesuatu yang baru kami temukan,” suara Greg terdengar lebih serius. Ia menatap seluruh ruangan, matanya menyipit seakan berusaha membaca reaksi semua agen. “Dan inilah alasan kenapa kalian semua dipanggil di hari libur.”

Ruangan semakin sunyi. Ketegangan di udara terasa semakin tebal. Bahkan Raisha, yang biasanya tenang dan terkendali, merasakan ada sesuatu yang lebih besar di balik kasus ini. Tangannya meremas tali hoodienya, berusaha tetap fokus.

“Pola yang kita temukan ini sangat jelas, namun sebelumnya tak ada yang menyadarinya,” Greg berkata sambil menggeser slide di layar besar. Foto-foto para korban muncul satu per satu, disertai dengan deskripsi singkat tentang mereka.

“Korban pertama,” Greg menunjuk foto seorang pria berusia lima puluh tahun, “Prof. Dr. Rinaldi Suryo, seorang ahli matematika yang dikenal dengan rumus ciptaannya yang digunakan di banyak bidang teknologi. IQ-nya 167.”

Semua mata tertuju pada foto itu. Rinaldi Suryo adalah nama yang tak asing bagi para agen, seorang ilmuwan terkemuka di bidang matematika terapan.

“Korban kedua,” Greg bergeser ke foto berikutnya. “Mayor Jendral Tito Mulyadi, perwira militer jenius yang dikenal karena taktik perangnya. IQ-nya juga di atas rata-rata, 153.”

Raisha mengernyitkan dahi. Mayor Tito adalah salah satu tokoh militer yang terkenal karena strategi militernya yang brilian. Kematian ini jelas bukan hal biasa.

“Korban ketiga, Julias Hartono,” Greg melanjutkan, “seorang pejabat jenius di kementerian pertahanan, ahli dalam strategi keamanan nasional. IQ-nya juga di atas 150, tepatnya 154.”

Setelah mendengar nama-nama itu, beberapa agen mulai saling berbisik. Mereka tahu betapa pentingnya para korban tadi bagi negara ini. Kejeniusan dan kehalian mereka semua tak tergantikan di negara ini.

“Dan yang terakhir,” Greg memutar slide ke foto seorang wanita, “Prof. Dr. Anastasia Widjaja, seorang ahli bioteknologi yang terkenal dengan kontribusinya dalam penelitian medis mutakhir. IQ-nya 162.”

Sebuah bisikan melingkupi ruangan. Agen-agen mulai saling berpandangan, beberapa tampak bingung, yang lain tampak gelisah. Raisha diam tak bergerak, menyadari bahwa semua korban ini memiliki satu kesamaan.

Greg menatap mereka semua dengan tajam, lalu berkata, “Ya, kalian semua sudah melihat polanya. Mereka semua adalah orang-orang jenius. Korban-korban ini memiliki IQ yang sangat tinggi, dan mereka adalah aset berharga bagi negara. Mereka ahli di bidangnya masing-masing.”

Kemudian Greg melanjutkan penjelasan mengenai korban lain, dan semua korban itu rata-rata memiliki IQ di atas 150.

Greg berhenti sejenak, memberi waktu bagi semua orang untuk mencerna informasi yang baru saja mereka dengar. Raisha merasakan kegelisahan semakin besar. Pembunuhan ini tidak hanya misterius, tapi juga terencana dengan cermat. Sasaran para pembunuh jelas: orang-orang dengan IQ tinggi, yang memiliki peran penting dalam kemajuan negara.

Tiba-tiba Greg terusik oleh notifikasi di komputernya. Reaksi halus di matanya menunjukan keterkejutan. “Mmm... ada informasi baru, ada satu hasil autopsi.” Greg melanjutkan dengan nada ragu, “Baru saja ditemukan  bahwa volume otak para korban rata-rata berkurang dari ukuran manusia biasa." tuturnya sambil membaca sesuatu di layar.

Greg tampak berpikir keras, dan sedikit gugup. Jelas ini kasus baru yang tak pernah ia hadapi sebelumnya. "Ya kecuali ini, hasil autopsi tak menemukan hal lain.”

Ruangan menjadi sunyi. Seperti Greg, setiap agen tampak terkejut dan tegang. Raisha merasakan ada sesuatu yang lebih gelap di balik kasus ini. Siapa yang cukup berani membunuh orang-orang penting tanpa jejak seperti itu? Dan yang lebih mengerikan, apa yang terjadi dengan otak para korban?

Greg kembali berdiri tegap berusaha menenangkan diri dan bersiap memberikan penekanan terakhir.

“Kita semua tahu bahwa korban-korban ini adalah aset penting bagi negara kita, termasuk orang-orang nomor satu di bidangnya,” Greg menatap para agen satu per satu. “Dan inilah kenapa Presiden sendiri yang memerintahkan misi ini.”

Suasana hening, penuh ketegangan.

“Kami sampai saat ini terus berusaha untuk menemukan pelaku sebelum lebih banyak aset berharga negara kita terbunuh. Dan tugas kalian adalah, melindungi orang-orang yang tercatat presiden sebagai orang yang perlu dikawal untuk dilindungi,”

Raisha menatap Greg, otaknya berputar cepat. Raisha tahu, tugas ini lebih dari sekadar tugas pengawalan. Ini adalah pertempuran untuk melindungi orang-orang terbaik yang dimiliki negara.

Setelah itu Greg membagi tugas untuk masing-masing agen, siapa melindungi siapa. Hampir semua agen mendapat tugas melindungi orang penting. Mulai dari kalangan ilmuwan, pejabat, guru besar, militer, tetapi hingga pembagian akhir Raisha belum mendapat bagian.

Greg memerintahkan kepada setiap agen untuk segara berangkat menuju tugas operasi masing-masing. Setelah itu Greg menatap Raisha, di matanya jelas terpampang bahwa ada tugas khusus baginya. “Raisha, kau punya waktu dua menit untuk ganti seragam. Setelah itu, saya akan beritahukan segera tugasmu.”

Ketika semua agen berdiri dan Raisha baru saja akan beranjak menuju ruang ganti, tiba-tiba seorang petugas dari bagian informasi datang ke ruang breafing dengan wajah tegang,

“Pak, maaf, kami menemukan sesuatu yang  mungkin berhubungan dan bisa jadi petunjuk baru… Baru saja ada kasus kematian, seorang guru besar ahli bela diri silat, mayatnya ditemukan di pinggir jalan di Bekasi, dan di dadanya ditemukan sebuah cap.”

Cap? Greg menyipitkan mata. Sementara para agen termasuk Raisha melirik. Semua berdiri mematung, bersiap mencerna informasi baru mengejutkan itu.

TBC

Dukung terus "Raisha & Arya" menghadapi kejahatan Dr. Brain di cerita ini ya teman-teman ! Jangan lupa LIKE, COMMENT, KASIH BINTANG & IKUTI Author, biar Author tambah semangat !!! Nantikan chapter berikutnya, daaah... !!!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!