Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan
"Ini adalah kamar anda Nyonya," sahut wanita dengan pakaian pelayannya mengantar Yuliana ke salah satu kamar yang ada di mansion megah tersebut.
"Semua kebutuhan anda sudah ada di sini, jika ada yang kurang, silahkan hubungi saya."
Pelayan itu membuka pintu kamar, memperlihatkan seisi kamar yang tampak luas dan cukup megah. Lengkap dengan sebuah lemari dan meja rias di dalam sana.
"Silahkan istirahat Nyonya, jika butuh sesuatu, tekan tombol ini, maka saya akan segera ke sini," sahut pelayan itu.
"Ah, iya terima kasih," angguk Yuliana mengulum senyum ramah.
"Kalau begitu saya permisi," pamit pelayan tersebut undur diri, tidak lupa untuk menutup pintu kamarnya.
Pandangan Yuliana bergerak melihat sekitar. Kakinya bergerak membawanya ke arah lemari yang cukup besar. Perlahan ia menggeser pintu lemari itu, dan melihat isinya yang penuh dengan pakaian dress dan pakaian santai.
"Ini untukku?" gumam Yuliana menyentuh kain pakaian tersebut yang terasa lembut dan halus.
Yuliana menutupnya kembali. Kakinya kembali bergerak, menatap meja rias yang terdapat set make up dan skincare yang tampak mewah dan mahal, namun yang menjadi perhatian utamanya saat ia melihat sebuah kotak yang berisi banyak sekali alat pendeteksi kehamilan dengan berbagai merek di sana.
Yuliana menghela nafas kasar. Tangannya bergerak mengusap lembut perutnya. Matanya perlahan terpejam, dan bibirnya bergerak, mengeluarkan gumaman lirih. "Malaikat kecil, meski ini akan terdengar kejam, karena akan meninggalkan kamu, tapi tolong hadir dan baik-baik saja di sini ya."
Tiba-tiba pintu kamar Yuliana terbuka dengan kencang, membuat wanita itu segera membalikkan tubuh melihat siapa yang datang.
Wanita dengan tubuh tinggi, berkulit putih bersih, dan berambut pirang, yang ia kenal adalah Clara, datang tanpa aba-aba, dengan wajah yang terlihat begitu arogan.
Plakk ....
Belum sempat Yuliana menyapa, tamparan keras dari wanita itu mengenai wajahnya.
Yuliana menyentuh pipinya yang terasa perih dan panas. Ia menatap Clara yang mengeluarkan suara bentakan dan kerasnya.
"Dasar wanita murahan!" sentaknya menunjuk tajam ke arah Clara.
"Kau hanyalah ibu pengganti! Jangan pernah merasa dirimu nyonya di sini!" sentak Clara dengan suaranya yang keras dan menggema di seluruh ruangan.
Wajah Clara terlihat memerah membara seolah menahan sebuah amarah besar di hatinya.
"Nyonya, anda tau saya hanyalah ibu pengganti, lantas kenapa anda berkata seperti itu?" sahut Yuliana mengerutkan kening heran.
Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk merebut posisi Clara. Ia hanya ingin segera hamil dan melahirkan, setelah itu segera kembali pada anaknya.
"Berani sekali kamu menjawab!" Clara menatap dengan tajam, seolah akan menggerogoti tubuh Yuliana hingga hancur.
"Nyonya, jika anda marah karena iri. Anda tidak bisa hamil, bukan berarti anda tidak bisa jadi ibu," sahut Yuliana dengan selembut mungkin.
Plakkk ....
Tamparan kedua kalinya kembali mengenai wajah Yuliana. "Siapa bilang aku tidak bisa hamil. Aku sudah pernah hamil! Tapi wanita tua itu saja yang tidak mau bersabar!" teriak Clara semakin keras.
Yuliana diam, tidak lagi membalas ucapan yang Clara yang mungkin saja akan semakin salah. Dalam benaknya malah berpikir. "Pernah hamil? Artinya dia pernah keguguran."
Clara tiba-tiba mencengkram kuat dagunya. Membuat Yuliana meringis kesakitan. Sorot mata Clara tajam penuh rasa benci.
"Aku tidak menginginkan anak dalam kandunganmu. Jika anak itu benar-benar lahir, aku pastikan dia hidup dalam penyiksaan," ucap Clara kemudian menghempaskan wajah Yuliana, lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Tubuh Yuliana gemetar, tangannya mengusap lembut perutnya. Ketakutan menghampirinya. Malaikat kecil itu belum hadir dalam perutnya, namun ia sudah memberikan cintanya sebagai seorang ibu.
"Bagaimana jika nanti, malaikat kecilku benar-benar disiksa nantinya?" batin Yuliana merasa panik.
Perasaan bersalah mengerumuni jiwa dan hatinya. Ia memilih jalan itu, karena berharap anak yang akan terbentuk dalam rahimnya nanti, tumbuh dengan limpahan cinta dari orang tuanya.
Namun, ia tak mungkin mundur, hanya ini harapan satu-satunya ia bisa membantu putranya.
Yuliana hanya bisa menangis dengan rasa bersalah. "Maaf, maaf, malaikat kecil. Kamu harus tetap hadir di sini. Maaf, maaf. Meski kamu akan tumbuh tanpa cinta seorang ibu. Aku akan terus mengirim doa dan cinta untukmu dari kejauhan. Maafkan aku," batinnya hanya bisa menangis, berharap, dan pasrah atas apa yang akan terjadi nantinya.
