Di dunia di mana kekuatan adalah segalanya, Liu Han hanyalah remaja 14 tahun yang dianggap aib keluarganya. Terlahir dengan bakat yang biasa-biasa saja, dia hidup dalam bayang-bayang kesuksesan para sepupunya di kediaman megah keluarga Liu. Tanpa ayah yang telah terbunuh dan ibu yang terbaring koma, Liu Han harus bertahan dari cacian dan hinaan setiap hari.
Namun takdir berkata lain ketika dia terjebak di dalam gua misterius. Di sana, sebuah buku emas kuno menjanjikan kekuatan yang bahkan melampaui para immortal—peninggalan dari kultivator legendaris yang telah menghilang ratusan ribu tahun lalu. Buku yang sama juga menyimpan rahasia tentang dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.
Terusir dari kediamannya sendiri, Liu Han memulai petualangannya. Di tengah perjalanannya menguasai seni bela diri dan kultivasi, dia akan bertemu dengan sahabat yang setia dan musuh yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Final II
Setelah pertarungan luar biasa antara Liu Han dan Li Cao, kini giliran Ruo Lan dan Xiao Wan bertarung untuk memperebutkan tempat di babak final. Penonton di arena utama kembali bergemuruh dengan sorakan dan antisipasi. Kedua gadis itu dikenal sebagai ahli teknik kecepatan, membuat banyak orang tak sabar untuk melihat pertarungan yang pasti akan berlangsung cepat dan mematikan.
Ketika gong pertandingan dibunyikan, Ruo Lan dan Xiao Wan langsung bergerak. Dalam sekejap, keduanya menghilang dari pandangan, bergerak dengan kecepatan luar biasa di seluruh arena.
Xiao Wan meluncurkan serangan pertama, menggunakan pedangnya dengan gerakan lincah dan presisi. Namun, Ruo Lan, yang sedikit lebih cepat, berhasil menghindar dan membalas dengan serangan dari sudut yang tak terduga.
Pertarungan berlangsung sengit. Keduanya bergerak seperti bayangan, serangan demi serangan saling bertukar tanpa ada yang benar-benar mendominasi. Pedang mereka berbenturan, menciptakan kilatan cahaya yang membuat penonton terpesona.
Namun, keunggulan Ruo Lan mulai terlihat ketika dia berhasil membaca pola serangan Xiao Wan. Dengan memanfaatkan celah kecil dalam pertahanan lawannya, Ruo Lan meluncurkan serangan balasan yang mengenai bahu Xiao Wan, memaksanya mundur.
Xiao Wan mencoba bertahan dan melancarkan serangan terakhirnya, tetapi Ruo Lan menghindar dengan gerakan lincah dan menjatuhkan pedang Xiao Wan dari genggamannya dengan serangan cepat ke arah pergelangan tangan.
Tetua pengawas mengangkat tangan Ruo Lan. “Pemenang: Ruo Lan!”
Penonton bersorak riuh, memuji kemampuan luar biasa kedua gadis itu. Xiao Wan tersenyum pahit tetapi menerima kekalahannya dengan lapang dada, sementara Ruo Lan membungkukkan badan sebagai tanda hormat.
Setelah waktu istirahat singkat, pertandingan untuk menentukan posisi ketiga dimulai. Li Cao, meskipun baru saja melalui pertarungan berat melawan Liu Han, tampak segar kembali dan penuh semangat saat naik ke arena.
Xiao Wan, di sisi lain, terlihat serius. Meskipun kalah dari Ruo Lan, dia jelas tidak ingin melepaskan posisi ketiga begitu saja.
Pertarungan dimulai dengan Xiao Wan mengambil inisiatif. Kecepatannya yang luar biasa membuat Li Cao harus menggunakan seluruh kemampuannya untuk bertahan. Namun, teknik tombak Li Cao yang presisi dan fleksibel membuatnya mampu menahan serangan-serangan Xiao Wan.
