Dipaksa menikah dengan pria beristri membuat Delia berani berbuat nekad. Ia rela melakukan apa saja demi membatalkan pernikahan itu, termasuk menjadi istri sewaan seorang pria misterius.
Pria itu adalah Devanta Adijaya, seseorang yang cenderung tertutup bahkan Delia sendiri tidak tahu apa profesi suaminya.
Hingga suatu ketika Delia terjebak dalam sebuah masalah besar yang melibatkan Devanta. Apakah Delia bisa mengatasinya atau justru ini menjadi akhir dari cerita hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haraa Boo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salting brutal
"Pak, kita harus pergi dari sini. Delia akan bawa bapak ke tempat yang lebih baik," ucap Delia lirih. Apapun yang Delia bicarakan pada bapaknya selalu menyisakan rasa pedih di benaknya.
Kali ini tidak ada penolakan dari pria itu, ia sepertinya sudah menyerahkan semua keputusan kepada Delia.
"Delia sebentar lagi mau menikah Pak, bukan dengan Mas Sapto tapi dengan pria tadi. Namanya Devan... Dia pria yang baik. Entah gimana nasib Delia jika tidak bertemu dengan Devan..." Pikiran Delia menerawang jauh, ia teringat masa-masa dimana dia terus didesak untuk menikah dengan Sapto sampai akhirnya Devan muncul menyelamatkannya.
"Delia.. Ayo, Tuan Devan sudah menunggu kita."
Lamunan Delia buyar ketika Anna menegurnya.
Sebelum Delia sempat bangkit, tangan Pak Jaya sudah berusaha untuk menggapai jemari Delia, dan dengan gerakan bibirnya ia seperti sedang mencoba untuk berbicara dengan putrinya.
"Bapak nggak keberatan kan kalau Delia menikah dengan Devan?"
Dengan tangan gemetar, Pak Jaya mencoba menuliskan sesuatu ke tangan Delia. Dari gerakan jemari itu Delia memahaminya.
'iya' itulah kata yang ingin disampaikan oleh Pak Jaya. Bersamaan dengan itu, Pak Jaya juga menganggukkan kepala sambil mengukir senyum di bibirnya.
Delia memeluk tubuh renta bapaknya. Perasaan senang dan haru bercampur menjadi satu. Restu dari Pak Jaya membuat Delia semakin yakin dengan keputusannya.
Lalu Delia mendorong bapaknya menuju ke mobil Devan. Sesampainya di mobil, bodyguard Devan dengan sigap segera mengambil alih Pak Jaya.
Selama perjalanan baik Devan ataupun Delia tidak ada yang mau membuka percakapan, padahal mereka sudah duduk bersebelahan.
Entah apa alasan yang membuat Devan meminta ke Delia untuk duduk disampingnya. Tapi pada akhirnya mereka malah saling canggung.
Devan memilih untuk memainkan ponselnya, sementara Delia sibuk dengan melihat gemerlap lampu kota yang terlihat indah di malam hari.
"Carikan rumah sakit terbaik di kota ini, jika bisa kita akan kesana sekarang," titah Devan setelah ia menghubungi Anna.
Mendengar kata rumah sakit membuat Delia bertanya-tanya. Kenapa Devan ingin ke rumah sakit, siapa yang sakit, apa mungkin dia yang sakit?
Setelah memberi perintah, Devan langsung mematikan telfonnya.
"Kenapa kita harus ke rumah sakit, apa kamu sakit?" tanya Delia sambil mencoba menelisik wajah Devan. Tapi Delia tidak menemukan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Devan sakit. Wajahnya nampak segar, begitu pun dengan tubuhnya.
"Bapakmu membutuhkan perawatan yang intens. Apa kamu akan membiarkannya begitu saja?"
Pertanyaan itu seperti tamparan keras bagi Delia, selama ini ia sudah bersusah payah mengumpulkan uang demi pengobatan bapaknya. Namun apa hasilnya, semua hasil kerja kerasnya justru dirampas oleh Santi. Dan Delia harus pasrah menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa membawa bapaknya berobat.
Tapi lihat sekarang, bahkan pria dingin seperti Devan bisa berpikir ke arah sana. Pria yang bukan siapa-siapanya namun sekarang menjadi satu-satunya pria yang akan menjamin hidupnya.
Bagaimana Delia bisa tidak tergila-gila pada pria seperti itu?
Katakan, wanita mana yang bisa menolak pria seperti Devan?
Mata Delia berkaca-kaca, lalu sedetik kemudian ia sudah menangis tersedu-sedu bahkan tangisannya terdengar seperti anak kecil yang sedang merengek meminta sesuatu.
