Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Kembali bertemu
Kening Xander berkerut. Pertanyaan yang sama masih melekat dalam benaknya.
"Apa yang harus kita siapkan? Kalau kau mengharapkan buah tangan mewah, ingat, aku terlalu miskin untuk membelikan oleh-oleh buat Tuan Sebastian."
Tawa Govin pecah menanggapi pernyataan pemuda itu. Bisa-bisanya pemuda itu membuat lelucon yang membuatnya terpingkal.
"Tidak, tidak. Anda tidak perlu menyiapkan hal semacam itu, Tuan. Mari ikuti kami. kami sudah menyiapkan semuanya."
Xander tidak memiliki pilihan lain saat ini selain mengikuti permintaan Govin.
Ia sudah diusir dari keluarga Voss dan tidak memiliki siapa pun lagi. Selain itu, ia ingin memastikan sendiri kebenaran dari ucapan Govin.
Selama dua tahun lamanya Xander hanya bekerja di restoran itu sebagai pelayan. Dan dia sudah dipecat, karena kesalahannya sendiri.
Evelyn memang pernah memberikannya modal padanya untuk membangun beberapa usaha, tetapi anehnya selalu saja ada halangan hingga merugi di langkah pertama.
Xander segera memasukkan pistol yang diberikan Govin ke dalam saku celana, lalu mengikuti pria itu menuju sebuah mobil. Ia juga diberikan sebuah busana baru untuk mengganti busananya yang basah kuyup.
Mobil yang dikendarai seorang sopir meninggalkan kawasan restoran menuju salah satu pusat perbelanjaan terbesar milik keluarga Ashcroft di ibu kota.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana. Xander dan Govin menuju lantai tujuh tempat butik langganan keluarga Ashcroft berada.
Sepertinya Xander harus menggunakan gajinya selama dua bulan jika ingin membeli baju ditempat itu.
"Mari, Tuan." Govin mempersilakan Xander memasuki sebuah butik setelah pria itu menyebutkan reservasi atas nama Tuan Govin.
Xander baru tahu, jika untuk masuk ke dalam butik pun, harus melakukan reservasi lebih dulu.
"Di sebelah sini, Tuan."
Wanita yang baru saja menyapa mereka dengan ramah mempersilakan Xander untuk memilih barang yang dia butuhkan.
"Tuan sepertinya saya harus meninggalkan anda sebentar disini. Ivory yang akan menyiapkan keperluan Anda." Govin menyuruh manajer butik yang bernama Ivory untuk mengambil perannya sebagai stylish yang khusus disewa untuk membantu Xander.
"Untuk mengurangi rasa bosan, mungkin tuan bisa berkeliling untuk melihat sesuatu. Barangkali ada baju ataupun pakaian lain yang tuan inginkan."
"Oke," jawab Xander singkat.
Pemuda itu tak ambil pusing dengan permintaan Govin. Ia meninggalkannya bersama wanita yang menyapa mereka saat masuk ke dalam butik.
Tak henti-henti Xander mengagumi setiap potong kaus, kemeja, jas, hingga celana yang memiliki bahan berkualitas tinggi.
Sangat berbeda dengan pakaian yang ia gunakan saat ini. Terasa kasar dan mulai aus. Warnanya bahkan telah pudar. Tak lagi terlihat apakah itu biru atau abu-abu.
Di tengah kegiatannya mengagumi barang-barang mewah yang berada di dalam butik, tiba tiba saja seseorang mendorong tubuh Xander sampai terhuyung.
"Heh, Gembel. Gimana bisa kamu berada disini?" ucap orang tersebut.
Xander menatap dengan sorot benci, David menunjukkan sikap dua kali lebih benci terhadap pemuda itu. Apalagi saat Xander menantangnya dengan tidak menjawab pertanyaan David.
"Dasar gembel! Di mana sih petugas tempat ini. Bisa-bisanya membiarkan gembel kayak dia masuk ke dalam butik mewah." ucapnya, menambahkan hinaan.
