Noda Di Seragam SMA
"Apa Ranum pergi ke rumah Ayah saja Bu, untuk meminta pinjaman?" tanya Ranum kepada ibunya yang terbaring lemah tak berdaya sudah lima hari belakangan ini.
Rita terlihat menggeleng tanda tidak setuju. Karena ia tahu suaminya itu tidak mungkin dengan cepat memberi pinjaman kepada Ranum. "Tidak usah 'Nak, nanti Ibu juga akan sembuh dengan sendirinya. Kamu tidur saja ini sudah malam," ucap Rita menjawab dengan suara bergetar, sebab wanita paruh baya itu menahan rasa sakit pada perutnya.
Ranum yang melihat itu semakin membulatkan tekadnya untuk pergi ke rumah ayahnya, hanya untuk meminjam sejumlah uang supaya ia bisa membawa sang ibu untuk pergi berobat kerumah sakit.
"Ibu, untuk kali ini saja biarkan Ranum kesana," pinta Ranum berharap supaya Rita mengizinkannya.
"Nak, tidur besok pagi kamu harus sekolah, jangan usik kehidupan Ayahmu yang sudah bahagia dengan istri barunya," balas Rita menimpali Ranum.
Dada Ranum saat ini terasa sasak saat mendengar Rita berkata demikian, di saat sang ibu sakit tapi ayahnya malah memilih menikah lagi, miris sekali bukan?
"Tidak Bu, aku akan tetap kesana. Bagiku kesembuhan Ibu lebih penting aku tidak peduli Ayah akan marah atau tidak," gumam Ranum membatin.
"Apa kamu mendengar Ibu, Ranum?" tanya Rita yang melihat Ranum hanya diam saja.
"Iya, Bu. Ranum tidur dulu," jawab Ranum, ia lalu berpura-pura memejamkan mata supaya Rita percaya.
Setelah beberapa menit berlalu Rita tampaknya sudah terlelap, Ranum kemudian memandang wajah ibunya yang terlihat sudah ada garis kerutan di wajahnya. Ia juga memandang wajah Aish adiknya yang masih balita sama lelapnya juga dengan sang ibu.
"Aku harus pergi, sebelum Ibu bangun." Ranum bergumam di dalam hatinya. Ia lalu
dengan hati-hati bangun dari tidurnya, kemudian berjalan keluar dari gubuk reot yang sudah tidak layak di tempati itu.
"Ini semua demi Ibu, aku harap Ibu tidak marah kepadaku," ucap Ranum lirih.
*
Di malam yang sunyi dan sepi Ranum berjalan menyusuri jalan raya yang masih ramai dengan mobil yang berlalu lalang, ia hanya membawa segenggam keyakinan meskipun itu terdengar mustahil karena ia tahu ayahnya mungkin saja mengusir dirinya.
"Ya, Allah. Jadikanlah aku hamba yang selalu tabah menerima setiap takdir yang Engkau berikan," gumam Ranum pelan sambil terus berjalan. Rumah sang ayah memang letaknya sangat jauh tetapi, ia sama sekali tidak memperdulikan itu semua baginya yang ada di dalam pikirkannya harus cepat sampai.
Saat ia berjalan tiba-tiba sebuah angkot berhenti di dekatnya.
"Mau kemana Neng, malam-malam begini? Ayo naik abang antar," kata supir angkot itu menawarkan Ranum tumpangan.
"Terima kasih Pak, tujuan saya sudah dekat," jawab Ranum dengan senyum ramah, ia terpaksa mengatakan itu karena ia tidak memiliki uang sepeserpun untuk ongkos naik angkot itu.
"Ya sudah, hati-hati Neng." Kemudian sopir angkot itu pergi meninggalkan Ranum yang masih dengan tersenyum manis.
Jujur saja sebenarnya saat ini kaki Ranum merasa sangat pegal karena gadis itu sudah berjalan terlalu jauh.
***
Setelah beberapa jam dalam perjalanan akhirnya Ranum sampai di rumah sang ayah. "Alhamdulillah, sudah sampai semoga Ayah ada di dalam." Ia berdiri di depan pagar besi yang menjulang tinggi. "Pak ...," panggilnya pada satpam yang kebetulan mengenal dirinya, Ranum pun langsung membuka gerbang.
Ini bukan yang pertama kalinya ia datang ke rumah ayahnya, dulu ia pernah datang hanya meminta tanda tangan sang ayah waktu ia baru pertama kali masuk sekolah SMA.
"Non, sama siapa?" tanya satpam itu menyapa Ranum dengan sangat ramah. Sambil celingak celinguk ingin memastikan kalau Ranum ada yang mengantarnya. Tapi nyatanya Ramun memang benar-benar datang sendiri.
"Sendiri Pak, apa aku boleh masuk?"
