"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Kedatangan Xiao Mandai
Udara di dalam Penjara Bawah Tanah terasa berat, dipenuhi dengan aroma lembap batu dan ketakutan yang terpendam.
Xin Mu, seorang wanita dengan kekuatan yang menyamai api Phoenix, berdiri di tengah ruangan, auranya berdesir dengan amarah yang tak terkendali. Jubah merahnya berkibar seperti sayap burung yang terluka, mencerminkan kehancuran yang berkecamuk di dalam dirinya.
"Enyahlah dari hadapanku!" Desisnya, suaranya seperti bisikan angin badai. Kebencian membara dalam hatinya, dipicu oleh kata-kata suaminya yang terkasih, "Pulanglah."
"Baik Bu!" jawabnya, suaranya hampir tak terdengar. Ia segera melangkah pergi, menghilang ke dalam lorong-lorong penjara yang gelap.
Xin Mu melirik Zhi Hao sebentar, lalu pandangannya beralih ke para penjaga penjara. Mereka berdiri kaku, wajah mereka pucat pasi, senjata mereka gemetar di tangan mereka. Mereka hanyalah kultivator dari Ranah Inti Energi, kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatan Xin Mu yang dahsyat.
"Pergilah kalian," desisnya, suaranya bergema di seluruh ruangan.
"Nyonya, ini tidak bisa. Kami bertugas di sini," jawab salah seorang penjaga, suaranya gemetar.
"Apakah kamu menentang otoritasku?" Xin Mu melotot, amarahnya terpancar dari matanya.
Para penjaga, yang tidak siap menghadapi kemarahan Xin Mu, langsung tersingkir oleh gelombang energi yang meluap dari tubuhnya. Mereka terlempar ke belakang, menghantam dinding batu, wajah mereka mengerut kesakitan.
Xin Mu melangkah maju, tekadnya bulat untuk melihat putranya. Dia akan melihatnya, tidak peduli apa yang menghalanginya.
"Betapa Nyonya itu tampak mengerikan. Baru kali ini aku melihatnya seperti itu," gumam seorang penjaga yang masih gemetar ketakutan.
Penjara Bawah Tanah itu seperti labirin yang gelap dan dingin, setiap sudutnya berbisik tentang kekejaman dan keputusasaan. Xin Mu bergerak melalui lorong-lorong yang sempit, setiap langkahnya bergema dengan amarah yang membara. Dia telah melihat kekejaman yang ditimbulkan oleh para penjaga ini, ketidakpedulian mereka terhadap kehidupan manusia. Ia bisa mendengar isak tangis kesakitan dari salah satu ruangan.
Dia mencapai sel terdalam, ruangan yang luas dan suram, dihiasi dengan jeruji besi yang tebal. Di dalam, terbaring seorang pemuda, tubuhnya kurus dan lemah, rambutnya yang dulunya hitam pekat kini memutih karena penyiksaan.
"Zhi Long," bisik Xin Mu, suaranya tersedak oleh emosi.
Pemuda itu mengangkat kepalanya, matanya kosong dan hampa.
"Ibu?" desahnya, suaranya serak dan lemah.
Hati Xin Mu hancur. Putranya, Zhi Long, anak laki-laki yang dulunya ceria dan penuh semangat, kini menjadi bayangan dirinya sendiri.
"Zhi Long, cintaku," kata Xin Mu, suaranya bergetar karena air mata. "Aku di sini sekarang. Aku akan membawamu pulang."
"Ibu," kata Zhi Long, suaranya dipenuhi dengan campuran rasa takut dan harapan. "Kenapa kau di sini?"
"Karena kau adalah putraku, Zhi Long," jawab Xin Mu, suaranya tegas. "Tidak peduli apa yang mereka katakan, tidak peduli apa yang mereka lakukan, aku akan selalu menjadi ibumu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
Tetapi benih keraguan telah ditanam. Sebuah pertanyaan berlama-lama di udara, sebuah bayangan yang mengancam untuk menelan kehangatan cintanya.
"Ibu," kata Zhi Long, suaranya gemetar. "Aku telah bersalah, aku tergoda oleh ambisi dan kekuasaan serta iri pada Pecundang itu yang tiba-tiba diberi kepercayaan mengambil Teknik Leluhur."
Xin Mu merasakan sakit yang menusuk di hatinya. Dia tahu jawabannya, tetapi dia tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakannya. Dia tidak tahan melihat rasa sakit di mata putranya, kesadaran akan potensi mengerikannya sendiri.
