Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENCARI PERHATIAN
Wina yang baru saja ditegur oleh atasannya karena pakaian yang ia kenakan. Bukan hanya itu, ia sengaja tak menutupi gundukan di dadanya dengan kain penyanggah.
Gadis itu sudah mengganti pakaiannya. Kemeja longgar dan celana panjang bahan kulot warna gelap sesuai jas yang kini ia kancing agar tak memperlihatkan nipel yang tercetak jelas di sana.
"Wina!" panggil Bobby.
Gadis itu menoleh langsung menunduk melihat tatapan tajam dari pria nomor dua di perusahaan tempatnya bekerja.
"Saya harap, tadi adalah terakhir kali kau mencoba peruntungan menjadi gadis rendahan!" tegur Bobby sarkas.
"Iya tuan," cicit wanita itu.
Wina sedikit menahan napasnya ketika ditegur oleh Bobby tadi. Setelah pria itu berlalu, barulah Wina mengembus napas lega.
"Untung nggak kena SP," gumamnya lagi-lagi lega.
Rion sudah selesai dengan pikirannya yang sedikit kusut. Ia ingin sekali tertarik dengan lawan jenis. Tapi, entah kenapa, sejauh ini, pemuda itu tak jua mendapatkan gadis yang mampu menggetarkan hatinya. Padahal banyak gadis-gadis cantik berseliweran di depan matanya.
Mereka berlomba menarik perhatian Rion dengan berbagai cara. Seperti yang dilakukan Wina tadi.
"Hei ... apa kau bisa bekerja!" sentak salah satu karyawan pada seorang OB perempuan.
"Ma ... maaf tuan!" cicitnya ketakutan.
Gadis bertubuh mungil dengan rambut dikuncir kuda. Ia menunduk karena terlalu ceroboh.
"Jika mengepel itu tolong berikan papan peringatan jika lantai basah!" sentak karyawan itu lagi.
"Hampir saja jatuh! Jika saya tak pandai mengimbangi tubuh, rusak semua file yang saya bawa ini!" pria itu masih mengomel panjang pendek.
Rion hanya menatap datar. Ia tak akan ikut campur dengan masalah sepele itu. Ada bagian yang menangani. Kepala OB meminta maaf dan memasang tanda yang lupa dibawa oleh bawahannya.
"Sudah jangan nangis. Ini memang salahmu," ujar kepala OB itu menenangkan setelah karyawan itu berlalu.
Rion lewat di depan mereka dengan sedikit berdehem. Semua membubarkan diri, dua pekerja OB pun menunduk. Pemuda itu berlalu begitu saja.
Kepala OB pun pergi dan meninggalkan bawahannya. Gadis mungil itu menatap pemuda tampan yang sudah naik lift khusus. Ia mendesah masghul.
"Ck ... nggak kek di novel-novel," keluhnya. "Kalo di novel kan biasanya atasan langsung menangani masalah sekecil apapun. Trus membela kaum lemah kek aku ... lalu kita saling jatuh cinta ...."
Gadis itu terus berkhayal dengan fantasi novel yang pernah ia baca. Sampai salah seorang karyawan menegurnya, baru ia bekerja kembali.
Rion pun kembali ke ruangannya. Sosok sekretaris sudah berganti baju langsung berdiri dan membungkuk hormat.
Ketika ia masuk, Wina mengikutinya dengan berbagai catatan pekerjaan.
Sementara di tempat lain. Sean tengah mendalami usahanya di bidang otomotif. Remaja itu meluaskan usahanya dengan membuka bengkel.
Dari semua saudaranya, hanya dia yang tidak bekerja dengan salah satu pria dewasa, seperti ayah, daddy atau papa juga kakeknya.
"Sean mau meluaskan usaha dari cuci mobil, lalu salon mobil kini bengkel," ujarnya.
"Mama mendukung apa pun selama itu baik," ujar Terra mendukung keputusan putranya.
Sean memakai baju kasual. Kaos warna hitam dengan celana jeans dan sepatu kets senada. Remaja itu juga sangat tampan.
Sebuah mobil mewah masuk untuk mencuci kendaraannya itu. Sosok wanita cantik dengan balutan seksi menggoda mata. Wanita itu menyerahkan kunci agar para petugas yang memasukan mobilnya dalam salon mobil.
"Di sini tak ada restauran atau kafe?" tanya wanita cantik itu dengan kacamata hitamnya.
Bibirnya merah merona. Gundukan padat seakan mencuat dari balik kain yang menutupinya. Pinggul besar dan bergoyang ke kanan dan ke kiri. Sungguh membuat jakun pria naik turun. Terlebih cetakan V di bawah itu sangat jelas terlihat.
