Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Alena
"Aduh, kepalaku!" Alexa mengeluh, keningnya mengernyit saat rasa sakit langsung menghantam kepalanya. Wanita itu mengerjap pelan, membiasakan pandangannya dengan keadaan sekitar.
Beberapa poster di dinding dan boneka-boneka di sekitarnya membuat wanita itu menghela napas lega saat tahu bahwa ia berada di kamar yang sudah ditempatinya setahun terakhir.
Alexa baru akan kembali memejamkan mata ketika sekelebat ingatan mampir di kepalanya. Netra coklat itu kembali terbuka lebar, menatap sekali lagi kamarnya, wajah panik wanita itu semakin kental saat menyadari bahwa pakaian yang sedang dikenakannya berbeda dari yang kemarin.
Piyama biru berkarakter alpaka melekat di tubuh Alexa.
"Bagaimana aku berakhir di sini?" Alexa yang hanya ingat tentang obrolan tidak pentingnya dengan bartender mengerutkan kening semakin dalam. Apa ia mabuk? Lalu, siapa yang membawanya pulang?
"Sudah bangun, Tuan Putri?"
"Uwaaah!"
Kehadiran tiba-tiba seseorang di kamarnya membuat Alexa berteriak, bersamaan dengan ingatan tentang kehadiran seseorang yang semalam juga mengagetkannya. Alexa ingat sosok yang duduk di sampingnya, memeluk pinggangnya sambil mengatakan omong kosong tentang skandal.
Netra coklat Alexa menatap wanita yang bersandar di pintu, menatapnya seolah Alexa telah melakukan tujuh dosa besar sekaligus.
"A-aku ...." Alexa tergagap, apalagi setelah melihat wajah galak Alena. "Bagaimana aku berakhir di sini?" tanyanya dengan suara teramat pelan.
"Kenapa tidak kau tanyakan pada kekasihmu?"
A-apa?! Kekasih apa? Kenapa tiba-tiba menggunakan nada ketus? Alexa ingin menangis melihat tatapan setajam belati yang dilayangkan Alena. Benar-benar menakutkan.
"Sudahlah, lebih baik sekarang kau bangun dan mandi. Kita bicara setelah sarapan," putus Alena setelah menghela napas melihat wajah pucat sepupunya. Wanita itu segera berlalu, meninggalkan Alexa yang langsung cegukan sepeninggalnya.
"Aku pasti sudah melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan," Alexa meradang, menarik salah satu boneka dan menggigitnya untuk meredam agar teriakannya tidak keluar.
Bagaimana cara memutar waktu, ya?
***
Makan pagi yang diliputi keheningan. Alexa merasa tercekik dengan suasana mencekam di sekitarnya. Sepertinya ia memang melakukan sesuatu hingga Alena benar-benar marah.
'Apa yang sudah kulakukan setelah tidak sadarkan diri, ya?' Alexa membatin sembari memaksa mengunyah makanannya. Ia tidak ingat apa yang terjadi setelah Raymond memperingatkannya untuk tidak menyalahkan pemuda itu kalau benar-benar ada skandal.
Melihat situasi di mana Alexa berakhir di kamarnya sendiri, bukannya di hotel atau kediaman Raymond, menunjukkan bahwa pemuda itu membawanya ke sini. Tapi, bagaimana mereka bisa masuk? Alexa yang biasanya tidak lagi sadarkan diri setelah mabuk, rasanya mustahil memasukkan sandi ... ugh!
Alexa menyadari bahwa bukan hanya ponsel yang ia tinggalkan kemarin, wanita itu juga tidak memiliki akses untuk masuk ke gedung apartement karena kartunya selalu ada di Alena. Jadi, bagaimana?
"Bereskan semua ini, setelah itu temui aku di ruang tengah."
Alexa segera mengangguk saat Alena memberi perintah untuk membereskan bekas makan mereka. Wanita itu segera membawa piring-piring kotor ke wastafel, mencucinya dengan hati-hati sebelum meninggalkan dapur.
Alexa menarik dan menghembuskan napas panjang beberapa kali, menenangkan detak jantungnya yang terasa akan berhenti. Wanita itu menatap Alena yang tengah duduk si sofa dengan tangan bersedekap. Kaki kanannya menyilang angkuh, posisi tubuhnya yang tegak membuat keberadaan Alena terasa lebih menakutkan dari apa pun.
"Duduk," perintah Alena sembari menunjuk sofa kosong di hadapannya.
Alexa menurut, duduk di sofa sembari berdoa agar masih diberi umur panjang untuk menghadapi hari esok.
