Ranum Nayra harus hidup menderita dengan sang ibu serta adiknya yang masih balita, setelah ayahnya memilih menikah lagi dengan wanita kaya raya yang baru dikenalnya.
Apakah Ranum akan tabah menerima setiap takdir yang sudah tertulis untuknya?
atau malah sebaliknya menyerah di tengah jalan?
Cus, di baca bastie supaya nggak penasaran😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Angel
"Aku pokoknya tidak mau kalau kedua anak Mas tinggal di rumah kita ini!" Intonasi nada suara Angel terdengar begitu tinggi.
"Sayang, kemana lagi mereka harus pergi?"
"Terserah Mas, yang terpenting mereka tidak tinggal di rumah ini karena aku dan Bianca tidak mau terinfeksi virus kemiskinan yang mereka bawa." Angel benar-benar tidak setuju kalau Ranum dan Aish akan tinggal di rumahnya. "Bawa saja mereka ke panti asuhan, itu lebih baik dari pada harus tinggal disini."
"Sayang, Mas tidak mau kalau kedua putri Mas harus hidup menderita lagi, ayolah terima saja Ranum dan Aish untuk tinggal disini bersama kita." Rudy berusaha membujuk Angel supaya membiarkan kedua putrinya untuk tinggal di rumah mereka. "Mas berani menjamin kalau kehadiran Ranum dan Aish disini, tidak akan membuat Mas pilih kasih dengan putri kita Bianca. Tolong kamu percaya dan yakin atas apa yang Mas katakan ini."
"Mas, mana ada seorang istri yang mau menampung anak suaminya yang di dapat dari wanita lain, coba Mas jelaskan dan katakan siapa wanita itu?" tanya Angel dengan sorot mata tajam.
Saat mendengar itu Rudy langsung berdiri dari duduknya dan segera menghampiri Angel yang sedang berdiri di dekat jendela sambil berdekap tangan. "Sayang, kaulah wanita yang berhati malaikat itu yang mau menampung kedua putri Mas di rumah ini," jawab Rudy sambil memeluk istrinya dari belakang. Ia berharap semoga dengan jawabannya yang tadi Angel akan berubah pikiran dan akan mau membiarkan Ranum dan Aish tinggal bersama mereka. "Lagipula Ranum sudah besar, lumayan tenaganya juga pasti bisa digunakan untuk membantu-bantu Bi Inem bersih-bersih atau beres-beres di rumah ini."
"Wah benar juga kata Mas Rudy, mengingat sekarang tenaga Inem mulai berkurang karena faktor usia, bagaimana kalau aku membiarkan saja anak gembel itu tinggal disini, hitung-hitung sebagai pembantu gratis." Angel membatin dan tanpa Rudy tahu ia menyunggingkan senyum simpul yang tersimpan sejuta niat buruknya kepada Ranum.
"Bagaimana Sayang, apa kamu setuju dengan ide Mas ini?"
"Karena Mas terus memaksa, maka aku tidak bisa menolak lagi karena aku sadar kalau rumah ini adalah rumah hasil kerja keras Mas juga." Pada Akhirnya Angel menyetujui kedua putri Rudy tinggal dirumah mereka.
"Mas memang tidak pernah salah telah memilihmu sebagai istri Mas, karena Mas tahu kalau kamu ini adalah wanita baik." Kalimat pujian itu keluar begitu saja dari mulut Rudy. "Kalau begitu mari kita makan malam dulu Sayang, mungkin Ranum, Aish, dan Bianca sudah menunggu kita di ruang makan," katanya dengan senyum yang terukir di bibirnya.
"Ayo Mas, karena aku merasa perutku sudah minta diisi," balas Angel menimpali Rudy. "Tapi sebelum itu, Mas lepas dulu dong pelukan ini." Sesaat setelah mengatakan itu Rudy melepaskan pelukannya.
Kemudian mereka berdua lalu berjalan beriringan menuju ruang makan.
***
"Makan yang banyak, supaya Aish cepat besar seperti kak Ranum," kata Rudy mengelus kepala Aish saat balita itu sedang asik mengunyah bubur yang disiapkan oleh Inem. "Setelah Aish makan, tolong Bi Inem langsung saja bawa dia masuk ke kamar yang ada di atas, karena mulai sekarang kamar Aish dan Ranum di sana," ujarnya.
"Baik Tuan, saya akan langsung membawa Dedek Aish untuk masuk ke dalam kamarnya, kalau nanti makanannya sudah habis," sahut Inem.
"Ma, apa benar dua gembel ini akan tinggal di sini?" tanya Bianca dengan cara berbisik di telinga Angel.
"Stt, nanti kita bahas itu sayang, saat ini yang perlu kita lakukan adalah berpura-pura baik di depan ayah kamu." Angel menjawab dengan cara berbisik juga. Agar Rudy tidak mendengarnya.
"Lho, kok makannya cuma dilihat doang, kenapa nggak di makan?" Rudy tiba-tiba bertanya kepada Ranum yang hanya bengong saja memperhatikan semua lauk yang terhidang di atas meja. "Apa Ranum tidak suka dengan lauknya? Kalau iya, katakan saja supaya Ayah bisa menyuruh Bi Inem untuk memasak lagi sesuai lauk yang Ranum inginkan."
Bukannya menjawab Ranum malah menunduk, karena ia tiba-tiba saja mengingat bagaimana ia dan almarhum ibunya mengganjal perut mereka hanya dengan meminum segelas air putih saja. Hatinya terasa sesak karena di saat ia dan ibunya dulu menahan lapar, ternyata disini lain ayahnya bisa makan sesuka hati seperti saat ini.
"Ibu, rupanya Ayah disini memang memakan makanan yang enak-enak, sedangkan kita dulu sudah beli nasi saja tanpa lauk senangnya sudah luar biasa." Ranum membatin hingga tidak terasa air matanya lolos begitu saja. Di saat mengingat ibunya rela tidak makan hanya demi dirinya. Hatinya semakin terasa seperti tertusuk duri saat ia mengingat masa sulit-sulit itu.
"Ayah ganti ya, sekarang tinggal sebut mau makan apa? Biar Ayah sendiri yang membuatnya untuk Ranum." Rudy mengelus pundak putrinya yang masih menunduk. "Sebut saja jangan merasa malu."
Ranum menggeleng. "Aku tidak lapar Ayah, aku cuma mau beristirahat saja."