Anggita Dewi Asmara setelah kehilangan kedua orang tuanya ,kini Anggita tinggal memiliki seorang adik bernama Anjas Dwi Bagaswara adik laki laki satu satunya yang ada di dunia ini .
Namun , satu tahun yang lalu , Anjas divonis menderita jantung koroner hingga di haruskan menjalani perawatan intensif yang membutuhkan biaya ratusan juta setiap bulannya . dan Anggita tidak memiliki uang sebanyak itu , setelah keluarganya hancur dan menjadikan dirinya dan adiknya harus menjalani kehidupan yang sangat sederhana .
dan suatu hari datang seorang pria datang mengulurkan tangan padanya . dia bernama Maxsim putra Samudra , seorang presdir BIRTH AND MEETING GROUP . Yang memang sedang membutuhkan seorang istri kontrak untuk menghindari perjodohan .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08 Dingin seperti gunung es
"Tuan ." Rey masuk ke dalam mobil dan menunjukan cincin itu kepada Maxsim , yang duduk di kursi jok belakang .
Melihat cincinitu Maxsim hanya mengerutkan keningnya tanpa ada niatan untuk mengambilnya dari tangan Rey.
"Nanti saya akan mengembalikannya pada Nona Anggita , setelah selesai pertemuan tender ." kata Rey kemudian memasukan cincin itu ke dalam sakunya .
EL berati adalah Empat Lima Jewelery . Itu adalah salah satu toko perhiasan ternama di kota J . Cincin itu adalah cincin pernikahan Maxsim dan Anggita yang di pilih dan di pesan sendiri oleh Rey . Oleh karena itu pertama melihat cincin itu Rey langsung mengenali siapa pemiliknya .
***
Sementara di ruang pertemuan Anggita merutuki diri sendiri .
"Ceroboh ...ceroboh ...benar benar ceroboh ." gumam Anggita dalam hati .
"Seharusnya aku tidak perlu berlama lama mengagumi kemegahan gedung perusahaan ini . Dan langsung masuk saja ke dalam gedung . Dan tidak perlu ada kejadian ini perpapasan dengan mobil Maxsim ."
Meski kejadian itu bukanlah sebuah kejahatan yang dia lakukan , Tapi Anggita tidak mau berharap Maxsim tahu tentang dirinya yang datang mengikuti tender mewakili perusahaan nya Moon light group.
"Semoga saja dia tidak melihatku ." batin Anggita dengan nada berharap . Dia masih tidak menyadari jika telah menjatuhkan cincin pernikahan yang tak sengaja lepas saat dia terjatuh .
Pada saat ini Maxsim memasuki ruang pertemuan dengan di dampingi oleh Rey . Seluruh perwakilan dari sepuluh perusahaan segera berdiri dengan serempak termasuk Anggita .
Ketika Maxsim berjalan di dekatnya , punggung Anggita langsung berkeringat dia menjadi sangat gugup.
"Dia tidak menyadari keberadaan ku , kan? ."batinya saat Maxsim telah melewatinya .
Untuk sesaat Anggita merasa sedikit tenang , tapi Rey yang berjalan di belakang tiba tiba berhenti di depannya , lalu secara diam diam dia menyerahkan sebuah cincin .
Anggita melihatnya dan langsung mematung melihat itu adalah cincin pernikahannya . Spontan Anghita menatap Rey yang tersenyum samar padanya , kemudian berjalan mengikuti tuannya .
"Kenapa cincin ini ada di tangan dia ? Apa aku menjatuhkan saat aku jatuh tadi ."?
Rasanya Anggita ingin segera lari dari tempat itu saat itu juga . Niat hati ingin menghadiri tender secara diam diam tapi malah ada kejadian seperti ini. Benar benar tidak sesuai dengan keinginannya .
Acara Tender segera di mulai , beberapa wakil dari perusahaan langsung mempresentasikan dan menjelaskan tentang kelebihan yang di miliki oleh perusahaan masing masing , Anggita juga melakukannya dengan sangat baik . Meski cukup gugup di saat Maxsim menatap matanya . Tapi dengan sekuat tenaga dia menahan diri agar tidak melakukan sebuah kesalahan sedikitpun .
Alhirnya pertemuan itupun berakhir , setelah sepuluh wakil perusahaan menyerahkan proposal . Maxsim lebih dulu keluar meninggalkan ruangan pertemuan yang di susul kemudian oleh Rey dan perwakilan dari perusahaan yang lain .
Anghita membutuhkan waktu lebih lama untuk merilekskan kakinya yang terasa kesemutan .
"Ini bukan pertama kalinya aku mengikuti pertemuan tender , tapi di tatap langsung olehnya benar benar membuatku gugup." batin Anggita lalu mengambil tasnya untuk meninggalkan ruangan itu .
