(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
ISTRI 13 TAHUN
31
"Niah ini hari keberapa kamu datang bulan?" Pajajar mencoba memastikan, karena dari apa yang dia pernah pelajari. Jika perempuan datang bulan, rasa sakitnya itu biasanya di hari pertama dan kedua.
Suniah merasa malu saat suaminya menanyakan hal itu, dengan menundukkan wajahnya dia menjawab, "Baru tadi malam, Mas,"
"Apa perutmu terasa sakit, apa yang kamu rasakan?" tanya Pajajar, wajahnya terlihat begitu khawatir.
Melihat reaksi suaminya yang begitu perhatian membuat hati Suniah menghangat. "Iya Mas, sejak tadi perut Niah terasa sedikit kram." jawabnya jujur. Memang sejak berangkat semalam Suniah sudah merasakan tidak enak di bagian bawah perutnya. Untungnya Suniah dengan sigap langsung mengenakan pembalut, agar mencegah kebocoran. Jika saja Suniah tidak mengantisipasi hal tersebut, tempat duduk mobil itu pasti sudah menjadi korban. Tidak hanya itu, Suniah pun akan menanggung malu.
"Mas ambilkan kamu makanan ya, tunggu sebentar." tanpa menunggu persetujuan dari istrinya, Pajajar langsung bergegas turun ke dapur dan mengambil makanan. Juga memasak air lalu memasukkannya ke botol untuk mengompres perut Suniah, tak lupa Pajajar pun membuatkan segelas susu coklat hangat.
***
"Mas Jaka, enggak iri-kah sama Mas Jaja?" tanya Mulyo yang meminta agar tidur bersama dengan saudara tertuanya tersebut.
"Ngapain aku iri?"
"Yahh denger deh tuh Mas, ada yang krasak krusuk di dapur." Kamar Jaka yang berada di lantai bawah, dekat dengan ruang tv dan dapur. Wajar saja Mulyo dapat mendengar suara yang ada di dapur.
"Paling juga Ibu!"
"Ibu tadi sudah dari dapur lho Mas, aku yakin itu bukan Ibu!" Mulyo bersikeras.
"Hadeh kamu ini, terus siapa kalau bukan Ibu!?" Jaka sedikit kesal dengan adik bungsunya ini, sudahlah minta tidur di kamarnya dengan alasan konyol. 'Mas Jaja sudah ada istri, aku tidak enak jika tidur di kamarku.' Toh Istrinya Jaja juga tidur di kamarnya, bukan di kamar Mulyo. Tetapi anak ini malah merasa tidak enak. Aneh.
"Aku rasa itu, kakak ipar!" Mulyo berbisik. Kesal dengan tingkah laku adiknya, Jaka bangun dan menoyor kepala Mulyo.
"Daripada kamu buanyak bacot, mendingan kamu cek sana. Kita taruhan, menurutku itu bukan Adik Ipar. Jika aku benar kamu dapat lima puluh ribu!" Dengan sumringah sambil memegang kepalanya, Mulyo mengangguk setuju.
"Baik, jika itu bukan Kaka Ipar, maka aku akan membersihkan motor dan kamar Mas Jaka selama satu Minggu!!" Lalu kedua saudara itu pun mengintip dari kamar, dan perlahan berjalan keluar untuk memastikan siapa yang berada di dapur.
Jaka yang iseng pun mendorong Mulyo ke depan, membuat adiknya itu hampir terjungkal.
"Ngapain kamu Mulyo?" suara Pajajar. Mata Mulyo membelalak kaget, ternyata bukan Kakak Iparnya.
Jaka mengejek adiknya dari kejauhan. "Oh ..., itu Mas, aku mau ke kamar mandi!" Mulyo sedikit gelagapan.
"Terus kenapa masih berdiri disini?" Pajajar menatap Mulyo dengan heran.
"Euhm itu, Mas tumben bikin Coklat kesukaanku. Biasanya juga pagi hari Mas bikinnya kopi."
"Oh ini buat istriku." Mulyo cengar cengir mendengar ucapan Pajajar.
"Cieee yang sudah punya istri...," Lalu Mulyo kabur ke kamar mandi meninggalkan Pajajar yang telinganya sedikit memerah karena malu.
***
Pajajar kembali ke kamarnya, lalu menyerahkan botol air hangat itu pada Suniah. Gadis itu merasa bingung. "Untuk apa ini Mas?"
"Kompres ke bagian perutmu yang sakit Niah." Suniah pun menuruti perkataan Pajajar.
Pajajar duduk di samping Suniah, lalu menyuruh gadis itu minum coklat hangat yang telah dia buatkan.
"Lihatlah pantas saja dari tadi Mas perhatikan wajah kamu begitu pucat, Mas pikir tadi kamu mabuk karena baru naik mobil."
Suniah menyesap coklat itu, rasanya begitu enak, manis dan hangat. Selama ini di kampung, dirinya tidak pernah merasakan ada coklat yang seenak ini. Ditambah lagi, yang membuat adalah suaminya.
"Ini...," Pajajar menyuapi Suniah makanan, nasi dengan lauk yang diberikan oleh orangtua gadis itu.
Dengan malu-malu Suniah membuka mulutnya, dan memakan suapan pertama itu dengan jaim.
"Lain kali kalau kamu sedang datang bulan, beritahu Mas ya?"
"Iya Mas,"
"Ayo makan yang banyak!" Pajajar dengan semangatnya lupa akan rasa lelah dan kantuk yang tadi melandanya, karena rasa khawatir pada Suniah lebih besar.
Adzan subuh sudah berkumandang sejak tadi saat Pajajar memasak air di bawah, matahari pun mulai menampakkan dirinya menyinari dua insan yang sedang mencoba menghapus rasa canggung.
TBC