Menikah dengan pria idaman adalah dambaan tiap wanita. Adelia menikah dengan kekasihnya bernama Adrian. Di mata Adelia Adrian adalah laki-laki yang baik, taat beragama, perhatian sekaligus mapan. Namun ternyata, setelah suaminya mapan justru selingkuh dengan sekretarisnya. Apakah Adelia mampu bertahan atau justru melangkah pergi meninggalkan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Baik Pergi
"Siapa aku?"
"Aku juga sama sepertimu, wanita yang menjadi korban kezaliman laki-laki," balas perempuan itu.
"Oh," jawab Adelia.
"Ya, sudah aku permisi dulu." Wanita itu tidak menyebutkan namanya. Adelia juga heran siapakah wanita berhati baik itu yang tiba-tiba memberi dukungan padanya.
"Makan terus! Sudahku bilang kau akan jadi gemuk jika makan terus!" teriak seseorang dari belakang yang mestinya Adelia tahu pasti siapa pria itu.
Adrian menarik lengan Adelia cukup keras. "Sakit, Mas," rintih Adelia.
"Sakit? Dari dulu sudah ku peringatkan jangan terlalu banyak makan."
"Kau mau gendut seperti babi, hah!" teriak Ardian. Pria itu masih mengenakan tuxedo pengantinnya. Sementara Salsa bergelayut mesra di lengannya.
"Udah, ah Mas. Biarkan saja dia gendut seperti babi. Memang wanita kampungan seperti dia kalau di bilangin bandel," cecar Salsa.
"Yuk, kita ke kamar. Udah enggak sabar nih, mau malam pengantin," kata Salsa melirik ke arah Adelia. Berharap wanita itu akan cemburu padanya.
Adrian membiarkan Adelia berdiri mematung. Ia pergi berlalu bersama madunya. Rasanya Adelia sudah muak melihatnya. Setiap hari menyaksikan suaminya bermesraan dengan wanita lain membuat sesak di hatinya.
Ia meletakkan piring itu di cucian piring dengan tangan gemetar. Tiba-tiba tangan seseorang terulur mengambil piring di tangan Adelia. "Sudah, biar simbok yang mencucinya, Non," kata Mbok Darsih.
Adelia menyeka air matanya yang tak di sadari turun begitu saja.
"Terima kasih, Mbok."
Mbok Darsih hanya tersenyum menanggapi perkataan Adelia. Ia kasihan dengan Adelia karena terus saja di sakiti tuannya. Tapi, Mbok Darsih tidak bisa berbuat apapun. Ia hanya bisa membantu Adelia sebisanya. Karena bagaimanapun posisinya hanya sebagai pembantu rumah tangga.
Adelia berjalan keluar rumah, melihat sisa-sisa dekorasi yang belum di ambil pemiliknya. Kembali dadanya sesak merasakan betapa sakitnya di khianati. Lalu Adelia masuk ke dalam rumah melewati kamar Salsa. Terdengar lirih erangan wanita penggoda itu. Seolah memang sengaja di perdengarkan untuk membuatnya cemburu.
Kaki Adelia gemetar melangkah ke kamarnya sendiri. Rumah sebesar itu seakan sempit. Dulu, biasanya Adelia bermanja-manja di kamar bersama Adrian. Ia pun tak pernah mendengar Adrian menyebut perempuan lain. Masa yang bahagia apakah akan kembali lagi?
"Tidak, aku tidak bisa memaafkan tindakanmu, Mas. Kau sudah cukup keterlaluan," kata Adelia lirih. Ia menatap lemari pakaiannya.
Hati Adelia benar-benar sudah hancur, di iringi air matanya yang tak berhenti meleleh di pipinya ia pum mengemasi pakaiannya ke dalam koper.
Matanya menyapu ke arah seluruh ruangan, ia menyeka air matanya sendiri.
"Aku pergi, Mas. Aku menyerah. Siapapun tidak akan tahan hidup bersama madunya," ucap Adelia. Ia pun menarik kopernya keluar kamar menuruni anak tangga.
Adelia mencoba menguatkan dirinya. Kali ini Adrian tidak mungkin bisa mencegahnya karena dia sedang indehoy dengan istri barunya. Dan mungkin sudah terbang sampai langit ke tujuh.
"Non, mau kemana?" tanya Mbok Darsih kaget melihat Adelia sudah membawa kopernya.
"Saya pamit, Mbok," ucap Adelia lemah.
"Kalau selama ini aku ada salah sama Mbok, di maafkan ya," kata Adelia.
