Kalandra terpaksa menerima perjodohannya itu. Padahal dia akan dijodohkan dengan perempuan yang sedang hamil lima bulan.
Saat akan melangsungkan pernikahannya, Kalandra malah bertemu dengan Anin, perempuan yang sedang hamil, dan dia adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya. Ternyata Anin kabur dari rumahnya untuk menghindari pernikahannya dengan Kalandra. Anin tidak mau melibatkan orang yang tidak bersalah, harusnya yang menikahinya itu Vino, kekasihnya yang menghamili Anin, akan tetapi Vino kabur entah ke mana.
Tak disangka kaburnya Anin, malah membawa dirinya pada Kalandra.
Mereka akhirnya terpaksa menikah, meski tanpa cinta. Apalagi Kalandra masih sangat mencintai mantan kekasihnya. Akankah rumah tangga mereka baik-baik saja, ketika masa lalu mereka mengusik bahtera rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam
Pagi-pagi sekali Kala sudah melajukan mobilnya menuju rumah Anin untuk mengambil pakaian Anin yang sudah di siapkan oleh Mela, Mama Anin. Dia memarkirkan mobilnya di halaman rumah Seno. Kala turun dari mobilnya dan langsung menghampiri seorang pria yang ia kenal. Iya, siapa lagi kalau bukan Seno, Papanya Anin. Beliau terlihat seperti habis berolahraga pagi. Seno memakai kaos dan celana training, dia melihat Kala yang datang menghampirinya. Senyumnya melebar melihat siapa yang datang.
"Pagi, om? Wah … habis olahraga rupanya," sapa Kala dengan menyalami Seno.
"Pagi, Kala. Pasti mau ambil pakaian Anin, kan? Ayo masuk," ajak Seno. Mereka masuk ke dalam rumah, Kala duduk di ruang tamu, Seno memanggil Mela karena Kala sudah datang.
"Mah, Kala sudah datang nih!" Panggil Seno setengah teriak. Mela keluar dari kamar Anin dan menemui Kala.
Mela membawakan dua koper pakaian milik Anin dan mendekati Kala yang sedang duduk di ruang tamu. Mela duduk di kursi yang berada di depan Kala, Seno juga duduk di samping Mela.
"Kala, pagi sekali kamu datang, kamu sudah sarapan?" tanya Mela.
"Sudah, Tante,” jawab Kala. Padahal dia belum sarapan, dia hanya meminum kopi saja tadi di rumah yang dibuatnya sendiri.
"Kala, maaf Tante merepotkanmu, Tante tidak tahu harus berkata apalagi selain kata terima kasih padamu," ucap Mela.
"Tante, jangan seperti itu, keluarga Tante juga sering membantu kami," ucap Kala.
"Jangan dihubungkan dengan yang dulu, Kala. Semua itu om lakukan agar sahabat om bisa bangkit dan semangat lagi. Kalau bukan Papamu yang memaksa untuk menikahkan Anin denganmu, om tak akan menikahkan kamu dengan Anin. Biar Anin tanggung sendiri akibat dari perbuatannya," ucap Seno sambil menghembuskan napas dengan kasar, mengingat anak perempuan satu-satunya yang tengah hamil tapi di tinggal pergi kekasihnya.
"Om jangan seperti itu, mungkin sudah takdirnya Anin harus seperti ini," ucap Kala.
"Oh, iya tante, ini koper milik Anin?" tanya Kala.
"Iya, Kala. Ini semua baju Anin di dalamnya," jawab Mela.
"Kala, titip Anin, sekali lagi om tidak memaksamu untuk menikahinya, jika kamu memiliki kekasih, jelaskan pada kekasihmu, bilang padanya kalau Anin sepupumu," tutur Seno.
"Om, kalau Kala memiliki kekasih, pasti Papa dan Mama tidak menjodohkan Kala dengan Anin," ucap Kala dengan tersenyum.
"Ya sudah om, tante, Kala berangkat dulu ya, takut ke siangan, soalnya perjalanan cukup jauh," pamit Kala.
"Iya, hati-hati, Kala. Tante titip Anin ya, Nak," ucap Mela.
“Iya, Tante. Pamit dulu, ya, Om, Tante?”
Kala mencium tangan Seno dan Mela bergantian, lalu dia langsung berangkat ke kota di mana Anin berada.
***
Anin sudah selesai memasak, dia menata sarapannya di meja makan. Anin memanggil Bi Imah untuk sarapan bersama. Sebenarnya Bi Imah malu sarapan dengan Anin di meja makan. Tapi Anin memaksanya, jadi mau tidak mau dia sarapan bersama dengan Anin di meja makan. Setelah selesai, Anin kembali menata makanannya di lemari yang berada di dapur, dia juga mencuci piring dan gelas kotor yang tadi ia pakai saat makan.
