Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta Yang Lain
Ketika gairah sudah menguasai tubuh, semua yang ada di hati seakan terlupakan. Yang ada hanyalah keinginan untuk menuntaskan apa yang kini menguasai hati dan pikiran.
Aina yang perawan tentu saja tak tahu apa yang harus dilakukannya selain mengikuti kemauan dari Emir. Kemeja piyamanya sudah terbuka dan dadanya terekspos.
Aina tenggelam dalam sentuhan yang memabukkan itu.
Bunyi ponsel Emir yang ada di atas nakas seakan tak mereka pedulikan. Sampai akhirnya terdengar ketukan di pintu kamar mereka.
"Emir....., nak....!" terdengar suara Tita yang membuat Emir harus menghentikan kegiatannya di dada sang istri.
Aina langsung menarik selimut dan menutupi tubuhnya sedangkan Emir mengambil kaosnya dan memakainya lagi. Ia melangkah ke arah pintu sambil menyisir rambutnya dengan tangan kanannya.
"Ada apa, Bu?" tanya Emir begitu pintu terbuka. Ia sengaja hanya membukanya sedikit.
"Maaf ibu menganggu istirahat kalian. Tapi bos kamu menelepon ibu. Katanya kamu nggak mengangkat teleponnya. Ada sesuatu yang penting kayaknya."
"Baik bu saya akan telepon balik."
Tita pun meninggalkan kamar putranya. Ia kemudian mengambil ponselnya di atas nakas. Ada 4 panggilan tak terjawab dari bosnya.
"Selamat malam, bu. Maaf saya sudah ketiduran. Tapi bagaimana saya bisa pergi ya, hujan sangat deras. Baiklah, bu." Emir meletakan ponselnya. Ia menatap Aina yang masih berbaring sambil menutup tubuhnya dengan selimut.
"Aina, maaf ya. Aku harus pergi mengantar ibu bos ke Bogor. Ada kerabatnya yang meninggal dan akan dikebumikan besok pagi jam 8. Ibu bos takut nggak bisa hadir tepat waktu. Makanya pergi sekarang. Ibu bos akan menjemput di sini."
Aina hanya mengangguk. "Hati-hati, kak. Hujan deras di luar."
"Iya." Emir membuka lemari pakaiannya dan mengeluarkan pakaiannya. Ia kemudian keluar untuk mengganti pakaiannya.
Sedangkan Aina langsung bangun dan mengenakan lagi kemeja piyamanya.
Di satu sisi Aina bersyukur karena tak ada yang terjadi pada mereka. Walaupun sebenarnya ia merasa sedikit pusing karena penyatuan itu tak terjadi.
Emir masuk kembali ke dalam kamar. Ia mengambil tas nya dan memasukan ponsel dan charger nya. Lelaki itu kemudian memakai sepatunya.
"Aku pergi ya? Tidurlah yang nyenyak." Emir mencium dahi Aina sebelum keluar kamar. Aina merasakan ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Namun perempuan itu menepiskan nya. Ia belajar untuk menutup hatinya untuk perasaan sayang pada seorang pria.
Aina mengintip dari kaca jendela saat mendengar suara klakson mobil. Sebuah mobil mewah terparkir di sana. Emir nampak menggunakan payung menuju ke mobil itu. Tak lama kemudian mobilnya pergi.
Perlahan ia membaringkan tubuhnya lagi. Kenangan tentang kemesraannya dengan Fatar kini terbayang lagi. Aina berusaha untuk menepiskan nya. Ia tak mau mengingat tentang Fatar lagi dalam kehidupannya.
**********
Sinta memanggil Aina ke ruangannya. Gadis itu pun menuju ke ruangan kepala bagian keuangan itu.
"Aku sudah baca laporanmu. Bagus juga. Begitu seterusnya ya? Aku tak mau ada kata belum selesai untuk pekerjaan yang sudah aku berikan. Oh ya, aku mendengar kalau kamu kamu sering mendapatkan salam manis dari para lelaki di kantor ini? Jangan genit ya? Ingat, kamu sudah menikah. Jangan suka main mata dengan lelaki lain. Kalau perlu, minta suamimu menjemput kamu ke sini."