"Tentu di sini ada kafe, nyonya," sahut Sean ramah.
Wanita itu menatap remaja berwajah imut di depannya.
'Wah ... brondong ganteng nih,' gumamnya dalam hati tertarik.
"Oh di mana itu?" tanyanya dengan suara mendayu-dayu.
"Ini di sebelah salon mobil," tunjuk Sean pada bangunan di sebelahnya.
Memang Sean juga membangun kafe di sebelah salon mobilnya. Ia bekerjasama dengan istri om-nya yakni Seruni.
"Bisa antarkan ... dik," pinta wanita itu melepas kacamatanya.
"Oh, nyonya hanya perlu berjalan dari sini saja, itu pintunya," jawab Sean lagi ramah.
"Jangan panggil saya nyonya dong," pinta wanita itu.
Tangannya mulai nakal. Ia berniat menyentuh lengan Sean dengan ujung jarinya, tapi tak bisa. Remaja itu sedikit mundur ketika wanita itu menjulurkan tangannya.
"Saya butuh teman, mau kan adik menemani saya ... saya nggak akan gigit kok!" rayunya dengan suara menggoda.
"Tuan muda. Nyonya Terra menelepon!" panggil salah seorang karyawan.
"Oh ... oke! Mari nyonya."
Sean pergi begitu saja pada wanita tadi. Remaja itu setengah berlari menuju ruangannya. Wanita itu akhirnya melangkahkan kakinya ke kafe di sebelah bangunan itu.
Beda Sean beda lagi Al. Remaja itu memang ikut Haidar, sang papa di kantor utama. Remaja itu juga tak kalah ketampanannya.
"Jadi ini putra anda Tuan Pratama?" tanya salah seorang kolega Haidar.
"Iya, Tuan Sentana, ini salah satu putra kembar saya Ali Narendra Hovert Pratama," jawab Haidar dengan nada bangga.
Pria bermata sipit bernama Wiliam Sentana adalah keturunan Tionghoa. Ia menatap senang remaja yang begitu sopan dengan mencium punggung tangannya.
"Saya jarang menemui remaja sesopan ini," pujinya.
"Terima kasih, tuan," sahut Haidar bangga.
"Meisan!" panggil Wiliam.
Sosok cantik imut datang menghampiri. Matanya juga sipit dengan kacamata bertengger.
"Perkenalkan ini putri saya Meisan Aling Sentana," ujarnya.
Al membalas tautan tangan sang gadis. ketika gadis itu mengulurkan tangannya. Senyum ramah terpatri di bibir Al membuat Meisan terpana.
"Tuan, demi kelangsungan kerjasama, apa tidak sebaiknya jika kita mendekatkan keduanya. Sepertinya mereka cocok," ujar William mencoba peruntungan.
"Wah ... bisa saja Tuan Sentana, putra saya baru enam belas tahun. Masih jauh untuk melangkah lebih jauh, terlebih menikah," kekeh Haidar.
Sebenarnya pria itu paling tak suka dengan perjodohan.
"Biar mereka menjalani masa remajanya," ujar Haidar lagi setengah menolak permintaan koleganya itu.
"Ya justru mereka masih muda ini, kita mendekatkan mereka, biar tak canggung pas malam pertama," kekeh Wiliam setengah memaksa.
"Saya menyerahkannya pada putra saya," ujar Haidar.
Al sedikit terbengong. Ia melirik ayahnya. Sungguh, ia belum tahu maksud dari perkataan pria berperut buncit di depannya.
"Maaf Tuan Sentana, maksud perjodohan itu apa ya?" tanyanya polos.
Mengambil cepat pendidikan, membuat Al juga jauh dari namanya pergaulan anak seusianya. Remaja itu benar-benar buta akan namanya pacaran, hubungan dan perjodohan.
Wiliam dan Meisan terbengong mendengar pertanyaan remaja itu.
Haidar melipat bibirnya ke dalam. Ia memang tak pernah memberi edukasi tentang percintaan pada putranya.
"Memangnya kamu nggak pacaran?" tanya Meisan heran.
"Ngapain laki-laki pacaran?" tanya remaja itu dengan nada tak suka.
Meisan makin bengong. Sedang Haidar nyaris tertawa. Putranya benar-benar masih polos.
"Ih, pacar itu ya nggak laki, ya perempuan juga!" sahut Meisan kesal.
"Kurang kerjaan. Masa laki-laki pacaran!" serunya dengan nada jijik.
"Yang pacaran itu hanya cewe, biar kukunya merah seperti pakai kutek," lanjutnya santai lalu meninggalkan ayah dan putrinya dalam keadaan bengong.
bersambung.
eh ... maksudnya bukan pacar daun Al 😂🤭🤦
next?