"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14-Putriku, ditawan preman satu milliar
Selamat membaca kawan-kawan ☺
"ANJING!! BUKA! CEPET BUKA!! "
Seru pria itu menggedor-gedor pintu tak sopan, bahkan terkesan memaksa orang yang di dalam nya untuk membukakan pintu. Eve, remaja yang masih tetap memakai seragam putih Abu-Abu nya berdiri cepat, mengusap air liur nya karena tidur lelap di lantai. "Sial, kenapa dia pulang malam-malam begini? "
"APA?! " sentak Eve keluar, membukakan pintu tapi remaja itu berteriak keras tak menerima kehadiran kakak nya, yang pengangguran dan sukanya minum-minum menghabiskan uangnya. Eve berdecak kesal, membiarkan pria itu masuk melewati tubuhnya.
"Kenapa lo gak tidur aja sih di luar? "
Sang kakak menoleh tak suka, menendang tubuh Eve sampai terbentur kebelakang. Dia yang masih belum siap melawan, terduduk kesakitan memegangi dadanya sendiri. Tercetak jelas jejak sepatu basah kakaknya yang kotor, pria itu sering dipanggil Rio.
Eve benar-benar tak mengharapkan ada seorang keluarga, atau salah satu dari keluarga ikut dengan dirinya. Eve berharap kak Rio cepat mati. Eve berdiri kesal, mendorong kembali pria itu yang dirasa sangat menyebalkan. "Sial... Sial! "
"Uangku kau habiskan!! "
"Sekarang lo beli lagi pake uang ku bangsat! "
"Balikin... Balikin duit gue.. " seru Eve sampai melotot kedua matanya keluar, mengulurkan tangan meminta kembalian semua hasil kerja keras nya yang menghabiskan banyak waktu tidur. Pria itu terduduk di tumpukan sampah yang sudah adiknya taruh di ujung tembok, Rio malah tertawa sendiri. "Gue...bayar? "
"Jangan harap, hahaha jalang... Jalang... Ngapain minta duit ke abang lo? Cari aja lah... Lagian mudah kan, cuma berapa sih... Cuma berapa... " kata Rio linglung menghitung jari jemarinya, pria itu tersenyum menunjukan jemari yang sudah ia hitung, itu adalah hutang nya pada sang adik menurut dia sendiri.
"Enam... Cuma enam, tapi nagih nya gak masuk akal. "
"Gimana kalo lo jual aja tuh tubuh lo, lumayan kan? "
Eve terganga lebar, wajahnya menggeleng cepat lalu mencoba menenangkan dadanya yang tak bisa bernafas sehabis ditendang. Remaja itu ikut tertawa heran, "Gue? Gak, aku?!!!"
"Coba kalau aku jual diriku, uang gue pun lo habisin bangsat!! "
"Ya terus... "
"Emang kenapa? Kita keluarga kan, kita harus jadi jamur... "
"Sesama jamur itu sesama saudara, kalau saudara nya butuh uang ya udah lakuin aja... Ribet amat gitu doang, sial gara-gara elo gue gak dapat cewek satupun malam ini.. Sial.. "
Eve menelan ludah kecil, menepis anak rambutnya yang menutupi pandangan. "Gak ada ya rasa salah sama sekali kau? "
"Sudah berapa kali? Adikmu ini masih sekolah! Seharusnya abangnya yang kerja bukan gue!! "
"Sialan... Kenapa lo gak mati aja di jalan, biar gue aja yang hidup sampai saat ini bangke.. "
Rio tertawa lebar, mendekatkan wajahnya lalu tiba-tiba pria itu membenturkan kepalanya sendiri ke dahi adiknya keras sampai membuat Eve jatuh ke belakang. "Gak usah banyak bacot! "
"NURUT YA NURUT! "
"SUSAH AMAT! EMANG NYARI KERJA MUDAH HAH, COBA LO RASAIN!! " Seru Rio, padahal pria itu yang tak bekerja, tapi merasa dirinya sendiri lah yang bertanggung jawab atas semua kehidupan adiknya selama Eve jalani selama ini, Rio merasa bila ada dirinya mereka berdua masih bisa hidup dan senang-senang.
Eve menepis lebam di dahinya, segera berdiri menendang kemaluan milik kakaknya cepat sampai terdengar nyaring, bug-... Kaki Eve mendarat cepat kesana, kelemahan para pria yang tak bisa dihindari. Eve sekarang menaikkan poninya ke atas, melihat sang kakak sekarang berjongkok menahan masa depannya yang hampir terenggut.
