Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Ingin Berjalan-jalan.
Suara jangkrik kian menguak malam dingin yang mencekam. Aya, menghentikan kudanya saat Raeba juga berhenti di depannya. Karena kuda mereka berdua berhenti,terpaksa prajurit yang di perintahkan untuk mengantarkan mereka juga menghentikan laju kereta kuda.
Mereka bertanya-tanya apakah yang terjadi sehingga Raeba menghentikan kudanya di persimpangan jalan yang benar-benar sepi. Hanya Raeba,Aya,dan tiga orang prajurit yang bertugas yang berada di tempat tersebut.
Di tengah kebingungan mereka, Raeba, turun dari atas punggung kudanya dan berjalan menghampiri kereta kuda. Gadis itu, meminta Loris untuk turun dari dalam kereta kuda dan keluar menemuinya.
"Ada apa, Nona Raeba? Apakah ada yang mengganggu perjalanan kita?" tanyanya masih dalam penasaran tinggi.
Raeba, menggeleng kuat. "Tidak. Kalian ikutilah jalan sebelah kanan dan pergilah menuju Hutan Weliya, jika sudah bertemu dengan pohon besar dengan tiga cabang yang bagian tengahnya patah,maka berjalanlah ke bagian Utara, tinggalkan kereta kuda di sana," jeda Raeba.
Raeba, mengeluarkan sebuah peta kecil yang sengaja di gambarnya sebelum pergi dari kediaman. "Ikutilah arahan peta ini, untuk makanan dan semua peralatan yang di bawa angkut menggunakan tangan kosong 'Tidak menggunakan kereta kuda ' . Ingat! Jangan sampai ada yang mengetahui keberadaan kalian hingga sampai di titik merah yang akan kalian tuju." Ucapnya dengan datar.
"Tapi,Nona—"
"—Urusan Ayah, Tidak perlu khawatir! Katakan padanya bahwa kalian telah mengantarkan kami sampai di kediaman yang di carikan ,Ayah. Untuk kedepannya,jangan lupa komunikasi melalui surat, untuk uang dan hal lainnya yang ayah kirim untukku, antarkan ke alamat ini!" Potong Raeba, mengerti akan ketakutan dari,Loris.
Loris—adalah kepala prajurit milik keluarganya. Pria itu masih berusia 25 tahun, tubuhnya yang gagah, tegas,tak ubahnya seperti para Jenderal pada umumnya.
"Ba—baik, Nona Raeba."
"Pergilah sekarang!" Ucap Raeba, yang di angguki oleh, Loris. Pria itu tak mampu mencegah ucapan Nonanya.
Setelah kereta kuda berjalan ke arah yang berbeda dengannya dan Aya,barulah mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah tempat.
•••
Setelah tiga jam perjalanan mereka berhenti di sebuah kedai makan. Raeba,berjalan masuk lebih dulu kemudian barulah di susul oleh,Aya.
Kedai makan itu terletak di pinggiran kota, sebenarnya kedai makan sudah tutup dari beberapa jam yang lalu, hanya saja mereka tetap membukanya karena sudah menerima surat dari Raeba sebelumnya.
"Silahkan, Nona Raeba." Galena mempersilahkan Raeba dan sekaligus Aya untuk segera masuk ke dalam kedai.
Setelah keduanya masuk Galena langsung menutup kedainya,agar tidak ada orang yang mengira bahwa kedainya masih buka di waktu malam begini.
Raeba dan Aya di kawal Galena untuk turun ke ruangan bawah tanah. Mereka berjalan menuruni tangga yang terbuat dari papan.
Ruangan sempit yang temaram karena hanya di terangi satu lentera saja. Membuat bulu kuduk Aya berdiri, "ini sangat seram,dan sempit sekali." lirihnya,berjalan dengan penuh kewaspadaan,takut ada hewan tanah yang muncul.
Raeba, hanya mengedikkan bahu,tak ambil pusing dengan wajah penuh keringat,Aya. Karena ini kali pertama ia masuk ke dalam ruangan bawah tanah.
"Dimana, Cintea Maglio?" Tanya Raeba saat baru saja sampai di ruangan tempat perkumpulan ia dan teman-temannya.
"Nona Cintea Maglio sedang keluar, Nona Raeba. Nona Cintea Maglio bilang, Dia akan segera kembali empat jam dari kepergiannya,itu artinya sepuluh menit lagi Nona Raeba." Ujar Galena menjelaskan.
"Hem." Angguk Raeba. Ia,tak lagi bertanya karena mengerti dengan apa yang di katakan oleh, Galena.
