Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Hasrat Terlarang
"Kurang ajar mereka!" geram Tristan.
Ia mengirimkan pesan kepada Hansan dan Hamin untuk mengacaukan situasi. Ia tidak bisa ikut masuk begitu saja untuk membawa kabur Ralina dari sana. Apalagi ia melihat Ralina dibawa oleh lelaki yang tadi bersama Karina.
Entah apa yang sudah Hansan dan Hamin lakukan. Seluruh lampu tiba-tiba mati dan alarm kebakaran berbunyi. Orang-orang berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri.
Di tengah kekacauan itu, Tristan mengambil Ralina yang sudah terkulai lemas dan pingsan. Ia membawanya pergi dari sana lewat pintu belakang lantai dua kemudian berjalan menuruni tangga hingga sampai di bagian belakang gedung.
Sorot lampu taman yang remang-remang membuat Tristan mampu melihat jelas wajah gadis yang ada di gendongannya. Ia benar-benar masih tidak percaya Ralina sudah tumbuh dewasa. Cantik ... Sangat cantik sampai ia terpaku menatapnya.
Ini pertama kalinya ia mengagumi seorang wanita. Wajah yang cantik dengan kulit yang lembut dan seputih kapas.
"Oh, astaga! Apa yang aku lakukan!" gumamnya pada diri sendiri.
Ia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran kotor dalam benaknya. Bagaimana bisa ia mengagumi anak SMA yang seusia dengan adiknya.
Tristan melepaskan jaket yang ia kenakan. Ia gunakan untuk menyelimuti tubuh Ralina yang terekspose. Sekali lagi matanya terpaku menatap wajah cantik itu. Ia kembali menepis pikirannya.
Tristan kembali menggendong Ralina, membawa wanita itu menuju ke parkiran. Sepertinya semua orang sudah keluar. Halaman depan dan parkiran tiba-tiba ramai dengan orang.
Kedua anak buahnya sudah menunggunya di sana. Hansan membukakan mobil untuknya tanpa bertanya apa-apa.
"Carikan penginapan yang terdekat dan tidak terlalu terkenal di sekitar sini!" pinta Tristan setelah duduk di dalam mobil. Ia menidurkan Ralina di atas pangkuannya.
Hansan dan Hamin duduk di kursi depan. Mobil segera dikemudikan meninggalkan parkiran klab malam itu.
"Apa yang tadi kalian lakukan di dalam?" tanya Tristan.
"Kami hanya merusak instalasi listrik dan alarm kebakaran, Pak," jawab Hansan sembari fokus menyetir.
"Sudah kalian pastikan aman atau tidak? Jangan sampai ada rekaman CCTV."
"Saya juga sudah meretas CCTV di sana, Pak. Anda tidak perlu khawatir," sahut Hamin.
"Baguslah kalau begitu."
Tristan kembali memandangi wanita yang ada di pangkuannya. Ia masih memikirkan bagaimana cara untuk bisa melindunginya.
Ralina memang bukan siapa-siapa, dia hanya teman adiknya. Tapi, dia tidak bisa tidak peduli padanya.
"Cepatlah kamu besar dan menikah dengan lelaki yang baik," ucapnya lirih.
Sekarang Tristan seperti seorang kakak yang harus menjaga adiknya sampai bisa hidup mandiri.
Mobil berhenti di depan sebuah losmen. Setelah Hansan dan Hamin mengurus semuanya, Tristan baru membawa Ralina ke dalam kamar yang sudah dipesannya.
Ia membaringkan perlahan Ralina di atas ranjang. Gadis itu sama sekali tidak terbangun. Ia mencium bau alkohol dari mulutnya.
"Kamu seharusnya lebih berhati-hati," ucapnya.
Tangan Tristan meraih helaian rambut Ralina yang tergerai. Rambutnya panjang, halus dan selembut sutra. Kulitnya yang mulus seakan menggoda Tristan untuk menyentuhnya.
Tanpa sadar tangan Tristan mengusap lengan yang lembut itu. Ada dorongan hasrat yang mempengaruhinya untuk mendekat. Apalagi bibir kecil itu terlihat sangat manis dan membuat ingin mencicipinya.