"Aku tidak mau cari ribut, David."
"Apa yang kamu lakukan di tempat ini? Kamu mau nyolong lagi, ya? Masih kurang nyolong uang?" ucap David lagi.
Pemuda itu menatapnya dengan sorot mata marah. "Keterlaluan kamu, David."
"Cih, Gembel. Pengemis. Keluar saja dari tempat ini sebelum aku panggilkan petugas, " caci David.
"Saya ke sini untuk membeli baju. Jangan seenaknya mengusir saya," ucap Xander dengan tegas.
"Mimpi kau bocah. Gembel kayak kamu mana bisa membeli baju di butik ini." David masih terus menghina Xander.
"Aku nggak ingin mencari ribut dengan kau, David."
"Kamu yang nggak sadar tempat. Dasar Gembel. Kalau kamu memang mampu membeli pakaian, buktikan sekarang juga."
Amarah Xander tersulut. Mulut David semakin lama semakin tajam. Tak ubahnya pisau yang menyayat hingga dasar hati Xander paling dalam.
"Kenapa, kamu nggak sanggup beli pakaian di sini? Makanya, jadi gembel sadar diri dong! Gembel kayak kamu, bisa-bisanya bermimpi ketinggian!"
Melihat keributan itu, satpam langsung datang melerai.
"Tangkap dia! Dia mau mencuri!" perintah David.
"Jangan sembarangan! Aku bisa membeli apa saja di sini!" seru Xander.
David berkata dengan senyuman licik. "Kalau gitu, buktikan! Atau kamu akan diseret oleh satpam!"
Mendengar ancaman tersebut, Xander mengepalkan tangan. "Lihat saja! Sejauh mana kau bisa menghinaku!"
Sementara di samping mereka, dua orang satpam sedang bersiap menunggu perintah. Dalam diam, Xander sedang berpikir tentang kartu yang diberikan Govin . "Kartu ini pasti bisa membeli selusin baju itu. Tapi, apa bijak aku melakukannya hanya untuk mendiamkan mereka?" batinnya.
Senyum mengejek membingkai wajah David saat melihat Xander tak berkutik. la mulai menghina pemuda itu dengan mengatakan bahwa gembel seperti dirinya harusnya tidak perlu bermimpi ketinggian.
“Makanya, sadar diri dong. Mana mungkin orang miskin kayak kamu bisa beli pakaian di tempat mahal kayak gini." Mulut tajam David tak henti melemparkan hinaan.
Namun, Xander memilih diam. la tak hendak melawan dan menunggu sejauh mana mulut-mulut orang itu akan menghinanya. Satu hal yang mereka tidak tahu, Xander mengantongi kartu sakti yang diyakini bisa membungkam mulut mereka, saat tahu pemuda itu bisa membeli
sebuah pakaian dari sana dengan harga yang paling mahal.
"Gimana, masih mau sesumbar kalau kamu bisa beli pakaian di sini?" David memprovokasi Xander yang masih berusaha menahan gejolak amarahnya.
"Buktikan dong kalau kamu memang mau beli pakaian dan bukannya mau nyolong! Udahlah, kalau miskin, miskin aja. Nggak usah sok jadi orang kaya. Apalagi pura-pura kaya," ucap David. Pria itu menatap Xander dengan sorot mata menghina.
Xander mulai geram. Ucapan David berhasil menumpahkan amarah yang semula ia tahan. Pemuda itu lelah terus menghadapi hinaan dari David.
"Ivoryy!" panggilnya.
Perempuan cantik yang dimaksud pun langsung muncul, membuat ketiga orang itu jadi terperangah.
"Carikan aku yang paling mewah dan mahal. Mereka harus tahu kalau aku ke sini memang Xander membeli pakaian." Ivory menuruti perintah Baruna. Perempuan itu dibantu beberapa orang asistennya untuk mencarikan setelan jas terbaik, termewah, dan termahal yang dibutuhkan oleh Xander.