Remaja itu menghela napas cepat, debaran nafas dan jantungnya dua kali lebih cepat. Eve menitikkan setitik air mata jatuh kebawah, "Enteng banget ya lu... Bilang seperti itu ke aku? "
"Coba sendiri lu jadi gue, gue jadi elu.. "
"Apa elu bisa? "
"Kenapa gak lu coba sendiri? "
"Kerja, dimarahi bos, membuat kesalahan sedikit aja gue bisa dipecat Rio... GUE BISA DIPECAT!!! "
"Bos masih nerima aku yang masih sekolah, duit yang lo pake itu gak pantes buat lo nying, itu seharusnya buat biaya sekolah gue... Bukan buat seneng-seneng elu... "
"Kenapa lu gak keluar aja dari rumah ini bangke?!!!
"Kita berdua jamur? "
"Gak. Lo salah, bukan kita, tapi lo doang... "
"Lo jamur bau, sialan, sampah yang harusnya gue bakar. "
"Bukan kita, tapi elo... Cuma lo RIO!!! "
Plak! Rio menampar pipi adiknya cepat, hingga Eve tertoleh ke samping. Rio tak terima bila hanya dirinya saja yang dianggap jamur, adiknya juga harus di namai jamur, karena kakaknya saja adalah hama.
"Bangsat! SI JALANG BERANI LO NGELAWAN GUE... "
"BERANI BANGET YA LO SEKARANG, LO MASIH BAYI DULU MASIH GUE RAWAT! MASIH GUE JAGA... "
"GAK ADA BALAS BUDI SAMA SEKALI LO NJING!!! "
Bugh-Bugh-Bugh!
Pukul Rio beberapa kali, melayangkan bogem nya kepada wajah sang adik beberapa kali, tak peduli adiknya sekarat atau apa. Tapi kesabaran Rio yang masih dalam keadaan mabuk itu terus memukuli adiknya, sampai Rambut panjang Eve ditarik kencang ke atas. Tak hanya itu juga saat adiknya meringis tuk dilepaskan, Rio menendangkan ujung kakinya ke perut Eve bertubi-tubi tanpa belas kasih, sebagai balasan telah melukai harga dirinya.
"LO YANG MATI! LO YANG MATI!! "
"LO YANG MATI!! LO AJA YANG MATI!!! "
Seru Rio sampai berteriak, urat-urat wajahnya membentuk ekor naga tertarik ke dalam, Eve yang tahu ini akan terjadi bila ia berkata sembarangan, tak memedulikan diri sendiri yang lagi-lagi akan kena getah. Walau begitu, apapun yang Eve katakan atau tidak, perlakuan dan pelampiasan sang kakak kepada dirinya tak pernah berhenti, sang kakak akan seperti ini bila malam ini tidak mendapatkan seorang wanita yang bisa di ajaknya bermain malam.
Eve menangis, ingin muntah memegang kepalanya sendiri. "Hiks... Hiks... "
"Stop Rio! "
Seru gadis itu, dirinya tak bisa melawan, tubuhnya diseret dan dibanting ke tembok lalu jadi samsak instan kakaknya yang walau tubuh sang kakak cungkring sama dengan dirinya yang kurus, tetapi Eve yang belum makan sama sekali dari pagi, mendapat penindasan, langsung lemah tak bisa melawan.
"Sialan! Sial! Lo cuma jalang, lo harus nurut! Kalo gue ngomong lo kudu jual tubuh lo, nurut anjing!! Jangan banyak omong!! "
"Stop Rio.. " lirih Eve, ketika kini lehernya di cekik. Saat ginjalnya terus dihantam sampai lebam ke dalam-dalam, tangan sang kakak di depannya mencekik cepat leher panjang Eve yang dibuat nya sesak napas.
Mata gadis itu memerah, terus meneteskan air mata. "Lepas... Lepas... "
"Hahahaha... Rasain, ini balasan karena lo ngelawan gue, "
"Sok ngelawan gue padahal lemah, "
Eve memejam mata erat, merasa ajalnya sudah dekat, dirinya juga sudah babak belur karena pria itu. Dirinya tak diberi waktu istirahat, ini salahnya juga karena telah menarik emosi kakaknya, tapi bila tidak seperti ini... Sang kakak akan terus menggantungkan dirinya kepada Eve, dan merasa kalau uang yang Eve hasilkan sendiri juga harus menjadi milik Rio.
Bila tidak ini berhenti, Eve benar-benar menjadi pembantu di rumah ini. Gadis itu merasa pandangannya mulai menghitam, karena cekikan yang tak bisa gadis itu lepaskan, rintihan kencangnya menjadi layu dan mulai menutup mata kecil perlahan.
