Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 11
Gio masih berkutat dengan gelas-gelas dan mesin kopi di sebuah cafe, Marcopolo. Appron hitam setia menggantung di depan dada menandakan jika part time yang ia kerjakan saat ini belum usai.
Ia suka dengan stylenya, ia suka dengan passionnya, tidak mencatut apapun yang berbau aparat, disiplin dan ketegasan seperti mas-masnya.
Diliriknya jam dinding cafe dengan aroma robusta menyengat bersama sebuah lagu dari seorang solois internasional yang terputar menemani para pengunjung cafe semakin menambah kedamaian.
If the world was ending
I'd wanna be next to you
If the party was over
And our time on earth was through....
Jika dunia akan berakhir
Aku ingin berada di sampingmu
Jika pesta telah usai
Dan waktu kita di bumi telah habis...
"Yo, meja 3.. Americano 1, Robusta 1."
Gio mengangguk dan mengangkat jempolnya ke udara, "sip!"
Rompis berada disana, bersama beberapa teman lelaki yang sama--satu frekuensi dengannya, namun sesekali pandangannya tertuju pada Gio.
I'd wanna hold you just for a while
And die with a smile
If the world was ending
I'd wanna be next to you
Aku ingin memelukmu untuk sebentar saja
Dan mati dengan senyuman
Jika dunia akan berakhir
Aku ingin berada di sampingmu
(Bruno Mars--Lady Gaga, die with a smile)
Tangannya begitu terampil meracik minuman favorit berbagai kalangan menengah hingga senja itu. Dan untuk hobby dan passionnya itu, butuh harga yang lumayan mahal untuknya membayar hingga harga diri sempat ia jatuhkan, kini ia terlibat dalam pusaran konflik tiada bertepi, Musa bahkan begitu cerewet mewanti-wantinya.
"Yo!" panggil Arya, pemuda lainnya yang duduk di meja Rompis bersama seorang lainnya.
Gio mengetuk jam tangan di pergelangan tangannya memberikan jawaban jika jam kerjanya belum berakhir.
Rompis terlihat merengut layaknya pacar yang dikacangin, tapi memang begitulah Gio dan hobbynya.
"Pis," Setiawan menyesap vape beraroma apple miliknya dan mengepulkan asap itu ke udara, "tentang Gio...yakin dia masih sama?"
"Gio masih Gio. Dia merit itu cuma dipaksa mas-masnya saja. Dipaksa orangtuanya, ndak bener-bener suka sama cewek." air muka pemuda itu jelas terlihat tak nyaman.
Namun Arya justru tersenyum miring, "aku rasa, Gio ngga sama...Gio ndak seperti yang lain." Ia menyeruput nikmat setiap tegukan kopi arabica buatan Gio.
Pernyataan kedua temannya itu benar-benar mengusik Rompis, jahat memang! Jika ia normal...terlalu kejam memang! Jika ia waras. Tapi besar keinginannya jika Gio benar-benar sepertinya, ia tak mau Gio berpaling pada lawan jenis ataupun sesamanya, atau justru memang ia yang memaksakan kehendaknya pada mahasiswa yang sudah menjadi temannya semenjak masuk ke kampus untuk pertama kalinya itu.
"Buktinya sejak kalian jadi pasangan," Arya menjeda sejenak ucapannya, "Gio sering nolak keinginan buat begitu."
Rompis berdehem, memang benar hingga akhirnya Rompis sering melakukannya sendiri, Gio benar-benar sulit ia sentuh. Tak dipungkiri itu semua karena---
Rompis mengakui tapi nyatanya sekarang ia sedang memungkiri, berdalih dan tak mau menyetujui pemikirannya pasal itu, pokoknya Gio dan dirinya adalah pasangan, titik!
"Ndak menutup kemungkinan kalo Gio lambat laun bakalan sembuh, siap-siap cari pengganti kamu Pis."
Bahkan Rompis melempar kasar ponsel mahalnya itu di meja saat Setiawan mengatakan mimpi buruk itu, NGGA! ITU GAK AKAN TERJADI!
Gio sudah duduk di kursi samping Rompis sekitar 15 menit, padahal jam kerjanya sudah habis sejak pukul 20.30 malam. Namun sepertinya obrolan itu tak mau berhenti, "Yo. Kamu ndak mau ke kost-ku, mampir dulu, atau nginep?" tawarnya membujuk.
Gio menggeleng, "aku belum mandi, ngga bawa baju ganti Pis...sorry."