Tidak lama kemudian, Ivory kembali membawa setelan jas berwarna abu-abu yang membuat David kagum.
Namun, bukannya memuji, dia malah semakin menghina Xander. "Ha, nggak salah kamu beli setelan jas itu? Kamu nggak akan mampu membeli barang itu. Aku yakin, kamu bisa mati berdiri saat tahu berapa harga setelan itu."
Xander tidak peduli dengan ucapan David. la bertanya kepada Ivory. "Benarkah ini koleksi setelan paling mahal yang Anda punya?"
Wanita itu mengangguk sopan. Dengan senyum yang tak kalah menawan, ia mulai menjelaskan. "Iya, Tuan. Jas ini dirancang oleh salah satu desainer terbaik di dunia. Bahannya menggunakan Dormeuil kualitas tinggi yang akan membuat Anda merasa nyaman saat mengenakannya. Anda tidak akan merasa gerah meski di cuaca terik sekalipun. Dan, vest yang juga termasuk dalam pembelian setelan ini, bisa Anda gunakan saat cuaca dingin. Ini setelan terbaik yang kami miliki."
Senyum masih membingkai wajah ayu wanita itu. Baginya, Xander tentu pelanggan yang tidak akan dia lepaskan begitu saja. Ini sungguh kesempatan langka. "Pilihan saya sangat tepat, Tuan. Setelan ini juga pasti akan semakin terlihat mewah di badan Anda."
"Baiklah, kalau begitu, aku ambil yang ini," ucap Xander tegas.
la tidak perlu lagi menimbang berapa harga pakaian yang akan dibelinya selama masih memegang kartu sakti pemberian Govin. Benda itulah yang membuatnya berani melawan David dan ingin membungkam mulutnya yang kejam.
"Astaga, nyolong dari mana lagi kamu kali ini?" Suara David pertama kali terdengar saat menyadari kartu milik Xander bukan sembarang kartu..
"Ya, kamu pasti nyolong milik orang kaya, kan?"
Mendengar orang-orang itu kembali menghinanya, membuat Xander geram. la berjalan mendekat dan berdiri tanpa gentar di hadapan mereka.
"Aku nggak mencuri dari siapa pun." Ia menunjukkan kartu itu di depan David.
"Kartu ini milikku dan aku mendapatkannya dengan cara yang wajar."
"Sudahlah, segera urus dia, Satpam! Gembel ini nggak pantas berada di sini." ucap David melirik kedua satpam yang sejak tadi ada di sana, namun mereka tak berkutik.
"Aku bahkan nggak melakukan kesalahan apa pun."
"Masih juga nggak sadar diri. Jelas karena kamu nyolong lah." David bersuara lagi.
"Pertama, kamu bermaksud nyolong di butik ini. Kedua, kamu nyolong kartu yang aku nggak tahu itu milik siapa. Mau menghindar apalagi?"
David memaksa kedua satpam itu bertindak. Dengan ragu, kedua satpam itu pun menurut. "Ayo, ikut kami."
"Atas dasar apa kalian menahanku?" bela Xander saat petugas keamanan membekuknya.
"Bebal sekali gembel satu ini. Masih belum mau ngaku kalau kamu sudah mencuri?" David memberi penjelasan.
"Diam! Harus berapa kali aku bilang kalau aku ke sini untuk membeli pakaian dan kartu ini bukan hasil colongan." ucap Xander lepas kendali.
"Ya kalau gitu, bayar sekarang juga dong kalau memang kartu itu milik kamu," tantang David memuntahkan amarah dalam diri Xander.
Xander menepis para Satpam untuk membebaskan diri. Dia lalu menyerahkan kartu miliknya pada petugas butik yang segera memroses pembayaran setelan jas.
"Silakan masukkan pin Anda, Tuan."
Dengan amarah yang masih membakar hati, Xander memasukkan sederet angka di mesin pembayaran.
