Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26 Hadiah untuk adiknya
Pada malam itu, Cayenne merasa terkejut ketika sampai di rumahnya dengan Stefan. Seluruh rumah tampak terang dan Stefan terlihat sibuk di dapur, menyiapkan makan malam.
Yang mengejutkan, Stefan tidak menunjukkan tanda-tanda marah atau kesal. Sebaliknya, dia tersenyum lebar, yang membuat Cayenne merasa sedikit aneh.
Cayenne meletakkan tasnya di kursi dan mendekatinya pria itu. "Bisa kau datang sebentar?"
Stefan menghampirinya dan menunduk lebih dekat. Tanpa terduga, Cayenne berjinjit dan mendekatkan dahinya ke dahi Stefan. Dekat sekali hingga jantung Stefan berdetak kencang dan ia menahan napas.
Bulu mata Cayenne panjang dan melengkung sempurna. Matanya bersinar dan kulitnya terlihat mulus.
"Ayen, apa yang kamu lakukan?"
“Aku lupa di mana termometernya, jadi aku mencoba merasakan apa kamu demam dengan manual."
"Oh. Jadi begitu cara kamu memeriksa adikmu?"
"Tidak. Kami punya termometer di rumah dan aku selalu menyimpannya di kotak P3K." Dia menjauh dan mengerutkan kening. "Tampaknya kau tak demam."
“Aku juga merasa kalau aku tidak demam.” Stefan menimpali. “Apa yang membuatmu berpikir aku demam?”
"Karena kamu mempersiapkan semua ini? Tapi, berhentilah. Aku yang seharusnya memasak. Itu tugasku, kan?"
"Tidak. Tugasmu membantu aku tidur. Memasak hanya bonus karena kamu sering pulang lebih awal. Hari ini, aku tidak bekerja, jadi aku yang masak."
"Oh." Cayenne mundur dan memperhatikannya. "Baiklah. Aku akan mencicipi masakanmu kali ini."
"Ya. Kamu sudah pernah mencoba masakanku. Meskipun bukan yang terbaik, tetap bisa dimakan, kan?"
Cayenne mengangguk. "Apa yang bisa aku lakukan sekarang?"
"Aku hampir selesai di sini. Naiklah dan mandi dulu."
"Oke." Cayenne mengambil tasnya dan keluar dari dapur. Beberapa kali ia menoleh, melihat Stefan bersenandung saat memasak. "Dia aneh."
Sepanjang hari, Stefan memikirkan Cayenne, perbuatan masa lalu, dan kata-kata yang pernah diucapkannya. Dia ingin menebus kesalahannya, meski sudah meminta maaf tapi kerap kali membuat kesalahan lagi dan lagi.
Dia mencari informasi tentang Arthur, teman pria terdekat Cayenne, dan menyadari Arthur tidak menarik baginya. Maka, dia mengubah pendekatannya, berjanji lebih peduli.
Alih-alih mengatakannya langsung, ia memutuskan menunjukkannya dengan tindakan. Langkah pertamanya adalah menyiapkan makan malam dengan lembut.
Meski tak memahami sepenuhnya, Stefan sadar penting membuat Cayenne bahagia. Itu keharusan baginya.
Di lantai atas, Cayenne tak butuh waktu lama untuk mandi, ia kemudian kembali dan Stefan telah selesai menyiapkan makan malam.
"Mari kita makan."
"O-oke." Cayenne ingin menarik kursinya tetapi Stefan lebih dulu melakukannya. Dia menunggu Cayenne duduk dengan nyaman.
"Kamu ingin minum apa?"
"Air saja."
"Tentu."
Cayenne mengamati Stefan bergerak di dapur, lalu duduk berhadapan dengannya.
"Ada sesuatu yang aneh. Semua ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang terjadi?"
Stefan menatapnya dan tersenyum. "Aku sadar membuat masalah buatmu beberapa hari ini dan ingin menebusnya."
"Pemberi kerja tak melakukan hal ini." balas Cayenne. "Aku menghargainya, tapi kamu tak perlu melakukannya lagi. Aku bisa masak."
"Aku berbeda." jawab Stefan, tersenyum. Dia membantu mengambil nasi dan membiarkan Cayenne memilih makanan.
Akhirnya, Cayenne mencicipi semuanya dan menikmati hidangannya.
"Enak, kan?"
"Hn. Gaya masakmu berbeda, tapi tetap lezat."
"Aku senang kau suka." Mereka mulai makan sementara suasana canggung perlahan mencair. "Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu untuk adikmu."
"Hah? Adikku?"
"Benar." Dia pergi ke ruang tamu dan kembali membawa tas kertas besar dengan kotak cokelat di dalamnya. "Aku tak tahu apakah adikmu punya ini, tapi kupikir akan berguna."
Dalam tas itu, Cayenne menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. "Kamu serius? Ini terlalu mewah. Tak perlu beri dia yang mahal begini."