Satpam itu tidak tega melihat raut wajah Ranum yang sepertinya rela berjalan menempuh puluhan kilometer untuk bisa sampai. Jadi, ia mempersilahkan Ranum untuk masuk meski ia tahu ibu tiri Ranum pasti akan marah-marah. "Silahkan Non, ibu ada di dalam," ucap satpam itu pelan.
Deg, jantung Ranum merasa akan ada sesuatu yang terjadi setelah mendengar ibu tirinya ada di rumah. "Aku masuk dulu pak, kalau begitu." Ranum kembali berjalan di halaman rumah yang luas itu.
*
Beberapa saat Ranum sudah berdiri di depan pintu, ia menekan bel beberapa kali tapi belum juga ada yang membuka pintu untuknya.
"Apa didalam tidak ada orang?"
Ia yang sudah merasa menunggu terlalu lama berniat pergi dari sana namun saat ia akan berbalik pintu itu tiba-tiba saja terbuka terlihat wanita paruh baya yang seumuran dengan ibunya tersenyum ramah kepadanya. "Assalamualaikum, Bik."
"Waalaikumsalam Non, mari masuk," ajak asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di rumah itu.
"Apa Ayah ada di dalam, Bi?" tanya Ranum yang ingin memastikan sang ayah ada didalam.
Asisten rumah tangga yang bernama Inem itu terdiam sebelum menjawab pertanyaan Ranum.
"Bi, ayah ada 'kan?" Ranum mengulangi pertanyaannya lagi.
"Hm … bapak, baru saja pergi keluar kota Non, mungkin lusa baru pulang," jawab Inem pelan.
Saat mendengar itu harapan Ranum menjadi pupus, karena sang ayah tidak ada di rumah.
"Non bisa duduk di dalam dulu, bibik akan buatkan minuman pasti saat ini Non sangat haus."
Ranum menggeleng, tujuannya saat ini hanya ingin bertemu dengan ayahnya.
"Tidak usah Bi, Ranum pulang saja."
Tapi siapa sangka ibu tiri Ranum yang bernama Angel sudah berdecak pinggang di belakang Inem. "Berani-beraninya kamu menginjak rumahku dengan kaki kotormu itu, pergi kamu dari sini!" teriak Angel saat melihat wajah Ranum.
"Tante, Ramun kesini hanya mau ketemu Ayah," kata Ramun menimpali dengan suara lemah lembut.
"Dasar gembel! Tidak punya malu aku tahu kamu kesini hanya untuk meminta uang!" Tatapan sinis terpancar jelas di kedua mata Angel.
Hati Ranum menjadi sakit ketika mendengar kalimat pedas ibu tirinya. Saat ia akan meraih tangan Angel tiba-tiba saja Bianca anak Angel datang.
"Ada apa sih Ma, kenapa ribut-ribut?" tanya Bianca yang mendengar Angel marah-marah. Tapi setelah melihat siapa yang berdiri di depan pintu Bianca langsung tersenyum mengejek, melihat penampilan Ranum yang memakai baju begitu lusuh. "Gembel dari mana ini Ma? Kenapa bisa datang ke sini?" tanyanya lagi meledek Ranum.
"Entahlah, Mama juga tidak tahu," jawab Angel dengan eksperesi wajahnya yang datar.
Namun, siapa sangka Ranum malah langsung berlutut untuk yang pertama kali di depan Angel dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. "Aku ingin pinjam uang tante, untuk biaya berobat Ibu," ucap Ranum lirih.
"Apa aku peduli? Tidak …! Meski ibumu mati sekalipun!" ketus Angel membentak Ranum.
"Untuk kali ini saja tante, aku mohon … ." Ranum rela merendahkan harga dirinya dengan cara bersujud di bawah kaki Angel.
"Singkirkan tangan kotormu dari kaki ku!" Angel memekik karena kesal.
"Tante aku mohon, aku tidak tahu lagi harus kemana."
Bianca dan Inem hanya bisa diam saja menyaksikan itu semua, tapi raut wajah Bianca tampak bahagia sedangkan raut wajah Inem terlihat seperti sedang menahan air mata agar tidak tumpah.
"Perempuan menjijikan! Urus saja pengemis ini, aku mau pergi dulu, Ma," kata Bianca yang malah berpamitan untuk pergi.
Angel hanya menjawab Bianca dengan anggukan kecil.
Sedangkan Ranum masih saja memegang kaki Angel, ibu tirinya yang tidak punya perasaan itu.
"Kenapa masih di sini? Pergi sekarang juga dan jangan pernah kamu datang lagi ke rumahku!" Usir Angel dengan suara melengking.
Inem diam-diam mengusap air matanya yang tadi sempat ia tahan. Namun, pada akhinya tetap lolos membasahi pipinya.
"Kenapa Bibi diam saja, seret anak perempuan murahan ini!" geram Angel yang melihat Inem hanya diam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 385 Episodes
Comments
Allenn
Namanya Angel... tp kelakuannya?
2024-07-14
0
Karen Nayla
kasihan sekali anak itu
2024-07-06
2
Anonymous
.
2024-07-02
1