Eve pun kehilangan kesadarannya.
Rio melepas genggaman dari leher sang adik, Eve langsung jatuh tak berdaya ke lantai. Rio tertawa sendiri, merasa kalau adik nya sudah tiada. Pria itu menampilkan gigi-gigi hitamnya, menyeret keluar tubuh sang adik keluar dari rumah, dibuang keluar pada malam-malam dingin seperti ini.
Seragam Eve yang basah karena genangan air, dan keringat percecokan dirinya dan sang kakak yang tega membuang adik sendiri, kini tanpa orang luar tahu remaja ini di buang dan dibiarkan tak sadarkan diri di luar. Sedangkan Rio menjulurkan lidah ke depan mengejek adiknya. "Ck, MATI AJA LO!! " Kata Rio menyumpahi sang adik.
Eve terbatuk-batuk, wajah remaja itu pucat pasi bersama lebam ruam ungu di wajah dan perutnya yang pasti mengakibatkan dirinya patah tulang, baru malam ini Eve mendapat kekerasan sebanyak dan sebrutal ini. Gadis itu terbatuk-batuk, masih belum sadar diri. Tidur di atas dinginnya lumut basah.
***
Shafira di hentikan di depan apartemen nya, ah malu sekali wanita itu harus di antar sang atasan padahal hubungan mereka hanya sebatas pegawai asisten kerja dan manajernya. Tetapi bagi wanita itu, ini cukup ambigu dan canggung. Ahmad ikut keluar dari mobil melihat apartemen besar yang menjadi tempat asistennya tidur sehari-hari, "Disini tempat tinggalmu? "
"Itu... Benar pak, disini tempat tinggal saya... "
"Maaf kalau saya tidak memiliki rumah sendiri, atau-"
"Tak apa. Ini pun cukup bagus, bagaimana dengan makan malammu? Apa biasanya kamu makan atau langsung tidur? "
Tanya Ahmad, pertanyaan itu sedikit jauh dari kata tugas kantor. Sang asisten menepikan rambut, bersama membenarkan kacamata nya. "Biasanya pak, namun tak setiap hari, saya biasanya sedang diet... "
"Oh diet... Tapi kalau diet harus makan juga, biasanya orang diet tidak mau makan. Apa mereka mau mati? " tanya Ahmad sedikit dibercandakan, Ahmad sedikit tertawa, Shafira pun ikut tertawa. "Ah... Yaya... "
"Nanti saya makan saja pak, "
"Nah begitu dong bagus. Apapun dirimu, kamu tetap cantik kok, suami yang mendapatkanmu pasti beruntung memiliki dirimu yang bisa menjaga diri, "
"Tidak sebegitunya kok pak. " ucap Shafira malu-malu. Padahal bahagia dalam hati, kalaupun suaminya adalah pak Ahmad. Ah wanita itu tak bisa membayangkan, karena hanya pak Ahmad yang selalu menggodanya tak ada satupun dari dulu seseorang yang mau mendekati wanita jelek sepertinya, yang hanya mementingkan pendidikan saat masa sekolah dulu.
"Pak boleh masuk sebentar, biar saya buatkan kopi atau teh, " ucap wanita itu jam menunjukan pukul setengah delapan, pria itu menggeleng kecil merasa kenyang. "Tidak perlu Sha, sebenarnya saya ada urusan di kantor sebentar. Terimakasih ya atas tawarannya, "
"Begitu pak, atau.... Ada tugas yang mungkin bisa saya kerjakan di rumah? "
Ahmad menggeleng, "Tidak ada. Sudah cukup sampai malam ini dulu, besok aku kirim apa yang harus kamu kerjakan. Kamu harus tidur karena saya kamu terpaksa ikut, "
"Tidak apa-apa pak itu sudah menjadi tugas saya sebagai asisten bapak, saya sangat bahagia bila bisa menemani bapak keluar mendapatkan undangan acara. "
Ahmad mengangguk mengerti, "Oh begitu? Ya sudah masuk lah, "
"Kita berpisah disini, besok jangan lupa ya untuk datang pagi jangan sampai terlambat"
"Baik Pak. " ucap Shafira merasa tak enak harus ditunggu sang atasan untuk dirinya yang harus masuk apartemen dahulu, padahal pak Ahmad yang harus ia perhatikan untuk pulang dengan selamat. Tapi ini malah dirinya yang harus di perhatikan dari kejauhan, di atas lantai sana Shafira masih bisa melihat pak Ahmad terus melihat dirinya Wanita itu tersenyum menunduk, lalu masuk ke dalam apartemen dengan kunci yang dia sembunyikan di bawah pot.
Bersambung...