Anin duduk di teras rumah Kala sambil menghirup udara segar di pagi hari. Tak lama kemudian, sebuah mobil masuk ke halaman rumah Kala. Iya, itu mobil Kala. Anin melihatnya dan langsung berdiri menyambut Kala. Kala menurunkan 4 koper, 2 koper milik Anin dan 2 koper miliknya. Bi Imah membawakan dua koper milik Anin dan Kala membawa kopernya sendiri menuju ke kamarnya. Kala yang tadinya mau tinggal di rumah Bi Imah, dia mengurungkan niatnya, jika dia tinggal di rumah Bi Imah takut ada apa-apa dengan Anin yang perutnya semakin membesar.
Kala mendudukan dirinya di tepi ranjang, dia melihat sekeliling kamarnya, teringat memori dulu saat bersama Sandra di kamar itu. Iya, dia sering menghabiskan waktu bersama Sandra di kamarnya. Layaknya suami istri pada saat itu. Kala mencoba membuang memori itu, dia berkali-kali menghembuskan napas dengan kasar sambil menata baju di lemarinya.
"Semua sudah berlalu Kala, sudah lupakan wanita yang hanya memikirkan uang saja," gumam Kala dalam hati.
Dia merasa sangat lapar, karena belum sarapan. Kala keluar dari kamarnya menemui Bi Imah, dia bertanya pada Bi Imah memasak apa pagi ini.
"Bibi masak apa pagi ini?" tanya Kala.
"Bibi tidak masak, tadi Mba Anin yang memasak. Kenapa Tuan?" jawab Bi Imah dan bertanya pada Kala.
"Bisa siapkan makanan di meja makan ya, Bi? Kala belum sarapan," pinta Kala.
"Baiklah," ucap Bi Imah. Dia mengambil masakan Anin di mangkuk yang masih ada sebagian di panci dan menatanya di meja makan.
"Bi ini semua Anin yang masak?" tanya Kala
"Iya, Tuan, Mba Anin yang masak," jawabnya.
"Ya sudah aku sarapan dulu bi. Bibi tidak sarapan?" tanya Kala.
"Sudah tadi dengan Mba Anin," jawabnya.
"Tapi tenang saja tuan, ini bukan sisa makanan bibi dengan Mba Anin, karena Mba Anin mengambil untuk bibi dan dirinya hanya semangkuk saja, lainnya masih di panci. Mungkin Mba Anin tahu tuan belum sarapan.” jelasnya.
Kala hanya tersenyum dengan perkataan Bi Imah. Dia menikmati sarapan paginya sendiri di meja makan.
"Dia bisa memasak ternyata, enak sekali masakannya. Aku kira dia perempuan yang manja sekali, karena dia kan anak satu-satunya Om Seno?" gumam Kala dalam hati.
Anin keluar dari kamarnya setelah selesai menata baju di lemarinya. Dia melihat Kala yang sedang duduk sendiri di meja makan, dia menghampiri Kala yang sedang menikmati sarapannya.
"Kala, bagaimana masakanku, enak?" tanya Anin sambil mendudukan dirinya di depan Kala.
"Enak, enak sekali. Kamu rupanya pandai masak juga?" ucapnya dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
"Perempuan ya harus bisa masak, Kala," ucapnya. "Makannya hati-hati, Kala," imbuhnya.
Kala tersenyum pada Anin, dia menghabiskan makanannya dan meminum air putih yang ada di sampingnya.
"Mama dan Papa baik-baik saja kan, Kala?" tanya Anin.
"Iya mereka baik-baik saja," jawabnya.
"Syukurlah, kamu mau ke kantor?" tanya Anin.
"Iya, aku pindah di kantor cabang supaya lebih dekat. Jadi, kan bisa memantau kamu juga, takut kabur lagi, nanti aku kena marah sama orang tuamu," ucap Kala setengah bercanda dengan Anin.
"Emang aku buronan, pakai acara di pantau juga?" cebik Anin sambil menyunggingkan senyumnya.
"Kalau bukan buronan apa? Kan kamu kabur dari rumah, jadi ya buronan Papa dan Mamamu ?" ucapnya sambil tertawa.
"Ya sudah aku ke kantor dulu, jangan kabur lagi," pamit Kala.
Anin hanya mengangguk sembari tersenyum tanpa berkata apa-apa. Kala masuk ke dalam kamarnya, mengambil tas kerjanya, lalu dia pamit dengan Anin untuk pergi ke kantor.
Kala masuk ke dalam mobilnya, dia tiba-tiba memikirkan Anin, kenapa dia langsung akrab dengan Anin seperti tadi.
"Kenapa aku bisa seakrab tadi dengan Anin?" Kala bertanya-tanya dalam hatinya sambil melajukan mobilnya menuju kantornya.