Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Bibi, kamu tidak perlu khawatir padaku lagi!” kata Shima, sambil berjalan ke dalam dia hendak menghindari Deril.
Candra mengantarkan Deril sampai di beranda rumah, lalu menyimpan payung di sana. Dia akhirnya tahu kenapa Deril memintanya buru-buru menyiapkan mobil, ternyata demi wanita itu.
Hampir setahun tidak pernah melihat nyonya muda keluarga Deril, tubuh Shima terlihat semakin kurus. Wajahnya yang dulu selalu segar merona terlihat pucat dan bibirnya tidak memakai lipstik dan riasan sama sekali.
Kerudung warna putih di kepalanya dan baju gamis panjang yang menutup seluruh tubuh, semuanya basah. Sehingga, terlihat menjiplak body indahnya di depan mata semua orang. Pakaian itu terlihat lusuh, tapi tidak mengurangi kecantikan pemakainya.
Candra terlihat bingung dan prihatin. Dahulu, dia mengantarkan Shima kembali ke apartemen kecil, di dekat rumah sakit kota. Semua atas kemauannya sendiri yang dipicu oleh kelakuan Deril padanya.
Deril selalu menuruti keinginan Karina yang dengan lancang meminta semua barang-barang milik Shima. Hal itulah yang membuat Shima pergi dari rumah, yang telah sekian tahun dia tempati bersama suaminya.
Waktu itu, Candra ada di sana, menyaksikan kepedihan istri Bos yang tidak berdaya. Sekarang, keadaan Shima jauh lebih menyedihkan dari saat terakhir kali dia melihatnya.
Kebetulan Shima memiliki apartemen yang dekat rumah sakit, hingga lebih mudah menengok ayahnya.
“Nyonya, bajumu basah, sebaiknya cepat di ganti,” kata pelayan saat berjalan di sisi Shima.
“Tidak apa-apa.” Shima tersenyum tipis, panggilan Nyonya sudah lama tak didengarnya.
Walaupun, mereka akan bercerai, tapi sepertinya Deril tidak akan merubah sikap. Buktinya, dia langsung membuka pintu kamar dan berteriak.
“Masuk!”
Tanpa menunggu perintah dua kali, Shina menurut dan masuk ke kamar mereka dan berjalan mendahului Deril. Dia tidak ingin dilihat oleh orang lain saat bertengkar dengan Deril.
Ini aneh sekali dia mengizinkan istri yang mau bercerai masuk ke kamar istri simpanannya.
Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah satu tahun, tidak mungkin Deril menginginkan untuk bercumbu.
“Apa semua ini maksudmu, Deril? Apa kamu gak takut kalau Karina tahu aku di sini? Gimana kalau wanita selingkuhan kamu itu marah?”
“Selingkuhan?”
“Ya, apa namanya kalau bukan selingkuh? Dia gak punya hubungan apa-apa sama kamu, dia istri kakakmu yang sudah meninggal, kamu gak menikah sama dia tapi menjadi suami siaga baginya, apa nama hubungan kamu kalau bukan selingkuh?”
“Diam!” teriak Henry saat Shima akan kembali melangkah ke arah pintu.
Shima kebingungan dengan sikap Deril yang menahannya, seperti menahan anak kecil agar tidak keluar rumah untuk jajan.
Tadi, setelah selesai menghubungi Deril di rumah sakit, dia sadar akan segera turun hujan dan dia akan pulang ke apartemen. Dia berniat menghubungi pengacara agar mengurus surat perceraian untuk kesekian kalinya.
Namun, hal yang tidak terduga terjadi, justru Deril membawanya ke sini.
Sekarang mereka akan bercerai, seharusnya dia tidak perlu takut lagi pada Deril. Tidak perlu taat sebagai istri yang Soleh seperti dulu. Namun, perasaan itu masih ada, ya, karena Shima masih sangat mencintainya.
“Biarkan aku ke luar dari sini! Aku gak mau tinggal sama kamu lagi, Deril!” kata Shima, dengan menahan rasa dingin mulai menjalar ke perutnya, hingga terasa sakit seperti diaduk-aduk.
“Apa kamu masih punya hak menolakku, Shima?” kata Deril sambil memegang dagu Shima.
“Tidak, tapi sekarang kita sudah berce—“
"Sudah kubilang diam!"
“Deril, tolong lepaskan tanganmu! Ini sakit!”
“Shima, kamu jangan menggunakan trik murahan ini padaku lagi!” Deril berkata sambil melepaskan tangannya.
Trik murahan apa coba?
“Apa kata orang di rumah, aku ini hanyalah mantan istri! Benar, kan, Pak Deril?”
“Kamu panggil aku apa?” tanya Deril, suaranya meninggi dan matanya mengirimkan tatapan tajam pada Shima.
“Pak Deril, kita bisa bertemu lagi di pengadilan nanti, jadi, izinkan saya pulang sendiri, saya gak mau Karina marah.”
Deril diam saja sambil menggeretakkan gigi, sedangkan Shima semakin merasa sakit di perutnya. Suasana di kamar itu semakin dingin, bukan karena baju Shima yang basah, tapi juga karena AC dan sikap Deril padanya.
Di luar jendela, hujan tampak mulai reda dan orang-orang kembali berlarian. Mereka memulai aktivitas yang tertunda beberapa saat lamanya. Rintik-rintik sisa air seperti balon-balon kecil yang menempel di kaca, ada juga yang luruh setelah isinya penuh. Alirannya membuat serupa garis berliku di sepanjang jendela.
