cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ilmu Hui Fung (Angin Berkelebat).
Cin Hai, Yi Feng dan Ma Qiau mengumpulkan kayu bakar sudah lumayan banyak, tiga ikat besar sudah mereka dapat kan.
"Bagai mana kalau kita istirahat dulu Cin Hai, kan kayu bakar yang kita kumpulkan sudah cukup banyak!" ujar Yi Feng mengusulkan.
"Ya Cin Hai, Yi Feng benar, kita istirahat saja dulu!" sahut Ma Qiau.
"Baiklah!, kalian ikut aku, kita istirahat di pondok kakek ku, tidak jauh dari tempat ini!" Cin Hai segera berjalan menuju kearah pondok kakek Guan, yang dia buat di tengah hutan untuk berteduh bila kebetulan kehujanan.
Pondok seukuran dua depa persegi itu, dibuat cukup tinggi, seukuran tinggi tiga depa dari tanah, dengan lantai serta dinding nya terbuat dari kulit kayu kenanga, dan atap nya dari daun palm hutan.
"Kalian berdua istirahatlah dulu, aku mau mencari sesuatu dulu!" ujar Cin Hai sambil melangkah menjauhi kedua sahabat nya itu.
Sementara itu, Yi Feng dan Ma Qiau langsung naik ke pondok untuk merebahkan tubuh mereka yang kelelahan itu.
Tidaklah terlalu lama, Cin Hai pun Datang dengan menenteng se ekor kancil yang dia dapat dari berburu tadi.
Isi perut kancil itu sudah di bersihkan nya.
Rupanya Yi Feng dan Ma Qiau sudah tertidur karena kecapean mengumpulkan kayu bakar, sehingga tidak tahu jika Cin Hai mendapatkan seekor kancil gemuk.
Dengan mempergunakan batu api, Cin Hai menyalakan api untuk memanggang kancil itu.
Sebentar saja, aroma panggang kancil pun menyebar ke sekitar pondok.
"Yi Feng!, ..... Yi Feng!, .... bau apa ini?, seperti nya enak sekali?" tanya Ma Qiau pada Yi Feng.
Yi Feng bangkit dari tidur nya , hidung nya mengendus udara di sekitar nya, "kau benar, ini seperti aroma daging bakar Ma Qiau!" .......
"Iya, seperti nya berasal dari bawah pondok Yi Feng" .....
"Benar!, ayo kita lihat, siapa tahu Cin Hai membakar sesuatu untuk makan kita!" ......
Kedua sahabat itu bergegas turun ke bawah pondok.
Dan benar saja, mereka melihat Cin Hai sedang membakar sesuatu di api.
"Kemarilah kalian!, lihatlah aku dapat seekor kancil gemuk untuk makan siang kita, juga beberapa rebung bakar!" kata Cin Hai melambaikan tangan nya pada Yi Feng dan Ma Qiau.
"Waaaoooo!, kau ternyata hebat Cin Hai, kau sangat pandai memanah!" puji Ma Qiau tulus.
"Ini sudah matang Ma Qiau, bawalah keatas pondok, dan kau Yi Feng bawa bumbung air itu, aku membawa rebung rebung ini!" kata Cin Hai sambil mengumpulkan batang rebung yang sudah dia bakar itu.
Mereka bertiga segera naik kembali keatas pondok sambil membawa kancil bakar.
Di dalam pondok, Cin Hai menghampar kan daun pisang hutan sebagai alas, lalu menyayat daging kancil itu menjadi irisan kecil kecil, dihamparkan diatas daun pisang bersama rebung yang sudah dia bersihkan juga.
Cin Hai mengambil bumbung bambu kecil yang di gantung di sudut pondok, membuka tutup nya, lalu menaburkan bubuk garam yang ada di dalam nya, keatas daging kancil dan rebung itu.
"Ayo buka nasi nya, kita makan sama sama!" ajak Cin Hai pada kedua sahabat nya itu.
"Hmm!, rasa nya enak sekali Cin Hai, setiap hari seperti ini aku mau!" ujar Ma Qiau sambil mengunyah daging kancil nya.
"Kalau setiap hari seperti ini, kapan waktu kita belajar nya?" tanya Yi Feng.
"Cin Hai tanpa belajar, bisa hidup!" sanggah Ma Qiau lagi.
Cin Hai menatap kedua sahabat nya itu agak lama, "kalian berdua beruntung masih punya orang tua, dan orang tua kalian menitipkan kalian ketempat ini dengan biaya yang tidak sedikit, tentu dengan harapan supaya kalian bisa menjadi manusia berguna, aku sudah tidak memiliki semua itu, kakak ku satu satu nya juga sudah terpisah entah kemana?, jangan sia siakan harapan orang tua kalian, aku masih beruntung memiliki kakek Guan dan nenek Mou Ni yang menyayangi aku seperti cucu kandung nya sendiri, semua orang tahu aku anak yang memiliki Dantian cacat, maka nya semua orang menghindari sampah seperti aku, cuma kalian berdua yang mau bersahabat dengan ku!" ....