Devan yang melihat itu sebenarnya merasa risih, dalam pikirannya.. bagaimana seorang wanita dewasa bisa menangis seperti itu?
Tak lama Devan mengulurkan sekotak tisu ke arah Delia tanpa mau melihat wajahnya. Bukannya gengsi ataupun apa, namun Devan lebih menjaga perasaan Delia, wanita itu pasti akan merasa sangat malu jika tersadar bahwa dirinya sudah menangis terisak di hadapannya.
Namun bukannya lebih tenang, tangis Delia justru semakin menjadi. Devan kebingungan, ia tidak tahu bagaimana cara menenangkan Delia.
Sopir Devan melirik mereka dari spion dalam, nampaknya ia tahu bahwa Devan sedang kelabakan menghadapi Delia.
"Why, apa yang harus saya lakukan?" tanya Devan pada sopirnya dengan gerakan bibir.
Sopir itu mengusap-usap lengannya sendiri seolah sedang memperagakan sebuah gerakan untuk membantu Devan.
Devan yang tak tahu kembali bertanya, "Apa?"
"Tuan usap-usap lengannya biar dia bisa tenang," ucap sopir itu, masih menggunakan bahasa bibir sambil kembali memperagakannya.
"What!" Tentu saja Devan terkejut, lalu ia menggelengkan kepala tanda bahwa ia tidak setuju dengan ide itu.
Tapi semakin lama tangis Delia tak kunjung reda, bahkan gadis itu sampai berani mengeluarkan ingusnya di depan Devan hingga menimbulkan suara yang begitu menjijikan untuk seorang Devan.
Terpaksa Devan mengikuti saran sopirnya. Tangannya perlahan menggapai lengan Delia lalu mengusapnya dengan canggung. Bersamaan dengan itu Devan berdehem, memberi isyarat pada Delia bahwa ia sedang berusaha untuk menghiburnya.
Seorang Devan bisa menahan egonya yang begitu besar benar-benar sebuah keajaiban. Bahkan sopirnya pun dibuat tak percaya dengan kepolosan tuan-nya.
Sopir itu hanya bisa tersenyum sambil melirik ke arah spion. Ini adalah satu-satunya momen terlucu sepanjang sejarah kariernya sebagai sopir seorang Tuan muda yang dingin dan kaku.
Delia sudah melirik ke arah Devan, ia sama sekali tidak mengerti dengan tindakan Devan sekarang. 'Apa yang sedang kamu lakukan?' tanya Delia dalam hati.
"Kenapa menangis seperti itu, kamu bukan anak kecil," ucap Devan tiba-tiba dengan ekspresi datar dan tentunya tanpa menatap mata Delia.
Cara bicara dan sikap Devan yang seperti robot membuat Delia terheran-heran. Bagaimana bisa seorang Devan tidak tahu cara menghibur wanita yang sedang bersedih?
'Kemana saja pria ini, apa dia sama sekali belum pernah berpacaran, atau aku tidak menarik di matanya?'
Tiba-tiba saja pertanyaan aneh itu muncul di benak Delia. Ia nampak ragu dengan pertanyaannya sendiri. Rasanya tidak mungkin jika seorang pria seperti Devan tidak pernah berpacaran.
Sampai akhirnya Delia menutup mulutnya yang spontan sudah terbuka lebar, diikuti dengan matanya yang sudah terbelalak, menatap Devan dengan tatapan risih.
'Apa dia.. jeruk makan jeruk?'
'Oh tidak tidak.. Itu tidak mungkin'
"Kamu kenapa?" tanya Devan, ia bahkan sudah menunduk untuk mengamati penampilannya sendiri, barangkali Delia terkejut karena melihat ada yang salah dengan penampilannya. Namun Devan tidak menemukan sesuatu yang aneh pada dirinya.
"Nggak.. Aku nggak kenapa-napa," sanggah Delia, ia berusaha tersenyum untuk menghilangkan kecurigaan Devan.
"Aku tidur ya, capek." Sedetik kemudian Delia sudah mencondongkan tubuhnya ke arah jendela berpura-pura mencari posisi tidur yang nyaman.
Padahal itu hanyalah alibinya, Delia hanya tidak ingin pikiran buruknya semakin memperparah situasi. Delia berusaha keras untuk menghilangkan pikiran negatifnya.
"Cewek aneh," gerutu Devan.
BERSAMBUNG...
Devan itu definisi cowok tsundere, kalian setuju nggak??
Yang setuju jangan lupa komen di bawah ya..
Ditunggu like dan subscribe-nya biar aku makin semangat nih..
Bikin Devan salting terus sampe klepek-klepek sama Delia🥰🤭