NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:598
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Vanessa udah bangun

Happy reading guys :)

•••

Selasa, 21 Oktober 2025

Suasana SMA Garuda Sakti kini perlahan-lahan mulai kembali menjadi normal. Para siswa-siswi sudah dapat ditenangkan oleh guru-guru saat kepala sekolah mengambil tindakan serius tentang kasus yang telah menimpa Vanessa. Walaupun, sampai saat ini masih belum juga diketahui pelaku dari kasus itu.

Para siswa-siswi tentu saja bertanya-tanya akan hal itu. Namun, kepala sekolah hanya memberikan jawaban bahwa kasus itu telah mendapatkan penanganan yang sangat serius dari pihak berwajib.

Mendengar jawaban dari kepala sekolah, tentu saja tidak sedikit dari siswa-siswi yang merasa tidak puas. Mereka khawatir akan keadaan Vanessa dan keadaan mereka sendiri saat ini.

Para siswa-siswi takut akan menjadi korban selanjutnya jika kasus ini belum juga terpecahkan. Oleh karena itu, tidak sedikit dari siswa-siswi pada akhirnya membuat sebuah kelompok untuk ikut memecahkan kasus yang telah menimpa Vanessa.

Seperti Citra dan Leka. Kedua gadis itu saat ini bergabung dengan Angelina, Karina, Renata, dan Fajar yang sedang berkumpul di dalam ruangan OSIS, untuk membahas tentang beberapa bukti dan kemungkinan yang telah mereka dapatkan.

“Udah hampir satu minggu kita nyari petunjuk, tapi kenapa belum nemuin titik terangnya juga?” tanya Angelina, seraya memijat kedua kening.

Mendengar pertanyaan dari Angelina, Renata yang sedang duduk di samping Fajar menoleh ke arah cowok itu. “Jar.”

“Aku gak papa, kok, Ren,” jawab Fajar, sembari menunjukkan senyuman tipis.

Suara handphone milik Karina tiba-tiba saja berbunyi, membuat gadis itu sontak mengambilnya dari dalam saku seragam, lalu melihat nama orang yang telah meneleponnya.

“Mbak Livy,” gumam Karina, sebelum mengangkat panggilan telepon itu, “Halo, Mbak.”

“Halo, Kar. Kamu sekarang masih di sekolah?” tanya Livy, suaranya terdengar sedikit bergetar.

Karina mengerutkan kening saat mendengar suara Livy yang bergetar. Pikiran gadis itu telah pergi ke mana-mana, takut akan kejadian buruk menimpa Vanessa. “Iya, Mbak. Kenapa?”

“Van-Vanessa, Kar, —”

“Vee kenapa, Mbak? Dia baik-baik aja, kan? Gak ada kabar buruk dari dokter, kan?” cecar Karina, jantungnya telah bergetar dengan sangat kencang saat mendengar nama Vanessa disebut oleh Livy.

“Keadaan Vanessa baik, kok, Kar, baik banget. Dia sekarang udah siuman, Kar. Vanessa udah bangun,” jawab Livy.

Mendengar jawaban dari Livy, membuat kedua mata Karina sontak melebar sempurna, cairan bening mulai turun membasahi kedua pipi dengan tubuh yang mulai bergetar. “I-ini b-beneran, Mbak?”

“Iya, Kar, beneran. Ini sekarang Galen lagi ikut dokter ke dalam ruangan buat ngeliat keadaan Vanessa.”

Karina tersenyum bahagia saat mendengar hal itu, masih dengan air mata yang terus mengalir. “Mbak, makasih banyak. Makasih banyak atas informasinya.”

“Iya, Kar. Ya, udah, kalo gitu aku matiin, ya, sambungan teleponnya? Kamu sekarang fokus sama sekolah kamu dulu, oke?”

“Iya, Mbak,” kata Karina, sebelum akhirnya sambungan telepon dimatikan oleh Livy.

Karina menurunkan handphone dari telinga kanan, melihat Angelina, Renata, Fajar, Citra, dan Leka secara bergantian.

“Kar, lu kenapa?” tanya Angelina, menangkup wajah Karina dan menghapus air mata yang masih terus keluar.