Pintu ruangan itu terbuka , mengalihkan atensi ketiga gadis tersebut. Seorang wanita paruh baya masuk dengan nampan berisi makanan dan minuman,dia Bibi Jema. Tidak berselang lama muncullah seorang gadis cantik dengan pakaian serba hitam di belakang Bibi Jema yang baru saja sampai di meja tempat Raeba, Aya dan Galena duduk santai , sambil bersandar pada kepala sofa.
"Raeba?" panggil Cintea Maglio setelah gadis itu membuka penutup wajahnya.
"Hem. Duduklah kami tidak ada hutang padamu!" datar Raeba bercanda.
Cintea Maglio memilih duduk di sisi kanan Raeba, sedangkan Aya,dan Galena, berdiri di sudut ruangan. Padahal sedari tadi Raeba meminta mereka untuk ikut duduk bersama dengannya. Namun, Galena, menolak dengan keras karena ia merasa tidak enak hati. Sedangkan Aya hanya mengikut saja, karena ingin menemani Galena yang berdiri.
"Silahkan di makan , Nona Raeba, Nona Cintea!" Bibi Jema menawarkan dengan sopan, setelah itu ia kembali ke dapur ruangan bawah tanah.
"Ayo, Raeba. Silahkan di makan kudapannya. Aku sengaja keluar untuk mencari makan ringan seperti ini. Karena aku tau,kau suka sekali mengunyah." Seru Cintea dengan tampang penuh ejekan.
"Kau? Bukankah kita sama-sama menyukai kudapan seperti ini?" Tanya Raeba santai. Mereka berdua menjadi teman dekat semenjak bertemu di acara pesta teh waktu itu.
"Hehe. Benar, itulah kenapa aku ke alun-alun kota untuk mencarinya. Kau tau,aku bertemu dengan para Bandit gunung di hutan,Barat. Mereka berhasil merampas sebagian uangku, karena mereka memberi mataku bubuk cabai." Kesal Cintea Maglio dengan mulut manyun.
"Hahaha. Aku rasa mereka sudah merencanakannya untukmu." Ucap Raeba, terkekeh mendengar cerita Cintea.
"Aku rasa tidak, karena mereka memang sudah biasa bersembunyi di hutan itu."
Malam itu mereka habiskan untuk bercerita, karena paginya Raeba dan Aya akan pergi untuk mencari sebuah rumah untuknya dan,Aya. Gadis itu berencana membeli rumah yang cukup besar,agar bisa menampung banyak orang.
•••
Tiga bulan sudah kepergian Raeba dan Aya dari kediaman keluarga besar Riyu. Kini gadis itu sudah lebih mandiri dari pada sebelumnya. Raeba, hari ini akan pergi ke luar untuk berjalan-jalan, selama tiga bulan berada di kota Delia membuat gadis itu jenuh terus-terusan berada di dalam kediamannya.
Sebenarnya, gadis itu tidak keluar rumah karena sakit, saat di perjalanan mencari tempat kediamannya yang sekarang ini,ia,dan Aya, mendapatkan penyerangan yang sama seperti Cintea membuat gadis itu terluka di bagian lengannya. Namum, karena luka yang di dapatkan dari pedang yang sudah di beri racun, membuat gadis itu sakit selama lebih kurang tiga bulan ini.
Sekarang lukanya sudah sembuh,dan ia juga sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Jadi ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebagai pengenalan dengan tempat barunya.
"Nona Raeba? Anda yakin untuk keluar Hari ini?" Aya, datang dari arah paviliun,membawakan bekal dan obat-obatan yang biasa digunakan oleh Raeba jika keluar rumah.
Gadis itu juga ingin menyelidiki racun apa yang di dapatkan saat ia terluka, karena ia penasaran dengan jenis racun apa yang tidak mampu di sembuhkan dalam waktu cepat oleh racikan obat penawar racun sang,Ayah.
Ngomong-ngomong tentang sang,Ayah. Tiba-tiba saja Raeba teringat dengan Ayah, Ibu, kakak dan adiknya. Selama tiga bulan sakit, gadis itu tidak pernah memberi tahu kepada mereka. Hanya Aya yang lebih mengetahui tentang semuanya. Kecuali Bahul Dereki dan Holas Madion. Mereka sempat melihat kondisi Raeba saat ia sakit.
"Iya,Aya. Aku ingin berjalan-jalan ke suatu tempat. Jangan menunggu kedatanganku karena mungkin akan lama!" Jawab Raeba setelah cukup lama terdiam dengan posisi duduk di sofa ruang tamu dengan kepala bersandar pada kepala sofa.
"Berhati-hatilah di jalan, Nona Raeba. Saya tidak akan menunggu kepulangan,Anda. Tapi berjanjilah untuk kembali dalam keadaan baik seperti sekarang." Lirih,Aya, tidak ingin kejadian kemarin itu kembali terulang lagi.