"Suami aku kerja, bu. Kerja di luar kota. Pulangnya setiap Jumat sore."
"Wah, kamu jablai dong."
"Apaan itu Jablai Bu?"
Sinta menggelengkan kepalanya. "Segitu aja tak tahu? Jablai itu artinya jarang dibelai."
Aina terkekeh. "Sering kok, bu. Kalau suami saya pulang, pasti nggak berhenti dibelai."
"Kamu bisa saja. Sekarang, tugas kamu adalah menyiapkan daftar gaji untuk semua pegawai dan karyawan. Minggu depan kita akan gajian. Kamu akan menerima gaji pertamamu."
"Terima kasih Bu."
Sinta memberikan dftar gaji pegawai. "Jika sudah selesai, bawa ke bendahara gaji. Dia akan mencocokan Dnegan daftar pinjaman."
Aina mengangguk. Ia pun keluar dari ruangan Sinta. Saat ia kembali ke mejanya, Ia mencari nama Emir di daftar penerima gaji. Ia menemukan nama lelaki itu. Gaji Emir berjumlah 3 juta tujuh ratus ribu rupiah. Uang bulanan Aina yang diberikan papanya 15-20 juta. Sangat jauh berbeda dengan gajinya. Aina juga melihat daftar gajinya. Ternyata gajinya lebih tinggi dari Emir. Mungkin karena Aina memiliki jabatan yang cukup penting di perusahaan ini. Ibu Sinta memang sudah mengatakan padanya, pekerjaannya lebih banyak dibandingkan dengan divisi yang lain, namun gajinya juga berbeda.
Menjelang jam pulang kantor, ponsel Aina berdering. Ternyata ada telepon dari Emir.
"Hallo kak....."
"Ai, hari ini aku nggak pulang ya? Bos mau bertahan di sini sampai perayaan 3 malam."
"Tapi kakak kan nggak bawa pakaian."
"Ada. Dibelikan oleh ibu bos. Kamu sudah makan siang?"
"Sudah dong. Ini kan sudah sore."
"Kamu kan suka lupa makan kalau serius bekerja. Kalau mau lembur kerjakan saja di rumah. Jangan pulang sendiri. Beberapa satpam suka genit."
Aina terkekeh. "Kayak orang yang lagi cemburu saja."
"Memangnya nggak boleh cemburu sama istri sendiri?"
Pertanyaan Emir membuat Aina terdiam sejenak. Ia tak tahu harus bicara apa.
"Ai...., kamu marah ya aku bilang begitu?" tanya Emir setelah Aina tak menjawab apapun.
"Nggak. Aku nggak marah."
"Ya sudah. Aku tutup dulu ya?"
"Baik, kak." Aina meletakan ponselnya. Ia berpikir sejenak. Apakah benar Emir cemburu? Itu berarti Emir menyukainya? Tapi kan mereka baru saja ketemu.
"Kenapa?" tanya Elsa yang sudah berdiri di depan meja Aina.
"Maksudnya?"
"Kayak orang bingung saja. Eh, ada gosip nih!"
"Gosip apaan?"
Elsa berdiri dan menatap sekeliling. Ia memastikan kalau tak ad orang di sekitarnya. Ini memang sudah jam makan siang.
"Emir, si satpam yang ganteng itu, katanya ada main dengan ibu bos kita."
"Siapa bilang? Si Emir kan sudah menikah?"
Elsa tersenyum. "Memang sudah menikah tapi kita nggak pernah tahu dengan siapa dia menikah. Dan ibu bos kayaknya suka sama Emir. Emir itu kan hanya sopir cadangan kalau sopir ibu bos berhalangan. Kini sopirnya mengeluh, kebanyakan Emir yang mengantar dia kemana-mana."
"Oh ya?"
"Iya. Sekarang lagi keluar kota ibu bos, yang diajak so Emir. Memang sih Emir tampan. Kalau dandan pasti nggak kayak satpam."
"Jangan berprasangka buruk. Kita kan nggak tahu apa yang mereka lakukan. Takut nanti fitnah. Kita juga yang berdosa."
Elsa langsung menutup mulutnya. Ia pergi meninggalkan Aina yang nampak sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya. Ia tahu Aina tak akan pernah pergi makan siang di kantin karena ia selalu membawa bekal.