“Vee, Ngel. Vee udah bangun, dia berhasil selamat dari komanya,” jawab Karina, memegang tangan kanan Angelina yang berada di pipi kirinya.

Mendengar hal itu, Angelina sontak melebarkan mata. Bahkan bukan hanya Angelina. Renata, Fajar, Citra, dan Leka yang ikut mendengar itu melakukan hal yang sama.

Perasaan keenam remaja itu saat ini sedang campur aduk, merasa terkejut dan bahagia atas jawaban dari Karina.

“K-Kar, i-ini beneran? Vanessa udah sadar?” suara Angelina perlahan-lahan mulai bergetar, perasaan senang atas kabar dari sang sahabat membuat gadis itu tidak dapat mengontrol keadaan tubuhnya.

Karina hanya mengangguk sebagai jawaban.

Angelina menjauhkan kedua tangan dari wajah Karina, lalu memeluk erat tubuh sang sahabat untuk menyalurkan rasa senang dan lega yang sedang dirinya rasakan.

Meninggalkan Angelina dan Karina yang masih sibuk berpelukan. Kini, Renata menepuk pelan pundak Fajar, membuat cowok itu sontak menoleh ke arahnya.

“Jar, Vanessa udah baik-baik aja,” kata Renata, seraya mengukir senyuman bahagia.

Fajar mengangguk, perasaan bersalahnya sudah sedikit berkurang kala mendengar keadaan dari Vanessa. “Iya, Ren. Tapi, aku tetap harus nyari tau pelaku yang udah buat Vanessa sampai koma. Aku takut akan ada korban lain kalau kita berhenti nyari mereka.”

Senyuman bahagia Renata perlahan-lahan mulai menghilang saat mendengar perkataan Fajar. “Kamu bener, Jar. Walaupun Vanessa udah siuman, kita gak boleh berhenti nyari tau tentang para pelakunya.”

Fajar menggenggam tangan Renata yang masih berada di pundaknya. “Bukan kita, tapi aku, Ren. Aku yang harus nyari tentang pelaku-pelakunya.”

Kening Renata mengerut, membalas genggaman tangan Fajar, dan menatap lekat wajah cowok itu. “Kenapa harus cuma kamu? Aku juga mau bantuin kamu buat nyari tau tentang mereka, Jar.”

“Jangan. Kamu lebih baik nemenin Angel sama Karin buat jagain Vanessa. Untuk urusan ini biar aku aja yang handle.” Ujar Fajar, membalas tatapan lekat Renata.

“Tapi, Jar. Ak—”

Fajar menempelkan jari telunjuk kirinya di depan bibir mungil milik Renata untuk membuat gadis itu berhenti berbicara. “Renata, please, kali ini aja jangan ngelawan. Aku takut kamu kenapa-napa kalau bantuin aku buat nyari tau tentang mereka. Dan kalau kamu masih kekeh mau bantuin aku, kamu bisa bantuin aku dengan jagaian Angel, Karina, sama Vanessa. Itu menurutku adalah bantuan yang paling aman buat keselamatan kamu. Jadi, please, mau, ya, jagain ketiga adek kelas kita?”

Sepanjang penjelasan Fajar, detak jantung Renata bertambah dengan cukup cepat, tatapannya telah berubah menjadi sangat sendu. Ia benar-benar tidak pernah menyangka, bahwa sahabat kecilnya ini memiliki rasa khawatir yang sangat tinggi kepadanya.

Renata perlahan-lahan mulai mengangguk, menyetujui semua perkataan dan penjelasan Fajar.

Jari telunjuk Fajar menjauhi bibir mungil Renata, tersenyum tipis dan mengusap lembut puncak kepala gadis itu saat melihat anggukannya. “Gitu, dong, sekali-kali jangan ngelawan. Oh, iya, Ren, kamu sama yang lain mending sekarang ke rumah sakit, deh, buat jenguk Vanessa. Biar nanti aku yang izinin kalian ke guru-guru.”

“Kamu gak mau ikut?” tanya Renata.

Fajar dengan cepat menggelengkan kepala, masih setia mengelus lembut puncak kepala Renata. “Nggak, aku di sini aja. Aku masih harus nyari petunjuk buat nyari pelakunya. Udah, gih, sana, ajak mereka ke rumah sakit.”

