NovelToon NovelToon
Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: icha14

Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat


Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.

Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.

Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

melihat Caca kembali

Setelah melaksanakan sholat Maghrib, Arman duduk sejenak di kasurnya. Udara malam di kota tempatnya bertugas ini terasa lebih dingin dibandingkan rumahnya. Ruang kamarnya sederhana—hanya ada tempat tidur, lemari kecil, dan meja kerja. Suara azan dari masjid dekat mess-nya masih terdengar samar, memberi suasana yang menenangkan. Namun, perutnya mulai mengeluh.

“Lapar juga,” gumamnya sambil memegang perut.

Ia melirik jam dinding. Baru pukul tujuh malam, dan itu waktu yang tepat untuk mencari makan malam. Ia melangkah ke pintu, mengetuk kamar sebelah. Agus, teman sekamarnya di mess, membuka pintu dengan senyum lebar.

“Kenapa, Man?”

“Makan yuk, Gus. Lapar. Aku nggak tahu tempat makan enak di sini,” ujar Arman.

Agus mengangguk cepat. “Ya udah, aku tahu warung sate enak nggak jauh dari sini. Ayo.”

Mereka keluar bersama, menikmati udara malam yang sejuk. Jalanan di sekitar mess tak terlalu ramai, hanya ada beberapa kendaraan lewat. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, mereka tiba di warung sate sederhana yang ramai oleh pelanggan. Aroma daging bakar memenuhi udara, menggoda perut yang sudah lapar.

“Di sini nih. Satenya mantap banget,” kata Agus sambil menarik kursi plastik.

Arman mengangguk, duduk di hadapannya. Mereka memesan sate ayam dan kambing lengkap dengan lontong dan es teh. Sembari menunggu pesanan, Agus mulai membuka obrolan.

“Gimana kerjaan di sini, Man? Udah mulai betah?” tanya Agus sambil menyandarkan punggungnya.

“Lumayan, lah. Masih adaptasi sama ritme di sini. Tapi kota ini nyaman, tenang,” jawab Arman sambil melirik sekitar.

Agus mengangguk. “Iya, suasananya memang nggak seramai kota besar. Tapi kalau mau hiburan, ada aja, kok. Tinggal pilih aja tempatnya.”

Arman tersenyum tipis. Ia merasa bersyukur memiliki rekan seperti Agus yang mudah diajak bicara. Namun, pikirannya masih melayang ke rumah, ke Sasa, dan bayi kembarnya yang sedang dikandung. Perasaan rindu menyelinap, tapi ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan melihat sekitar.

Saat itulah pandangannya tertuju ke arah minimarket kecil yang berada tepat di seberang warung sate. Pintu kaca minimarket itu terbuka, dan seseorang melangkah keluar. Wanita itu tampak familiar. Rambut hitam panjangnya tergerai, wajahnya terlihat jelas saat melewati cahaya lampu jalan.

Caca.

Nama itu muncul di kepala Arman seperti petir. Wajahnya yang tenang seketika berubah tegang. Ia mengenali wanita itu, seseorang yang pernah menjadi bayang-bayang buruk di kehidupannya. Caca adalah sahabat lama Sasa, yang dulu hampir menghancurkan rumah tangganya.

Arman memalingkan wajah, berharap Caca tidak melihatnya. Namun, rasa ingin tahu mengalahkan kegelisahannya. Ia kembali melirik sekilas dan melihat Caca berjalan keluar bersama seorang pria. Pria itu memegang kantong plastik belanjaan dan tertawa kecil sambil berbicara dengan Caca.

“Kenapa, Man? Kok melamun?” tanya Agus, menyadarkan Arman.

“Enggak, nggak apa-apa,” jawab Arman cepat, mencoba mengendalikan ekspresinya.

Arman masih terdiam dengan pikiran yang berputar-putar, sampai suara Agus membuyarkan lamunannya.

“Man, ayo makan, nih satenya udah jadi!” seru Agus sambil menyodorkan sepiring sate yang baru saja diletakkan pelayan di meja mereka.

“Oh, iya,” jawab Arman agak gugup. Ia mencoba memusatkan perhatian pada makanannya. Namun, pikirannya tetap tak bisa lepas dari pemandangan tadi. Mobil yang dimasuki Caca kini telah bergerak meninggalkan minimarket, berbelok di tikungan jalan dan menghilang dari pandangannya.

“Man, kamu kenapa sih? Dari tadi kayak nggak fokus,” Agus bertanya lagi, menatap Arman dengan bingung.

“Enggak, Gus. Cuma lagi kepikiran sesuatu,” jawab Arman sambil berusaha tersenyum. Ia menusuk sate di piringnya, mencelupkannya ke bumbu kacang, dan mulai makan.

Agus hanya mengangkat bahu, tidak mendesak lebih jauh. “Ya udah, makan dulu. Kalau ada masalah, cerita aja. Siapa tahu gue bisa bantu,” ujarnya sambil melanjutkan makannya sendiri.