Ia memasang tampang cemberut saat Gio kembali menolak permintaannya untuk kesekian kalinya, padahal 3 hari yang lalu Gio justru tak menolak saat ia mengajaknya menginap meskipun Gio meminta Mustofa ikut juga menemani.
"Yo..." wajah lelah Gio hanya bisa menatap Rompis dengan mata sayunya.
"Capek? Arya sama Awan ngajakin liburan bareng ke pantai...backpacker'an. Ikut ndak?"
"Kapan?" tanya Gio.
"Weekend. Ikut yuk, tenda gede ada...si Awan anak pecinta alam kan." Rompis terlihat begitu berharap jika Gio mau ikut, setidaknya ia dapat menjaga jarak antara Gio dan Leta.
"Sorry Pis. Aku nggak bisa, kemaren-kemaren udah ambil libur, nggak enak kalo mau libur lagi, kepotong terus gajiku, tau sendiri bulan depan udah mesti bayar semesteran sama beli buku..ndak mungkin aku mesti minta mas-masku, atau bapak ibu..." jawabnya menegaskan.
"Aku mbayarin Yo. Kaya biasa kalo kamu butuh aku kan ada...aku bisa minta tf sama bapakku."
Gio jelas menggeleng tanpa harus berpikir lagi, ia hanya bisa tersenyum miring, "aku bisa cari kali ini. Lagipula, mas-masku juga ikut bantu meskipun hanya separuhnya..." Lagipula, hufffttt ia tak mau kejeblos ke lubang yang sama dan lebih dalam lagi.
"Aku balik lah, Pis. Capek..." Gio beranjak begitu saja, terserah saja jika temannya itu masih mau disini atau menginap sekalipun.
"Yo, tunggu!" Rompis bergegas menyusul Gio, ia cukup dibuat geram dengan sikap Gio, sehari menikah dengan cewek...sikap Gio berubah drastis! Apakah Gio mau menghindar darinya, apa yang dikatakan oleh Arya dan Awan ada benarnya? Meski sebenarnya ia merasa tau sesuatu, Gio------
"Yo, tunggu!" Rompis menarik pundak Gio.
"Yo, inget dengan perjanjian kita." Dengan terpaksa ia mengeluarkan jurus saktinya dengan mengancam Gio bermaksud agar Gio tak lari darinya.
Kali ini Gio benar-benar diambang kesabarannya pada Rompis, "aku inget Pis, aku inget setiap detiknya. Ngga usah kamu ingatkan lagi. Kalo aku amnesia, mungkin saat ini aku udah tinggalin kamu dan pacaran sama cewek...."
"Kalo aku lupa, mungkin saat ini aku sudah keluar dari permainanmu, dan membela diri saat semua orang bahkan ibu dan bapakku menangis karena----" ia menghela begitu berat dan tak melanjutkan ucapannya.
"Aku sampai mengorbankan keluargaku, ingat?!" bentak Gio yang meninggalkan Rompis dengan tatapan tajamnya.
"Maaf Yo...Gio!"
"Arghh!" Rompis menendang udara kasar melihat Gio berjalan ke parkiran tanpa memperdulikannya.
Gio mengendarai motornya dengan kecepatan biasa saja, tanpa kemarahan apalagi hati yang memburu panas.
*Kamu gegabah Yo, hati-hati nanti koe jadi ketularan*....
*Jaga aku Mus, tolong jaga aku untuk tetap waras*....
*Koe gilak Yo, gilak! Jangan main-main dengan kaum Luth! Kamu ndak akan bisa nolong Rompis, Yo...dia sudah jauh tersesat*.
*Jangan teruskan aksi heroikmu itu. Sudahi janjimu pada ibunya Rompis, cukup datangi dan ziarah saja*.
Leta mematut dirinya di depan cermin, "kok jatuhnya mirip mau kondangan..." ia berdiri dan seketika menertawakan dirinya sendiri, "hah! si mbah gugel menyesatkan, aku kok ya ndak pantes pake baju si Jenny! Yang ada, aku mirip orang ngga waras iki, baru keluar dari rsj..."
Dimana ia memakai baju crop top, rok bekas kelas 9 smp sewaktu ia mengikuti drama tari perpisahan dan kaos kaki panjang bermaksud menggantikan stoking, persis yang salah satu idol Korea pakai ketika ia akan konser.
"Ini udelku sih udah kemana-mana, tapi----" apa ngga akan dikatai orang gila oleh Gio?
.
.
.
.
.
nunggu letta sadar pasti seru ngamuk2 nya ma gio...
ndak ada juga yang bakal masukin ke penjara
biar si letta gk pergi2 dri kmu
jangan to yo,kasian si leta masih gadis