Tatapannya turun memandangi dada yang naik turun dengan teratur. Tristan seolah penasaran dengan apa yang tersembunyi di balik pakaian itu. Rok pendek yang tersingkan dan memperlihatkan paha mulus itu membuatnya menelan ludah. Ia sepertinya bisa berubah menjadi seekor binatang buas.
Namun, sesaat ia tersadar. Tristan menepuk dahinya. Tidak seharusnya ia berpikiran kotor terhadap wanita yang ingin dijaganya. Kalau dia sampai menyentuhnya, apa bedanya dia dengan lelaki kurang ajar itu.
Tristan mengambil napas dalam-dalam. Ia menutupkan selimut di atas tubuh Ralina. Ia menjauh, duduk di atas sofa untuk menenangkan diri. Hampir saja ia lepas kendali.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Tristan kembali bangkit dan berjalan menghampiri pintu. Hansan dan Hamin yang datang membawakan kantong belanja untuknya.
Sebelumnya, Tristan memang meminta mereka untuk membelikan pakaian dan makanan untuk Ralina.
"Apa Anda akan langsung pulang sekarang?" tanya Hansan.
"Tidak. Sepertinya aku akan menginap di sini malam ini," jawab Tristan.
"Ah! Kami lupa membelikan itu di apotek! Bagaimana kalau dia hamil?" celetuk Hamin tiba-tiba.
Sontak Tristan dan Hansan langsung mengarahkan tatapan tajam padanya. Ia tersenyum canggung merasa telah salah bicara.
"Maaf, Pak. Tapi dia masih SMA, kasihan ...," katanya.
"Memang kamu kira aku mau melakukan apa? Kurang ajar sekali isi otakmu!" gerutu Tristan.
Ia kesal dengan ucapan Hamin barusan. Padahal, ia memang hampir melakukan hal yang tidak-tidak kepada Ralina.
"Jaga bicaramu!" lirih Hansan seraya mencubit lengan Hamin.
"Maafkan saya," ucap Hamin.
"Oh, iya. Apa kami juga perlu ikut berjaga di sini?" tanya Hansan mengalihkan topik pembicaraan.
"Kalian pulang saja. Besok aku bisa pulang naik taksi!" perintah Tristan.
Kedua orang itu menurut. Mereka lantas pergi setelah urusannya selesai.
Tristan kembali masuk ke dalam. Kali ini ia tidak berani mendekati Ralina lagi karena takut khilaf. Ia memilih merebahkan diri di atas sofa empuk yang ada di sana.
***
Ralina menggeliatkan badannya di atas ranjang. Perlahan ia membuka mata dan kesadarannya kembali. Ia memandangi langi-langit kamar yang tidak familiar. Ingatan kejadian semalam mulai terlintas di kepalanya.
"Ah!"
Ia menjerit panik dan langsung terduduk. Ia mengecek pakaiannya, masih sama dengan yang semalam dikenakan. Ia melihat-lihat ke sekeliling, mengecek jika ada orang selain dirinya di sana.
Sepi. Kamar itu sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda orang selain dirinya.
Ia ingat semalam datang ke klab malam bersama kakaknya. Ia akan diantar pulang oleh teman kakaknya karena merasa kurang enak badan. Lalu, terjadi kebakaran dan suasana jadi kacau. Ralina terpisah dengan teman kakaknya. Tapi, ada seseorang yang menggendongnya pergi dari tempat itu.
"Siapa yang sudah membawaku ke tempat ini?" gumamnya.
Tatapan mata Ralina terarah pada meja. Di atas meja itu ada sebuah paperbag dan air minum yang ditempeli selembar kertas. Ia bergegas turun dan mengambil kertas itu.
Kalau sudah bangun, jangan lupa sarapan dan mengganti pakaian. Lain kali hati-hati dengan orang yang baru dikenal. Sepertinya kamu juga tidak punya uang. Jadi, aku tinggalkan uang untuk ongkos taksi dan membeli jajan.
Ralina melirik ke atas meja. Ada uang 500 ribu yang terselip si bawah piring nasi goreng. Ia tertawa kecil, merasa heran dengan orang yang begitu baik menolongnya. Bahkan menyiapkan sarapan, pakaian ganti, serta uang.
Ia juga merasa lega tidak terjadi apa-apa padanya. Untung saja ia tidak diantar pulang oleh teman kakaknya yang kurang ajar itu.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih
iklaskn ralina yg sudah di incar trintan dr kecil