Li Cao mulai mengimbangi kecepatan Xiao Wan, menggunakan tombaknya untuk menjaga jarak dan memaksa Xiao Wan bertarung dengan lebih hati-hati. Setelah beberapa menit bertukar serangan, Li Cao melihat celah dan meluncurkan tusukan tombak yang mengenai pedang Xiao Wan, membuatnya terpental dan kehilangan keseimbangan.
Dengan satu serangan terakhir, Li Cao berhasil menjatuhkan Xiao Wan dari arena.
Tetua pengawas mengumumkan, “Pemenang: Li Cao!”
Penonton bersorak, sementara Li Cao membantu Xiao Wan bangkit, menunjukkan rasa hormatnya.
Selanjutnya adalah pertarungan Liu Han vs Ruo Lan untuk memperebutkan posisi pertama dan kedua, akan tetapi Ruo Lan tidak ingin melanjutkan pertarungan dan menyerah, dia tahu bahwa tetap Liu Han yang akan menang, secara otomatis Liu Han lah yang menempati posisi pertama.
Setelah semua pertandingan selesai, para tetua sekte berdiri di atas panggung utama untuk memberikan hadiah kepada empat pemenang.
“Empat murid terbaik dari pelataran luar telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam turnamen ini,” kata salah satu tetua dengan suara lantang. “Sebagai penghargaan, sekte memberikan hadiah khusus untuk mendukung perjalanan kultivasi kalian.”
Keempatnya dipanggil satu per satu: Liu Han, Ruo Lan, Li Cao, dan Xiao Wan.
Liu Han, sebagai pemenang utama, menerima sebuah pedang tingkat empat yang memancarkan aura kuat, cocok untuk teknik pedangnya. Selain itu, dia juga diberi pil penyempurna dantian dan kristal energi tingkat tinggi untuk mempercepat kultivasinya.
Ruo Lan, sebagai runner-up, menerima pedang tingkat tiga dan sejumlah pil penyembuh serta kristal energi.
Li Cao, di posisi ketiga, menerima tombak tingkat tiga yang memiliki efek penguatan serangan, bersama dengan sumber daya serupa.
Xiao Wan, meskipun di posisi keempat, tetap menerima hadiah yang berharga: sebuah pedang tingkat tiga dan beberapa pil spiritual.
Para penonton bersorak meriah saat keempat pemenang berdiri di atas panggung.
Pertunjukan Liu Han selama turnamen ini menjadi pembicaraan hangat di pelataran luar. Tekniknya yang unik dan kecepatannya yang luar biasa membuat banyak murid terpesona. Beberapa mulai menjulukinya “Sang Pedang Cahaya”, sebuah nama yang mencerminkan kecepatan dan keanggunannya saat bertarung.
Julukan itu semakin memperkuat reputasi Liu Han sebagai salah satu murid paling berbakat di Sekte Pedang Langit. Tidak hanya itu, banyak murid wanita mulai mengagumi Liu Han, terpesona oleh keahliannya dan sikapnya yang tenang tetapi karismatik.
“Dia bukan hanya kuat, tapi juga rendah hati,” bisik seorang murid wanita di antara kerumunan.
Di sisi lain, murid-murid pria di pelataran luar mulai lebih berhati-hati. Dengan status barunya, Liu Han kini menjadi figur yang sulit disentuh. Tidak ada lagi yang berani mencari masalah dengannya, baik karena takut akan kekuatannya atau kagum dengan pencapaiannya.
Dengan berakhirnya turnamen, Liu Han, Ruo Lan, dan Li Cao kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Meskipun mereka senang dengan hasilnya, mereka juga menyadari bahwa kompetisi antar sekte yang sesungguhnya masih ada di depan mereka.
“Seleksi ini hanya awal,” pikir Liu Han sambil menatap pedang barunya. “Aku harus memastikan bahwa aku siap untuk apa pun yang akan datang.”
Dengan tekad yang semakin besar, Liu Han bersiap untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam perjalanannya sebagai kultivator.
Bersambung...