Yi Feng dan Ma Qiau menatap kearah Cin Hai dengan rasa iba sekali.
"Cin Hai!, dengarlah, meskipun orang orang menganggap kamu sampah, tetapi bagi kami, kau layak di sebut malaikat, hati mu tulus, satu hal lagi, Tian menganugerahkan Gwa Kang yang besar kepada mu , itu sangat mengagumkan sekali bukan?, kau bisa mengangkut ember besar tanpa berhenti dari sungai ke puncak Tung Hai!" ujar Yi Feng berusaha menghibur nya.
"Tetapi Dantian adalah inti dari Lwe kang, tanpa Dantian, Lwe kang juga tidak mungkin ada, apa lagi Sin Kang yang sebenar nya bagian lain dari Lwe kang, aku tidak mungkin memiliki semua itu!" ......
Cin Hai menatap kedua sahabat nya itu dengan tersenyum, "ayo makan lah lagi sekuat kalian, aku sudah sangat terbiasa hidup di tengah hutan bersama kakak ku dulu, bagi ku ini masalah sepele saja!" .....
Menjelang sore hari, mereka pulang dengan memikul masing masing seikat kayu bakar.
Karena hari belum terlalu sore, Cin Hai berpamitan dengan nenek Mou Ni untuk mandi ke sungai.
Setelah mendapatkan ijin dari nenek Mou Ni, Cin Hai segera pergi ke sungai lewat pintu belakang perguruan itu.
Cin Hai membawa sisa pinggang kancil dan rebung bakar serta nasi kearah sungai.
Sebenar nya, bukan mandi tujuan nya, tetapi menemui kakek Sin Kai Sian.
Setelah melewati hutan beberapa saat, akhirnya Cin Hai tiba di pondok kakek Sin Kai Sian yang sederhana sekali.
"Kakek!, Uu, kakek!, Cin Hai datang kek!" seru nya.
Laki laki tua renta itu keluar dari pondok nya dengan bertumpu pada tongkat bambu milik nya.
"Ada apa nak!, kenapa berteriak teriak seperti itu?" tanya nya.
"Ini kek, aku bawakan untuk kakek, tadi aku mencari kayu bakar bersama dua teman ku, sambil berburu tentu nya, dan aku dapat seekor kancil gemuk kek, ini makan lah, ku sisakan untuk kakek" ucap Cin Hai sambil menyerahkan bungkusan berisi nasi, beserta daging kancil dan rebung.
Kakek Pang Sin Sian menyambut pemberian dari Cin Hai.
"Ayo masuk kedalam Yo!" ajak kakek Sin Kai Sian mengajak Cin Hai masuk kedalam pondok nya.
Kakek Sin Kai Sian makan dengan lahap nya, hingga sebentar saja, makanan itu tandas di buat nya.
Setelah beberapa saat berlalu, kakek Sin Kai Sian memanggil Cin Hai agar duduk mendekat ke pada nya.
"Ada apa kek?" .....
"Kau tahu tentang ilmu Gin Kang?" tanya kakek Sin Kai Sian tiba tiba.
Sambil menggelengkan kepala nya, Cin Hai menjawab, "tidak tahu kek, ilmu apa lagi itu?" .....
"Ilmu Gin Kang adalah ilmu meringan kan tubuh, agar kau bisa bergerak seringan kapas dan selincah burung Hong , yang apa bila telah mencapai puncak nya, kau bisa mengendalikan dirimu, agar mengembang di udara seperti burung terbang, kau mau nak?" tanya kakek Sin Kai Sian.
Tentu saja Cin Hai dengan sangat antusias sekali, menyatakan keinginan nya untuk menguasai ilmu Gin Kang itu.
Kakek Pang Sin Sian segera menjelaskan teori teori tentang ilmu Gin Kang, serta mengajarkan tehnik tehnik latihan nya.
"Ketahuilah nak, jurus ilmu Gin Kang ini bernama Hui Fung yang terdiri dari sembilan tingkat, bila kau sudah menguasai tingkat yang ke sembilan, terbang bukan masalah sulit bagi mu!" tutur kakek Sin Kai Sian.
Ilmu Gin Kang bernama Hui Fung (angin berkelebat) ini sebuah ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat langka sekali, sama langka nya dengan ilmu silat Sin Kai Thien Tin (Pengemis sakti menggoncang langit) yang diajarkan kakek Sin Kai Sian pada Cin Hai itu.
Langka, karena jurus jurus dan ilmu Gin Kang ini sudah sangat lama sekali tenggelam oleh jaman, tidak ada seorang pun yang menguasai nya setelah Sin Kai Sian menghilang dari rimba persilatan, seperti lenyap ditelan Bumi, sekedar menjadi legenda dari mulut ke mulut saja lagi. Dan entah bagai mana cerita nya, sehingga tiba tiba saja Dewa pengemis itu muncul kembali di tanah Fangkea ini lagi.
...****************...
/Good//Good//Good//Good/
/Grin//Grin//Grin/
/Grin//Grin//Grin/
/Grin//Grin//Grin/