Saat akan menuju ke lift dia berpapasan dengan Reymond . Meski begitu Anggita tetap bersikap formal dan berpura pura tidak mengenalnya , tapi Rey malah berinisiatif menyapanya .
"Nona Anggita ." sapa Rey sambil menundukan kepalanya .
Anggita sontak membulatkan matanya , sambil celingukan ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jika tidak ada orang di sekitarnya .
"Su sudah aku bilang , jangan bersikap seperti ini saat ada di luar . Ini bisa membuat orang lain salah paham." lirih Anggita .
"Tapi di sini tidak ada orang lain selain kita berdua . " jawab Rey .
Anggita Akhirnya mengalah , dia tidak berdebat . Dia tahu bagaimana sifat sekretaris suaminya itu yang sangat kaku dan penuh formalitas .
Mungkin sebelas dua belas dengan tuannya itu , yang dingin seperti gunung es .
"Apa ada pesan darinya ." lirih Anggita sambil melirik diam diam . Rey pun mengangguk .
"Nona Anggita pulang kantor jam berapa ." dua alis Anggita langsung menyatu .
""Seperti biasa ,jam lima sore . Kenapa bertanya begitu ?." tanya Anggita penasaran .
"Tuan ingin mengajak Nona Anggita ke suatu tempat . Jadi saya bertugas untuk menjemput Nona Anggita saat pulang ." jelas Rey sesingkat mungkin .
Penjelasan Rey sekali lagi membuat mata Anggita menyipit ." Tapi aku berangkat ke kantor membawa mobil ....
Sebelum Anggita membuat alasan Rey segera memotong ucapan Anggita ." Nona Anggita bisa meninggalkan mobil Nona di perusahaan . Saya akan datang tepat waktu ." ucap Rey dan langsung pergi meninggalkan Anggita yang masih diam mematung .
"Pergi ? Pergi ke suatu tempat ?."
Anggita yakin , ini adalah pertama kali nya Maxsim mengajaknya pergi keluar . Mungkin terdengar aneh mengingat pernikahan mereka sudah berjalan satu tahun , tapi sekali lagi Anggita harus ingat kalau pernikahan mereka hanya kesepakatan hitam di atas putih .
***
Setelah kembali ke perusahaan Anggita masih saja memikirkan tentang ajakan Maxsim untuk keluar setelah pulang kerja . Namun sebanyak apa dia memikirkan nya tetap tidak berhasil menebak apa yang ada dalam kepala nya .
"Mbak Anggita ." Seruan Sinta membuyarkan lamunan Anggita . Gadis itu datang sambil memukul meja membuat Anggita melototkan mata padanya .
"Sinta , kamu suka sekali membuat orang jantungan nya , ya ."
Alih alih meminta maaf Sinta malah tersenyum seakan tak berdosa ." Salah mbak sendiri , aku udah panggil panggil dari tadi , tapi mbak Anggita malah asyik sendiri melamun tidak jelas ."
Anggita memutar kursinya menghadap ke arah Sinta ." Sekarang ada apa ? Ada masalah apa yang ingin kamu sampaikan ."
"Aku inhin mengundang mbak Anggita , untuk datang ke rumah baru aku ."
"Apa ?"
Anggita spontan menyipitkan matanya mendengar ucapan Sinta . Dia masih ingat kemari gadis ini masih mengeluh tentang biaya cicilan yang membludak . Tapi sekarang sudah punya rumah baru ?
Sinta yang menyadari tatapan aneh Anggita , segera menjelaskan .
"Mbak Anggita sayang . Aku sebenarnya anak tunggal di keluargaku . Jadi ayah dan ibuku tidak tega lihat aku luntang luntung di kota ini sendirian . Sebenarnya aku juga tidak mau ,aku ingin hidup mandiri , tapi mereka memaksa untuk membelikan rumah , yang tidak begitu jauh dari perusahaan ."
"Mbak Anggita , kamu akan datang kan ? Yang lain sudah setuju ."ucap Sinta sambil menatap beberapa teman satu devisinya .termasuk Rosa yang kini mengangkat jempolnya dengan senyum konyol di wajahnya .
Anggita tertawa lirih , tapi sayang dia harus menolaknya .
"Maaf , kebetulan sekali aku tidak bisa datang , kalian aja yang pergi ."
Sinta yang telah bersemangat mendadak menjadi lesu mendengar jawsban Anggita .
"Ah mbak Anggita , kenapa kamu selalu sibuk . Setiap akhir pekan pun tidak bisa saat aku ajak pergi .sekarang bukan akhir pekanpun tetap tidak bisa ."
Anggita hanya bisa meminta maaf atas hal ini . Bukan karena tidak ingin , tapi setiap akhir pekan dia harus di rumah menunggu Maxsim pulang . Jadi dia tidak mungkin krluar rumah pada saat itu .