************
3 hari sudah Emir tak pulang. Aina seperti biasa, bangun pagi, membantu ibu Tita membersihkan rumah sebelum akhirnya ke kantor. Aina tak pernah tahu jam berapa mertuanya itu bangun. Setiap jam 6 pagi, ibu Tita sudah selesai dengan kuenya dan makanan juga sudah siap.
Kalau Emir tak ada, Aina selalu naik angkot. Awalnya memang gadis itu merasa tersiksa karena harus duduk berdempetan dengan orang banyak. Namun lama kelamaan ia mulai terbiasa.
Saat Aina tiba di kantor, suasana kantor nampak ramai.
"Ada apa?" tanya Aina kepada salah satu Satpam.
"Semalam, ada perkelahian antara sopir pengangkut. Katanya sih karena salah satu sopir selingkuh dengan istri sopir yang lain. Mereka rupanya memakai mobil perusahaan dan terjadi kecelakaan. Polisi datang mencari mobil yang disembunyikan di sini."
"Oh....gitu ya."
"Bos sebentar lagi tiba. Bisa gawat nih!"
Aina mendengar para karyawan mulai ribut. Dan terlihatlah mobil hammer milik so bos memasuki halaman.
Seorang perempuan cantik turun menggunakan rok mini ketat.
"Siapa yang bermasalah di sini?" teriakannya lantang.
Aina melihat Emir yang memarkir mobil di tempat khusus pimpinan perusahaan. Lelaki itu turun. Ia menatap ke arah Aina. Wajahnya tersenyum. Seperti ingin mengatakan kalau dia merindukan Aina.
Aina membalas senyuman Emir. Nampak si bos yang bernama Terre itu berbicara dengan polisi.
Para karyawan mulai masuk ke kantor. Aina pun begitu. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara seseorang memanggil namanya.
"Aina .....!"
Aina menoleh. "Pak Arya?"
Polisi tampan itu tersenyum. "Aku mencari mu ke rumahmu. Kata ibumu kamu sudah pergi meninggalkan rumah. Aku menelepon tapi nomormu tak aktif. Apa kabar?" Arya menjabat tangan Aina.
"Baik. Sedang apa di sini?" tanya Aina sambil melirik ke arah Emir yang masih berdiri tak jauh darinya. Arya belum juga melepaskan tangan Aina.
"Mengurus kasus sopir perusahaan. Kamu ngapain di sini?" Arya memperhatikan dandanan Aina.
"Aku kerja di sini." Aina perlahan menarik tangannya dari genggaman Arya.
"Kerja? Jadi benar kalau kamu meninggalkan rumah? Alamat mu di mana? Aku sudah menemukan identitas Wilma Gunawan."
"Siapa dia? Seorang suster?"
Arya menggeleng. "Siapa bilang dia seorang suster? Dia seorang dokter yang bekerja di salah satu rumah sakit di Jakarta ini."
Aina terkejut. "Bukan asal Manado?"
"Bukan. Dia tercatat sudah 1 tahun praktek di rumah sakit Jakarta sebagai dokter magang."
"Rumah sakit apa?"
"Rumah sakit Nusantara."
Aina terkejut. Itu kan rumah sakit tempat Fatar praktek. Apakah sebelumnya Fatar dan Wilma sudah saling mengenal?
"Ayo masuk semua !" terdengar teriakan Terre.
"Aku masuk dulu ya." Aina mengambil kertas dan pulpen dari dalam tasnya. Ia mencatat nomor teleponnya. "Ini. Nanti aku hubungi lagi."
Emir memperhatikan interaksi Aina dengan polisi itu. Nampak begitu akrab. Dari tatapan mata polisi itu, nampak kalau dia menyukai Aina.
***********
Kenyataan apa lagi yang Aina harus terima?
aina.... pas sangat sakit dan kecewa...
mami siapa tokoh dalam novel kali ini yg gak memakai topeng di wajahnya.....
mami sukses banget bikin pembaca penasaran.... Terima kasih upnya mami... happy holiday...
krn mgkn sbnrnya Hamid, Wilma dan Emir adlh saudara seayah...