"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Xander turun dari ranjang dengan wajah frustasi. Dia benar-benar sudah pasrah pada nasibnya. Mungkin memang dia di takdirkan hidup sendiri tanpa pendamping. Wanita manapun tidak ada yang mau dinikahi pria pengidap impoten sepertinya.
"Dok,," Serra mencekal pergelangan Xander agar tidak pergi. Jujur saja, Serra sangat iba melihat kondisi Xander saat ini. Dia bisa merasakan bagaimana hancurnya perasaan Xander dan frustasinya Xander yang sudah lelah dengan penyakitnya.
"Kamu tidur saja disini, saya akan tidur di kamar sebelah." Xander melepaskan pelan tangan Serra dari pergelangannya. Bukan karna dia marah pada Serra, Xander hanya sedang ingin menyendiri meratapi nasibnya yang mengenaskan. Dulu dia bisa melakukannya kapan saja jika ada kesempatan, tapi 3 tahun ini tidak bisa melakukannya sama sekali.
"Nggak mau, Serra mau tidur sama Dokter disini. Memangnya Dokter nggak butuh temen ngobrol.? Kita ngobrol random aja sebelum tidur, Dokter mau nggak.?" Serra memberikan tatapan memohon. Dia tulus ingin menghibur Xander. Suasana hati Xander pasti sangat buruk setelah gagal mencoba berkali-kali.
Xander menghela nafas. "Kamu tenang aja, uang 50 juta itu nanti saya transfer." Ujarnya. Xander mengira Serra ingin menahannya agar bisa mendapatkan uang sejumlah 50 juta yang Serra butuhkan. Jadi Serra masih berusaha menahannya di kamar ini. Padahal Xander berniat menolong Serra tanpa mengharuskan Serra membantunya sembuh.
Serra menggeleng cepat, Xander salah paham jika berfikir dia membujuknya hanya karna uang. "Ini bukan tentang uang, Serra hanya ingin menemani Dokter malam. Please,, Dokter tidur disini saja sama Serra." Pintanya sekali lagi.
"Sudah saya bilang, saya sedang ingin sendiri." Ujarnya kemudian keluar dari kamar dengan hanya memakai celana pendek. Namun Xander sempat menyambar kaos miliknya di lantai.
Pintu kamar itu di tutup pelan oleh Xander. Serra menghela nafas berat setelah Xander menghilang di balik pintu. Dadanya mendadak sesak memikirkan perasaan Xander. Pria itu pasti kesulitan menjalani hari-harinya yang berat. Kebanggaan dan harga diri seorang pria pasti salah satunya terletak pada pusakanya yang normal. Namun Xander tidak memiliki itu.
...******...
Serra bangun pukul setengah 6 pagi dan langsung mandi. 10 menit berlalu, Serra keluar dengan seragam sekolahnya. Semalam dia memang sengaja membawa seragam sekolah agar langsung berangkat dari apartemen Xander. Serra merapikan ranjang dan barangnya di atas meja. Secarik kertas yang tergelak di dekat tas milik Serra membuat gadis itu langsung mengambilnya.
Dia membaca deretan huruf yang tertera di sana. Itu adalah catatan kecil milik Xander. Rupanya Dokter tampan itu sudah berangkat ke rumah sakit karna ada operasi mendadak pukul 5. Xander berpesan agar Serra pulang dengan hati-hati dan dia akan mentransfer uang 50 juta nanti siang.
"Kasian sekali Dokter Xander. Ya Tuhan, tolong bantu aku menyembuhkannya. Dia pria yang baik," Lirih Serra dengan mata berkaca-kaca. Meski baru 2 bulan lebih mengenal Xander, Serra sudah sering merasakan kebaikannya. Xander pria yang tulus, dia tidak seperti pria lain yang entah letak hatinya ada dimana. Xander memperlakukan wanita dengan baik.
Sebelum pergi, Serra beranjak ke dapur lebih dulu untuk membuat sarapan. Xander tidak pernah melarangnya menggunakan dapur, jadi Serra bebas menggunakan dapur untuk kepentingannya.
Serra membuat 2 sandwich dan memotong beberapa buah. Dia memasukkan 1 sandwich ke dalam lunchbox dan menambah buah-buahan. Tidak lupa Serra memasukkan catatan kecil ke dalam paper bag berisi lunchbox tersebut.
Senyum di bibir Serra merekah. "Semoga makanan ini bisa mengembalikan mood Dokter." Gumamnya penuh harap.
Serra kemudian menyantap sandwich dan buah miliknya sebelum keluar dari apartemen Xander. Dia memesan ojek online untuk mengantarkan makanan ke rumah sakit. Setelah itu, dia naik taksi menuju sekolahnya.
...*****...