Renata mengembuskan napas panjang, melirik ke arah tempat Angelina, Karina, Citra, dan Leka. “Ya, udah. Tapi, kamu harus ingat, jangan terlalu maksain diri, kalau butuh bantuan kasih tau aku, aku pasti akan bantuin kamu.”

Fajar mengangguk, menjauhkan tangannya dari puncak kepala Renata. “Iya. Udah, sana.”

Renata bangun dari tempat duduk, berjalan mendekati Angelina dan Karina yang masih terus berpelukan.

“Ngel, Kar, kita ke rumah sakit, yuk, jenguk Vanessa,” ajak Renata.

Mendengar ajakan Renata, Angelina dan Karina sontak melepaskan pelukan mereka, lalu menatap ke arah Renata.

“Ayo, Kak. Gue udah gak sabar banget pingin lihat keadaan Vanessa,” kata Angelina dengan penuh semangat.

“Iya, Kak, gue juga udah gak sabar pingin lihat keadaan Vanessa. Tapi, Kak, izin kita gimana?” tanya Karina.

“Izin kita biar diurus sama Fajar,” jawab Renata, mengalihkan pandangan ke arah tempat Citra dan Leka berada, “Kalian berdua juga ikut, ya, Cit, Lek?”

Citra dan Leka hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua bersama dengan Angelina dan Karina bangun dari tempat duduk, lalu berjalan keluar dari ruangan OSIS, meninggalkan Fajar dan Renata yang masih berada di dalam.

Renata menoleh ke arah Fajar. “Jar, aku berangkat dulu, ya.”

“Iya, Ren. Hati-hati di jalan, kalo ada apa-apa langsung kabarin aku,” kata Fajar, mengambil laptop dari dalam laci meja.

“Aman, nanti aku langsung kabarin kamu.” Renata mengangkat ibu jari ke arah Fajar, lalu berjalan keluar, meninggalkan sang sahabat sendirian di dalam ruangan OSIS.

•••

Derap langkah kaki terdengar memenuhi koridor rumah sakit, membuat orang-orang yang mendengarnya sontak menoleh ke arah sumber suara.

Angelina, Citra, Leka, Karina, dan Renata yang membuat suara itu sontak semakin menambah laju lari mereka, saat melihat sosok Livy sedang duduk di kursi ruang tunggu.

“Mbak Livy,” panggil Karina, masih terus berlari.

Livy yang mendengar panggilan itu sontak menoleh dan bangun dari tempat duduk saat melihat kehadiran ketiga gadis yang dirinya kenali.

“Kalian. Kalian kenapa ke sini? Bukannya ini masih jam sekolah?” tanya Livy, mengerutkan kening bingung seraya melihat Angelina, Karina, dan Renata secara bergantian.

“Kami izin, Mbak. Gimana keadaan Vee? Dia baik-baik aja, kan, Mbak?” jawab dan tanya Karina, dengan deru napas yang memburu.

“Vanessa baik-baik aja. Tadi dokter bilang dia udah siuman, tapi dia masih ada di dalam ruangan ICU.” Livy melihat ke arah ruangan tempat Vanessa berada.

Mendengar jawaban dari Livy, membuat rasa khawatir Angelina dan Karina selama satu minggu ini perlahan-lahan mulai menghilang, dan berganti dengan rasa lega.

Angelina mendudukkan kepala, memegangi dada bagian kiri, air matanya perlahan-lahan mulai turun membasahi kedua pipi. “S-syukurlah, syukurlah Vanessa gak kenapa-napa. Terimakasih tuhan sudah mengabulkan doa hamba.”

Karina yang mendengar suara gumaman Angelina sontak menoleh ke arah gadis itu. Ia mengelus lembut punggung sang sahabat yang bergetar seraya mengalihkan pandangan ke arah Livy. “Kak Galen masih di dalam, Mbak?”

Livy mengangguk. “Iya, Kar. Mungkin sebentar lagi dia keluar.”

Setelah Livy mengatakan hal itu, terdengar suara pintu ruangan ICU terbuka, menampilkan sosok Galen yang sedang berjalan keluar dengan diteman oleh seorang dokter perempuan di sampingnya.

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!