***
Hari demi hari berlalu. Di sana Yuliana mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari Jessy dan suaminya. Pelayanan yang sempurna diberikan padanya.
Kecuali hari perkenalan itu, ia tidak lagi pernah bertemu Clara ataupun Sean, membuat Yuliana merasa jauh lebih tenang.
Meski ia belum pernah bertukar bicara dengan Sean, namun ia sudah merasa canggung dan tidak nyaman dengan pria itu. Bahkan sekedar mendengar namanya saja.
Satu Minggu usai pembuahan terjadi. Untuk pertama kalinya, Yuliana mencoba melakukan tes kehamilan pada alat pendeteksi dini tersebut.
Yuliana menghela nafas kasar, dengan tangan sedikit gemetar, meletakkan tespek membiarkan bagian pendeteksinya terendam dalam cairan kuning dari tubuhnya itu.
Berulang kali Yuliana mengambil dan membuang nafas untuk menghilangkan perasaan gugupnya. Menatap tespek itu yang mulai memperlihatkan hasilnya.
Bola mata Yuliana berkaca-kaca saat menatap hasil yang keluar. Meski terlihat garis samar, ia cukup bisa melihat hasil garis dua ada di sana.
Ia menangis, entah bahagia merasa bahagia atau sedih. Perasaan itu campur aduk dalam hatinya, membuatnya hanya bisa menangis.
Tangan Yuliana bergerak mengusap perutnya. Setengah hati berharap memang adanya seorang malaikat kecil di sana, namun setengah hati lainnya berharap lain.
"Ini baru awal Yuliana. Bisa saja tespeknya salah, jadi jangan terlalu berharap," ucap Yuliana sembari mengambil dan membuang nafas kasar untuk menenangkan diri.
Ini baru satu Minggu, tes urine itu masih bisa salah. Membuat Yuliana memilih membuat tespek itu ke dalam closet agar tidak dilihat siapapun.
"Aku tunggu Nyonya Jessy mengajakku ke rumah sakit saja," batin Yuliana berulang kali mengambil dan membuang nafas kasar.
Langkah kakinya bergerak keluar kamar. Untuk mencari suasana lain guna menenangkan diri.
Yuliana membuka pintu kamarnya. Dengan sebaik mungkin ia berusaha menenangkan diri. "Tenang Yuli, santai dan tenang," batinnya, mengulurkan tangan menekan tombol lift agar terbuka.
Saat lift terbuka, Yuliana baru saja mengangkat kaki untuk melangkah. Bola matanya langsung melebar, saat beradu pandang dengan sosok yang ada di sana.
Sean Sawyer .... Dengan mata tajamnya membuat Yuliana langsung membeku ditempat.
Mulut Yuliana bergetar takut melihatnya, ia berbalik, ingin pergi dari sana, namun tanpa diduga, Sean menariknya masuk dalam lift. Menghempaskan tubuhnya ke dinding lift,membuatnya meringis kesakitan.
Sean menekan lehernya. Tak bertenaga, namun cukup membuat Yuliana sesak, karena pasokan oksigen yang sedikit tertutupi.
"Kau! Karena ulahmu yang hadir dalam keluargaku, membuat istriku terus menangis, sialan!" sahut Sean dengan tatapan dingin seolah siap membunuh Yuliana.
Yuliana diam, tak mampu berucap sepatah kata pun. Tubuhnya hanya bisa gemetar ketakutan.
"Aku tidak butuh anak dari rahim wanita murahan sepertimu! Aku hanya butuh anak dari rahim wanita yang ku cintai, istriku!"
Air mata Yuliana jatuh, lagi-lagi ia mendengar penolakan langsung dari orang tua calon anak dalam kandungannya. Dengan sisa keberanian yang dimiliki, ia menyahut. "Kenapa kalian menolaknya? Padahal kalian orang tuanya. Aku hanya ibu pengganti, anak kalian hanya dititip dalam rahimku. Genetikku sama sekali tidak akan turun darinya. Lantas kenapa kalian harus menolaknya?"
Suaranya bergetar. Menyampaikan sedikit perasaan terluka dalam hatinya. Padahal sudah jelas perkataan dokter. Jika dia hanya tempat penitipan janin. Anak itu tidak akan memiliki hubungan genetik darinya. Secara biologis, ia bukan ibunya. Tapi, itu tak menurunkan rasa sayang dan cintanya sebagai ibu sekalipun itu ibu pengganti.
"Sudah kubilang aku tidak butuh anak dalam rahimmu. Karena istriku masih bisa hamil!" ucap Sean dengan tegas.
"Tapi itu anakmu dan istrimu. Aku mohon, jika anak itu terbentuk dalam rahimku, tolong cintai dia, jangan membuatku semakin merasa bersalah!" Tangis Yuliana, sembari menahan tekanan pada lehernya yang semakin kuat.
Pintu lift kembali terbuka, dalam pandangan Yuliana ia melihat Jessy yang tampak terkejut melihat mereka.
"Sean! Apa yang kamu.lakukan!" Pekik wanita itu melayangkan pukulan dan menarik tangan Sean melepaskan leher Yuliana.
up yg bnyk y Thor