"Adikmu layak mendapat yang mewah untuk prestasinya. Karena itu, kubelikan MacBook ini."
"Tapi ini mahal."
"Kegunaan adalah yang utama. Jangan pikirkan harga, pikirkan kebahagiaan adikmu."
"Dia akan khawatir."
"Kenapa?"
"Dia mungkin mengira aku menghabiskan banyak uang atau berutang padamu jika kubilang ini dari mu."
"Jangan khawatir. Ada pesan untuknya saat ia membuka ini. Katakan saja ini dariku. Jangan pikirkan terlalu banyak."
"Terima kasih." ucap Cayenne dengan senyum lebar. "Aku akan melayani mu sebaik mungkin selama aku bersamamu."
"Aku akan bergantung padamu."
Cayenne dan Stefan pelan-pelan membangun jembatan hubungan. Meski terbentuk perlahan, jembatan itu akan kuat dan tak tergoyahkan oleh perkataan orang lain.
Keesokan paginya, Cayenne terbukti benar dalam firasatnya tentang Stefan. Dia sampai di rumah lebih awal karena Stefan bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk mereka.
Seringkali, dia lebih mirip seperti karyawan daripada majikan. Dia juga selalu mengantar Cayenne pulang, tetapi hanya sampai dua blok dari rumahnya seperti biasa.
Namun, meski hari itu adalah hari Sabtu, dia harus bekerja karena telah menukar jadwal dengan Jessie untuk libur kemarin.
Jadi, dia tidak bisa pergi ke rumah sakit bersama adiknya. Ketika sampai di rumah, Kyle dan Luiz sedang bersiap-siap untuk keluar rumah.
"Selamat pagi, Kak," sapa Luiz begitu Cayenne membuka pintu.
"Selamat pagi, Luiz. Maaf aku tidak sempat ngobrol dengan kalian kemarin," ujarnya sambil melepas sandal. "Selamat atas prestasimu. Ngomong-ngomong, bosku punya sesuatu untukmu."
"Untukku? Apakah dia mengenalku? Apa aku pernah bertemu dengannya? Kenapa dia mau memberikan aku sesuatu?"
"Banyak sekali pertanyaanmu," jawab Cayenne sambil mengernyit dan menyerahkan tas besar dan berat itu. "Mungkin dia menyelidikiku sebelum mempekerjakanku dan begitulah dia bisa mengenalmu."
"Mungkin," kata Kyle dari dapur.
"Aku tidak yakin, tapi aku pernah mengatakan padanya kalau aku punya dua adik pintar dan yang satu baru saja menerima penghargaan. Dia membeli barang itu lalu memberikannya padaku semalam."
"Benarkah? Kau tidak meminjam uang untuk ini?" Luiz dan Kyle bertanya bersamaan.
"Coba buka tasnya dulu, maka kau akan tahu aku tidak perlu meminjam uang untuk itu."
Kyle dan Luiz saling pandang lalu membawa tas itu ke ruang tamu untuk membukanya bersama Cayenne. Ketika kotak itu dibuka, mata kedua bocah itu terbelalak tak percaya. Mereka bergantian menatap ke arah kotak dan kakak mereka.
"Serius?! Serius?!" Luiz hampir tidak percaya. "Apa ini hanya kotak kosong? Nggak mungkin ada yang ngasih barang semahal ini padaku."
Cayenne hanya memutar mata dan menyilangkan tangan. "Aku juga awalnya berpikir begitu. Tapi, katanya, ini adalah hasil dari usahanya untukmu dan kau akan tahu begitu membukanya."
"Baiklah, aku akan membukanya untuk tahu isinya."
"Oke, aku pergi dulu untuk bersiap kerja. Kabari aku nanti kalau sudah tahu."
Setelah Cayenne meninggalkan mereka, Luiz masih ternganga dengan hadiah yang diterimanya. Kyle membantunya membuka dan mereka kagum melihat gadget menawan di depan mereka. Apa yang tadinya hanya angan-angan, kini ada di hadapan mereka.
Begitu semua terbuka, mereka menemukan dokumen yang membuktikan keaslian barang tersebut serta kotak yang lebih kecil lain. Cayenne tidak tahu detailnya karena dia tidak memeriksa tas itu lebih dalam sebelumnya.
Selain MacBook Pro dari Stefan, ada juga gadget untuk Kyle. Sepucuk kertas kecil terselip di dalamnya dengan catatan:
-Pastikan kakakmu tidak terbebani dengan masalah sekolah. Hadiah ini hanyalah sebagai bentuk apresiasi dariku untuknya. Aku sangat mengagumi kakakmu dan tidak ingin dia merasa khawatir terus-menerus. oleh karena itu, bekerja keras dan bantu dia semampu kalian. Aku berkomitmen untuk tidak mempersulitnya, jadi jangan khawatir.-