"Kau tahu di mana salahmu?"
Pertanyaan yang dilayangkan Alena membuat Alexa langsung menatap dengan mata berbinar. Setidaknya meski masih tajam, Alena tidak lagi menggunakan nada yang ketus dan tajam seperti tadi.
"Ehm ... sepertinya aku tahu. Maaf karena sudah menyusahkan, tapi sungguh, aku dan orang itu benar-benar tidak sengaja bertemu. Maksudku ... kalau ada berita-berita tidak menyenangkan, itu semua hanya akal-akalan media saja."
"Rupanya kau tidak tahu," Alena mendengkus tidak percaya.
"Y--ya? Tidak tahu apa?" Alexa bertanya gugup, pasalnya ekspresi wajah Alena tampak siap akan menerkamnya.
"Kau tidak tahu di mana letak kesalahanmu, Alexa. Kau pikir aku peduli dengan hubunganmu dan Raymond? Tidak. Dan tidak akan ada yang peduli."
Kalimat tajam dan dingin yang dilontar Alena membuat Alexa menelan ludah. Alexa belum pernah mendengar nada seperti itu dari Alena sepanjang hidupnya.
Alena menghela napas, memijat kening saat wanita yang tengah dimarahinya terlihat sebentar lagi akan menangis.
"Kau mengilang, Alexa." Alena berucap lemah. "Kau pergi tanpa memberi kabar, tidak meninggalkan pesan, tanpa ponsel dan kunci apartement. Aku mencarimu seperti orang gila, takut kau melakukan tindakan bodoh. Aku tidak menemukan kau di mana pun. Lalu saat aku hampir mengatakan pada Papa dan Tante Valisha bahwa kau menghilang, aku mendapat telepon."
Alexa meremat jemarinya, kepalanya menunduk dalam, perasaan bersalah menggerogoti saat menyadari bahwa kelakuannya kemarin menyebabkan orang terdekatnya kesulitan.
"Raymond mendapat nomorku dari sutradara. Ia menelepon setelah membawamu ke sini, ke apartemet Paman Edgar lebih tepatnya." Netra gelap Alena menyorot tajam wanita yang menunduk di hadapannya. "Padahal ada aku, tapi kau memilih bar sebagai tempat bersembunyi. Memangnya tidak bisa pergi padaku dan kita jalan-jalan bersama? Kan, bukan hanya kau yang terkejut dengan kenyataan."
Perkataan Alena membuat Alexa langsung menutup wajah, satu demi satu tetes air matanya mengalir, wanita itu akhirnya menangis setelah menahannya sejak kemarin.
"Maaf," ucap Alexa lirih, suara seraknya nyaris tidak terdengar.
Kemarin Alexa tidak sempat memikirkan konsekuensi lain. Ia hanya belum siap menghadapi ibunya, jadi Alexa pergi sejak pagi tanpa memberitahu siapa pun.
"Masalah tidak akan selesai hanya dengan membiarkan atau menghindarinya, Alexa. Kau kan, bukan anak kecil yang tidak memahami itu. Kalau pun belum siap menghadapi Tante Valisha, pergi tanpa memberi kabar itu jelas bukan tindakan orang dewasa. Kalau memang kau pikir sendirian bisa membuat pikiranmu lebih tenang, aku juga tidak akan mengganggu, kok! Aku pasti akan membiarkanmu sendirian. Masalahnya adalah kau menghilang begitu saja, bagaimana aku bisa berpikir dengan jernih?"
Isakan Alexa semakin terdengar. Ia benar-benar menyadari kesalahan besar yang sudah dilakukannya.
"A--aku ... aku benar-benar menyesal. Tolong maafkan aku!" Alexa tergugu, melihat raut kecewa wanita di hadapannya membuat tangisnya semakin tak terbendung.
"Aku juga terkejut dengan kenyataan tentang Bibi Valisha dan Paman Edgar," ucap Alena lemah. "Semalam aku bahkan tidak berani menatap wajahnya. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa."
Kenyataan kalau Alexa adalah anak kandung Edgar mungkin belum bisa dipastikan benar tanpa melakukan tes DNA, tapi Alena tidak yakin Alexa akan menerima dengan mudah kalau hasil tesnya positif. Alena pun mungkin sulit menghadapi Edgar lagi. Hanya asumsi sementara saja sudah berhasil membuat Alexa melarikan diri dari rumah, apalagi kalau yang menyatakan adalah medis secara langsung?
"Lalu, untuk skandal ... aku tidak tahu bagaimana cara menghentikannya."