"Suster Fira, ada kiriman makanan untuk Doker Xander." Seorang satpam menghampiri Fira yang baru keluar dari ruang rawat inap.
"Saya udah cari Dokter Xander di ruangannya, tapi nggak ada." Jelasnya sembari menyodorkan paper bag warna navy pada Fira.
Fira menerima dengan sedikit kerutan di keningnya. Baru kali ini dia menerima kiriman makanan untuk Xander selama menjadi asisten pribadinya.
"Dokter Xander masih di ruang operasi. Nanti saya berikan padanya." Turutnya.
"Oke Sus, makasih kalau begitu. Saya ke bawah dulu." Satpam itu berlalu.
Fira kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan Xander sambil membawa paper bag itu. Sampainya di dalam, Fira langsung membuka paper bag itu. Kertas kecil di atas lunchbox menarik perhatian Fira, dia mengambilnya.
"Selamat makan Dok, semoga harinya menyenangkan dan pekerjaannya lancar. Sampai ketemu nanti malam."
Fira hampir meremas kertas berisi ucapan dengan emoticon tersenyum di akhir kalimat. Tiba-tiba pintu ruangan di buka, membuat Fira terkejut dan memasukkan kembali kertas itu ke dalam paper bag.
"Kamu disini.?" Tanya Xander.
Fira sudah berbalik badan dan mengukir senyum kaku karna gugup.
"Sa-saya mau nganterin paper bag ini. Tadi Pak Isan yang bawa, katanya kiriman untuk Dokter." Jelasnya sembari menyentuh paper bag di atas meja Xander.
"Ini pertama kalinya ada berani kirim makanan untuk Dokter. Pengirim nggak mencantumkan namanya. Mau saya cek dulu Dok isinnya.?" Tawar Fira ingin membantu.
Xander memperhatikan paper bag itu, dia mengenalinya. Tentu saja karna paper bag itu ada di apartemennya. Dia sudah tau siapa pengirimannya.
Xander menggeleng. "Nggak perlu Fira, saya tau pengirimnya." Jawab Xander.
Fira tampak tidak nyaman dengan jawaban Xander. Ada perasaan cemburu yang muncul tiba-tiba.
Xander sudah duduk di mejanya dan membuka paper bag itu.
"Hasil lab pasien dikamar nomor 79 dan 104 ada di atas meja, tolong kamu cek dulu sebelum saya sampaikan pada mereka." Titah Xander.
"Baik Dok." Fira langsung beranjak ke sofa dan duduk di sana. Dia membuka hasil lab yang ada di atas meja itu.
Di meja lain, Xander tampak mengukir senyum tipis saat membaca kertas berisi ucapan dari Serra. "Anak itu benar-benar,," Lirihnya dengan hati yang sedikit menghangat. Jujur saja Xander merasa terhibur dengan perhatian kecil Serra.
Xander kemudian beralih pada lunchbox miliknya. Makanan di dalamnya memang sederhana, tapi dia sangat menghargai kerja keras Serra dan perhatiannya sampai berinisiatif mengirimkannya ke rumah sakit.
Xander mengambil ponsel miliknya di dalam laci dan menghubungi Serra.
Di seberang sana, Serra yang masih berada di dalam taksi langsung mengangkat panggilan telfon dari Xander. Jalanan sangat macet, Serra cukup menyesal karna memilih taksi. Untungnya dia berangkat lebih awal dan sudah memperkirakan akan sampai tepat waktu meski lama di jalan.
"Dokter sudah terima makanan dari Serra.? Jangan lupa di makan ya. Dokter pasti belum sarapan kan.?" Cerocos Serra antusias.
Diseberang sana, Xander terdengar terkekeh kecil. "Kenapa harus repot-repot segala. Kamu sudah sampai.?"
"Nggak repot sama sekali. Saat bangun, aku mengkhawatirkan Dokter. Aku pikir Dokter masih tidur, ternyata sudah berangkat. Aku masih dijalan sekarang, sebentar lagi sampai." Terangnya.
"Kamu pulang jam berapa.? Nanti saya jemput."
"Nggak usah Dok, Serra mau langsung pulang ke rumah Tante. Mereka pasti khawatir kalau Serra nggak pulang lagi. Nanti malam Serra sendiri yang akan ke apartemen Dokter. Sudah dulu ya, Serra sudah sampai."
"Baiklah. Nanti kabari saja."
Serra memutuskan sambungan telfonnya dan segera turun dari taksi setelah membayarnya.
Serba salah.
Anna kasihan juga karena Zayn nya cuek, tapi ya gimana.. kan cinta ga bisa dipaksakan. Tapi kita ga tau juga sih perasaan Zayn ke Anna sebenarnya gimana, soalnya tadi waktu Aron narik pergelangan tangan Anna, Zayn tiba² termenung. Entah apa maksudnya.