"Tidak masalah, Zhi Long," kata Xin Mu, memaksakan senyuman. "Kau tetap putraku. Dan aku akan selalu mencintaimu."
Tetapi bahkan ketika dia berbicara, dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang tidak beres.
Dengan gerakan yang penuh kekuatan, Xin Mu melambaikan tangannya dan seketika menghancurkan gembok besi yang tebal. Ia masuk ke dalam sel, menghampiri sang putra, Zhi Long, yang terbelenggu, lantas meremukkan rantai yang memenjarakannya dengan tangan kosong. "Kita akan pulang ke Sekte Naga Langit, tempat di mana kebesaranmu akan terpulihkan. Kakekmu akan menangis bahagia melihatmu kembali, dan di sana, kamu akan diangkat menjadi Tuan Muda, kedudukan yang jauh lebih mulia dibandingkan tempatmu sekarang di Klan Zhi," ucap Xin Mu dengan nada penuh keyakinan.
"Namun, apakah Kakek benar-benar bisa menerima kehadiranku lagi?" tanya Zhi Long dengan ragu, sorot matanya mencerminkan kerisauan.
"Kamu adalah darah dagingnya, warisan darahnya. Dia pasti menerima kamu," balas Xin Mu, matanya menatap dalam ke dalam mata Zhi Long, penuh dengan harapan dan kepastian.
"Maka, aku akan menempuh segala cara untuk menjadi kuat, Ibu," Zhi Long berbicara dengan tekad yang membara, mengingat kekalahan yang pernah diterimanya. "Zhi Hao telah membunuh Xiao Ming, musuh yang tak terkalahkan di Ranah Bumi Bintang dua. Frustrasi ini harus berakhir. Aku tidak mengerti mengapa dia begitu kuat, seolah ia telah bersekutu dengan kekuatan jahat. Mungkin saja dia membuat perjanjian dengan iblis."
"Iya, itu juga dugaanku, tapi mari kita tinggalkan tempat ini terlebih dahulu. Segala perbincangan bisa kita lanjutkan kemudian," ujar Xin Mu, menggiring putranya menjauh dari jeruji besi yang telah mengekangnya.
**
Matahari terik menyinari gerbang Klan Zhi, tetapi suasana di sana terasa dingin dan mencekam. Teriakan menggema di udara, "Zhi Sao, keluarlah kamu!"
Para penjaga Klan Zhi, yang berjaga di bawah gerbang, tersentak mendengar suara itu. Mereka menoleh ke atas, melihat sosok yang berdiri di puncak gerbang dengan aura yang kuat dan mematikan.
"Siapa kamu?" teriak salah seorang penjaga, suaranya gemetar.
Sosok itu, Xiao Mandai, hanya tersenyum sinis. Dengan satu lambaian tangan, angin kencang menerjang para penjaga, menghantam mereka ke tanah dengan teriakan kesakitan.
Di dalam Klan Zhi, Zhi Sao, pemimpin Klan, mendengar teriakan itu dengan jantung berdebar. Ia telah mendengar desas-desus tentang kekuatan Xiao Mandai, yang telah mencapai Ranah Bumi Bintang ke empat, kekuatan yang bahkan ia sendiri tak berani tantang. Namun, ia tidak melarang Zhi Hao, putranya, menghancurkan Klan Xiao karena ia tahu Xiao Mandai, meskipun kuat, tidak suka ikut campur dalam urusan orang lain. Apalagi sebelumnya ada perselisihan diantara mereka yang membuat Xiao Mandai tinggal di Sekte Lingyun saja tanpa pernah kembali ke Klan Xiao puluhan tahun lamanya
Zhi Sao, bersama beberapa tetua yang masih setia padanya, keluar dan datang ke Gerbang Utama Klan Zhi.
"Xiao Mandai," gumam Zhi Sao, matanya tertuju pada sosok yang berdiri di hadapannya.
"Apa yang membawamu ke sini?" tanya Zhi Sao, berusaha bersikap tenang.
Xiao Mandai menatap Zhi Sao dengan tatapan tajam, auranya berdesir dengan amarah yang terkendali. Ia melompat turun, mendarat di depan gerbang dengan gerakan yang cepat dan mematikan.
"Waspada, siapkan senjata!" seorang tetua berteriak, tetapi Zhi Sao melambaikan tangannya, menahan mereka. Ia mundur perlahan, matanya tetap tertuju pada Xiao Mandai.