Shima menatap Deril dari samping sekilas, lalu menunduk lagi. Ada rasa rindu pada pria itu, tapi sekarang tidak mungkin menjangkaunya. Dia terlalu lelah untuk terus bicara. Tidak lagi mungkin mengulurkan tangan, lalu mengusap wajahnya.
Sebelum kehadiran Karina, mata hitam itu selalu menatapnya penuh cinta.
Deril adalah pria yang ditemuinya di taman sekolah, saat bunga-bunga flamboyan bermekaran. Dia melihat seorang pria yang sangat tampan berjalan ke arahnya. Hidungnya mancung dan mata hitamnya, dinaungi alis tebal lurus yang memancarkan rasa percaya diri begitu tinggi.
Selama di sekolah, Shima belum pernah melihat pria seperti itu memasuki sekolanya.
Lalu, dia mengagetkan Deril dengan senyum lebar, sambil menyibakkan kumpulan bunga Dahlia.
“Ba!” kata Shima sambil mengacungkan setangkai bunga dahlia, dia berdiri secara mendadak di hadapan Deril.
Deril sempat terkejut sebentar, tapi senyum gadis itu sukses membuat hatinya bertalu-talu. Suara riuh di jantungnya terdengar bahagia. Tiba-tiba dia ingin memiliki senyum Shina untuk selamanya.
“Kamu pasti terkejut!” kata Shima sambil tertawa kecil. Tingkahnya lucu.
“Tidak juga!”
“Siapa namamu? Aku belum pernah melihatmu di sekitar sini, apa kamu sekolah di sini juga?” tanya Shima sambil menatap Deril dari ujung rambut sampai ujung kaki. Senyumnya sudah hilang, tapi lesung pipi justru terlihat saat wanita itu cemberut.
Lucu sekali.
Diam-diam mereka berdua sama-sama jatuh cinta.
Penampilan Deril sangat memukau hati Shima. Pria itu memakai kemeja putih yang benar-benar putih dengan celana warna hitam. Itu bukan seragam sekolahnya. Namun, penampilan itu begitu menggoda. Apalagi dia sangat tampan.
Shima merentangkan tangan dan berputar dua kali hingga jilbabnya ikut mengembang. Sinar matahari jatuh di tubuhnya seolah dua sayap peri kecil terbentang di kedua bahunya.
Jantung Deril meloncat kegirangan seperti kelinci yang imut mencari makanan. Hatinya kala itu masih penuh ruang kosong seolah terisi oleh tarian Shima.
Gadis yang menghibur di sela-sela keseriusan bisnisnya, membuat dia seketika terlena.
“Oh ya! Namaku Shima, sekarang kita berteman,” kata Shima lagi setelah berhenti berputar-putar.
“Deril, aku sedang bekerja di sini, senang bertemu denganmu!” jawab Deril sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana.
“Aku juga!” kata Shima, seraya tersenyum lembut.
Deril datang untuk melihat pembangunan gedung baru di belakang gedung lama sekolah Shima. Saat itu semua murid sudah pulang. Dia secara kebetulan melihat sesuatu bergerak di balik rimbun pohon Dahlia. Lalu, dengan penuh rasa penasaran dia mendekat, tapi justru bertemu dengan Shima.
Deril memang perancang semua bagian sekolah itu dan sekaligus kepala proyek dari pembangunan gedung baru. Dia sedang berlatih menjadi pimpinan salah satu perusahaan cabang milik Ayah Deril.
Saat bertemu Shima, Deril masih mengambil strata dua dan bersiap untuk menjadi pewaris keluarga.
Seperti itulah mereka berkenalan.
Deril menyambut dengan baik, serta menyimpan nama Shima dalam hatinya. Pria itu tidak banyak bicara tapi, mendengarkan ocehan Shima dengan bahagia.
Kekuatannya di lingkungan sekolah itu bukan sembarangan, hingga dia mampu memberikan pengawasan pada Shima, tanpa diketahui banyak orang.
Beberapa bulan saja, semua laki-laki sadar kalau mereka tidak bisa menyentuh Shima sembarangan. Setiap kali ada teman laki-laki yang bersikap akrab dan memegang tangan Shima, mereka akan babak belur sesudahnya tanpa mereka tahu, apa kesalahannya.
Deril menyatakan cinta pada Shima beberapa hari setelah berkenalan. Shima sudah tahu siapa Deril, begitu pula Deril yang langsung menyelidiki asal usul Shima.
Dia gadis manja, anak tunggal keluarga Wisra, salah satu pengusaha sukses di Surala. Tidak mungkin dia sanggup sekolah di lingkungan itu kalau bukan karena kekayaan keluarganya.
Mereka menjalin hubungan asmara sampai Shima lulus, dan menikah beberapa bulan kemudian.
Namun, setelah empat tahun menjalani pernikahan, sekarang mereka harus bercerai. Dari empat tahun pernikahan mereka itu, hanya selama tiga tahun saja mereka tinggal bersama dalam satu rumah.
“Memangnya, di mana Karina? Apa kamu gak menyembunyikannya di sini?” Shima bertanya pada Deril setelah menyadari ternyata wanita itu tidak tinggal bersama suaminya. Padahal, dia yang mengusirnya demi Karina.
Jangan lupa like!
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