"Non, tidak pernah salah. Justru Simbok yang merasa bersalah karena tidak bisa membantu apa-apa," keluh Mbok Darsih memeluk Adelia.
Mereka berdua menangis. Meski tidak ada ikatan darah, namun kebaikan Mbok Darsih selama ini pada Adelia menumbuhkan rasa sayang pada pembantunya.
"Sudah, Non. Jangan berlama-lama keburu Tuan Adrian tahu," peringat Mbok Darsih.
"Iya, Mbok."
Adelia berdiri di halaman menatap rumahnya untuk terakhir kali. Rumah itu memang indah dan megah. Namun seperti neraka bagi Adelia.
Ia pun masuk ke dalam taksi online yang sudah di pesannya. "Kemana, Non?"
Adelia bingung harus menjawab apa. "Jalan aja dulu, Pak."
Yang terpikirkan di benak Adelia hanyalah Kartika, wanita itu yang bisa menjadi sandarannya saat ini. Dan tentunya mencarikan apartemen atau pun tempat tinggal sementara untuknya.
"Turun di jalan Arjuna, Pak," kata Adelia. Jalan Arjuna adalah letak rumah Kartika. Hari ini weekend, pastinya Kartika berada di rumah. Biasanya perempuan itu suka tidur seharian kalau sedang libur.
Setelah menyerahkan uang lembaran, Adelia turun dari taksi. Seseorang membukakan pintu gerbang untuk Adelia. Mereka sudah hafal betul dengan Adelia. Karena Adelia adalah teman akrabnya Kartika.
"Non Kartika masih di kamarnya. Langsung saja naik ke atas, Non," kata ARTnya.
"Terima kasih, ya Mbok," kata Adelia pada Mbok Tinah.
Adelia menaiki anak tangga menuju kamar Kartika, dulu sewaktu masih kuliah Adelia sering menginap di rumah Kartika. Mereka memang sudah akrab semenjak sekolah nenengah.
Tok tok tok
Tak ada sahutan dari dakam. Lalu Adelia mencoba memberanikan diri membuka pintu kamar Kartika. Pantas saja tidak mendengar apapun. Di telinga Kartika di pasang earphone.
"Ini aku!" Adelia melepaskan earphone yang menempel di telinga Kartika. Kaget mendengar suara wanita yang cukup di kenalnya, Kartika buru-buru beranjak duduk.
"Loh, kok bisa ada di sini?" tanya Kartika bingung.
"Ya, tadi aku masuk lewat jendela kamarmu!" balas Adelia.
Kartika menengok ke arah jendela. "Sepertinya tidak mungkin deh, kamarku kan ada di lantai dua."
"Ya iyalah, aku lewat pintu kok. Kamunya saja yang tidak tahu aku masuk lewat mana," jawab Adelia.
"Ngomong-ngomong ada angin apa sih kemari?" tanya Kartika mulai serius.
"Bantu aku nyari apartemen yuk, buat tempat tinggal sementaraku."
"Apartemen sementara? Memangnya kamu kenapa? Di usir oleh suamimu yang jahat itu?" Cecar Kartika.
"Enggak di usir sih, cuman aku sendiri yang tidak tahan dengan perlakuan mereka."
"Berarti kamu pergi diam-diam meninggalkannya?" tanya Kartika.
"Ya, aku tidak tahan lagi Kartika. Masa iya mereka menikah di rumahku!" tangis Adelia kembali pecah.
"Astaghfirullah, mereka sudah keterlaluan."
"Bener-bener amoral tuh mereka," umpat Kartika.
"Maka dari itu, tolong bantu aku carikan tempat tinggal. Aku lagi kalut, bingung mau kemana."
Adelia mencurahkan segala rasa yang di tanggungnya sendiri. Kartika mendengarkannya dengan seksama. Ia kasihan nasib sahabatnya itu. Hanya pelukan hangat yang mampu Kartika berikan saat ini sebagai penglipur lara Adelia.
"Sudah, jangan menangis. Tindakan kamu ini sudah bener. Untuk apa kamu menangisi orang yang tidak pantas kamu tangisi."
"Ingat Adelia, mereka dua manusia yang kagak ada akhlak. Aku yakin suatu saat mereka pasti masuk neraka jahannam. Namun sebelum pembalasan di akhirat berjalan. Kamu juga harus membalas perlakuan suamimu," terang Kartika.
"Dengan apa Kartika. Kata Mas Adrian aku sudah tidak menarik lagi," keluh Adelia.
"Bodoh, dia tidak bisa melihat permata yang ada di depannya. Malahan memilih sampah," balas Kartika.
---Bersambung---