Namun, setelah ia menekan tombol hijau di mesin pembayaran terdapat informasi jika ia salah memasukkan nomor pin. David tertawa puas melihat kejadian itu.
"Mampus! Bisa-bisanya aku salah memasukkan pin di saat genting seperti ini," gumam Xander dalam hati.
Pemuda itu memucat seketika. la merasa begitu kerdil di hadapan semua orang yang kini menatapnya curiga.
"Saya akan coba sekali lagi," tegas Xander pada pegawai butik yang masih membawa alat pembayaran.
Dengan cekatan, perempuan itu menggesek ulang kartu milik Xander. Setelah proses yang dia lakukan selesai, perempuan itu kembali menyerahkan alat pembayaran kepada Xander untuk memasukkan nomor pin.
Untuk yang kedua kalinya pembayaran ditolak akibat nomor pin yang Xander masukkan salah.
"Apa aku bilang, benda itu pasti kamu curi dari orang kaya. Kalau memang benar milikmu, kamu nggak akan salah memasukkan nomor pin." Wajah David tampak girang mengetahui fakta jika Xander lagi lagi salah memasukkan nomor pin.
Hal itu ia manfaatkan untuk memberi tanda pada petugas keamanan dan memintannya untuk menyeret Xander keluar.
Petugas keamanan bertindak di bawah perintah David. Kedua laki-laki berbadan tinggi besar, bersiap membekuk Xander dan hendak menyeretnya keluar dari dalam butik.
Kini Xander hanya bisa melihat kartunya. Saat sedang memperhatikan kartu itu ada secarik kertas kecil dengan beberapa angka yang familiar. "Ini kode pinnya," batinnya.
Xander kembali berkata. "Aku akan mengulanginya sekali lagi."
Tanpa ragu, Xander pun memasukkan nomor itu.
Pembayaran berhasil.
Xander sangat lega dibuatnya. Beban berat di punggungnya kini hilang sudah.
David melihat dengan tak percaya. "Mustahil," batinnya.
Di saat bersamaan, Govin pun kembali memasuki butik. Pria berpakaian perlente itu sempat melihat sedikit kericuhan didalam butik itu.
Sedangkan David yang merasa malu dengan peristiwa yang baru saja terjadi, lebih dulu menjauh dan meninggalkan tempat. Ia kehilangan muka di depan semua orang.
"Apakah keperluan Anda sudah terpenuhi, Tuan?" tanya Govin pada Xander.
"Ya, kami sudah selesai." jawab Xander singkat.
"Kalau begitu, mari. Kita berangkat sekarang."
Mereka pun meninggalkan butik. Namun, sebelum keluar dari butik, Xander menyempatkan berbisik kepada Ivory yang masih mendampingi mereka.
"Sampaikan pesan ini pada pria itu," bisiknya sebelum melangkah pergi.
Tak lama setelah Xander pergi bersama Govin David menuju kasir untuk membayar belanjaan mereka.
"lima belas ribu dollar, Tuan," kata petugas kasir yang menangani pembayaran David.
Laki-laki itu tampak terkejut. Harga pakaian itu terlalu mahal untuk ukurannya.
"Maaf, ada pesan dari Tuan Xander sebelum meninggalkan butik." Ivory mendekati David dan memberikan secarik kertas.
Dengan penasaran, pria itu membuka kertas pemberian sang manajer dan membaca isinya. Seketika mukanya langsung berubah kesal. Dia melirik ke arah Xander yang telah menjauh. Saat itu juga Xander tersenyum penuh makna ke arahnya. Itu membuat David semakin kesal.
"Kau memilih musuh yang salah." Begitulah pesan yang tertulis di secarik kertas itu.
Dari kejauhan, Xander sengaja berhenti dan berbalik untuk menyaksikan reaksi David yang tampak kesal sambil memegang secarik kertas. Senyuman puas penuh kemenangan membingkai wajah tampan pemuda itu.