Arman hanya mengangguk. Namun, setiap suapan terasa hambar. Pikirannya terus memutar kembali masa-masa ketika Caca muncul dalam hidupnya dan Sasa. Ia ingat jelas bagaimana kedekatan mereka dulu hampir merusak segalanya.

Kenangan yang Tak Diinginkan

Beberapa tahun yang lalu, Caca adalah salah satu sahabat terdekat Sasa. Kedekatan mereka membuat Caca sering datang ke rumah, bahkan terkadang membantu Sasa mengurus keperluan rumah tangga saat Arman sibuk bekerja. Awalnya, Arman menganggap Caca sebagai teman biasa, seseorang yang ramah dan perhatian. Namun, sikapnya perlahan berubah.

Caca sering mencari perhatian, menyentuh batas-batas yang seharusnya tidak ia lewati. Ia sering datang saat Sasa sedang pergi, membawa alasan-alasan sepele seperti ingin meminjam sesuatu atau hanya sekadar mengobrol. Arman, yang saat itu sedang menghadapi tekanan kerja, tak langsung menyadari niat sebenarnya.

Sasa akhirnya mengetahui kedekatan yang tidak seharusnya itu. Ia marah besar, bahkan sempat mengancam akan pergi dari rumah. Itu adalah titik terendah dalam pernikahan mereka. Untungnya, Arman menyadari kesalahannya sebelum semuanya terlambat. Ia memutuskan untuk menjauh dari Caca, bahkan meminta Sasa untuk mengakhiri persahabatannya dengan wanita itu.

Kembali ke Realita

“Makan dulu, Man. Nanti keburu dingin,” suara Agus kembali menarik Arman ke masa kini. Ia mengangguk dan melanjutkan makannya, meskipun hatinya masih tidak tenang.

Setelah selesai makan, Agus menyeka mulutnya dengan tisu dan menatap Arman. “Gue serius, loh. Kalau ada yang ganggu pikiran lo, cerita aja. Lo kelihatan aneh malam ini.”

Arman menatap sahabat barunya itu, berpikir sejenak. Ia merasa butuh berbicara, setidaknya untuk mengurangi beban di pikirannya.

“Gus, gue tadi lihat seseorang yang nggak seharusnya ada di sini,” kata Arman akhirnya, memilih kata-kata dengan hati-hati.

“Siapa?” Agus bertanya dengan nada penasaran.

“Caca. Seorang wanita yang hampir merusak rumah tangga gue dulu,” jawab Arman pelan.

Agus terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Oke, gue ngerti. Terus, dia ngapain di sini?”

“Nggak tahu. Dia keluar dari minimarket tadi, bareng seorang pria. Gue nggak sempat lihat lebih jelas,” ujar Arman sambil melipat kedua tangannya di atas meja.

Agus menghela napas panjang. “Lo yakin dia masih berpotensi bikin masalah? Atau mungkin dia cuma kebetulan ada di sini?”

“Itu yang gue nggak tahu, Gus. Tapi gue nggak mau dia muncul lagi dalam hidup gue atau Sasa. Gue nggak mau ada masalah seperti dulu lagi,” jawab Arman tegas.

Agus mengangguk lagi, kali ini lebih serius. “Ya udah. Kalau gitu, lo harus tetap waspada. Tapi jangan terlalu parno juga. Bisa aja dia udah berubah, atau mungkin dia sama sekali nggak peduli lagi sama lo.”

Arman menghela napas. Kata-kata Agus ada benarnya, tapi ia tetap merasa gelisah.

Kembali ke Mess

Setelah selesai makan, mereka kembali ke mess. Sepanjang jalan, Arman berusaha mengalihkan pikirannya, tetapi bayangan Caca terus menghantui. Ia memutuskan untuk tidak menceritakan kejadian ini pada Sasa—setidaknya untuk sekarang. Ia tidak ingin membuat istrinya khawatir, terutama dalam kondisi kehamilannya.

Setibanya di mess, Agus langsung menuju kamarnya, sementara Arman duduk di kursinya. Ia membuka ponsel dan melihat pesan dari Sasa.

Sasa: Mas, udah makan belum? Aku habis ngobrol sama Ibu tadi, cerita tentang masa kecil kita. Kangen, deh.

Arman tersenyum kecil membaca pesan itu. Ia membalas cepat:

Arman: Udah kok, Sa. Aku habis makan sate bareng Agus. Aku juga kangen banget sama kamu dan anak-anak.

Ia meletakkan ponsel di meja dan merebahkan diri di kasur. Namun, pikirannya masih belum tenang. Siapa pria yang bersama Caca tadi? Apa yang membuatnya muncul di kota ini?

Malam yang Gelisah

Malam itu, Arman sulit tidur. Ia terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mengganggunya.

1
Ani Aqsa
ceritanya bagus.tp knapa kayak monoton ya agak bosan bacanya..maaf y thor
Lili Inggrid
lanjut
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Android 17
Terharu sedih bercampur aduk.
Mắm tôm
Suka banget sama karakter yang kamu buat thor, semoga terus berkembang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!