Dante Witama sang mafia kelas kakap, pria cuek dan berdarah dingin ini. Tidak akan pernah segan-segan, untuk menghakimi seseorang yang telah berbuat salah kepadanya. Beliau akan menghormati orang yang medikasikan, untuk bekerja sama dengan cara baik dengannya.
Putri seseorang rekan kerjanya Andika, harus siap menelan pil pahit dalam hidupnya. Karena kedua Orang tuanya, telah dibunuh oleh Dante Witama. Karena telah menggelapkan uang perusahaan senilai 30 triliun, untuk dipakai bersenang-senang.
Pada akhirnya putri Andika, bernama Jeslin, harus siap menjadi istri dari mafia kejam itu, sebagai balasan perbuatan ayahnya, telah menggelapkan uang perusahaan. Jeslin berada dalam jeruji penderitaan, tidak pernah merasakan bahagia, semenjak menikah dengan Dante. Karena Dante menjadikan dirinya layaknya budak.
Apakah suatu hari ini Jeslin, akan mampu meluluhkan hati mafia kelas kakap yang dingin dan kejam ini? Yuk ikuti kisah keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sudah 3 bulan berjalannya pernikahan kontrak diantara mereka. Jeslin merasakan mual-mual pada saat itu. Setiap kali Jeslin berusaha mengangkat kepalanya, rasanya sangat sempoyongan. Bahkan, setiap hari Jeslin selalu lari ke kamar mandi. Wanita itu juga merasakan pusing yang berlebihan.
"Aduh. Kepalaku sangat sakit," ujar wanita itu, sambil terus memegang bagian kepala yang sakit.
Jeslin sudah berapa kali mondar-mandir ke kamar mandi. Membuat Dante yang sedang rebahan, menjadi kebingungan. Terlihat wajah wanita itu sangat lemas dan pucat. Ditambah setiap habis makan dan mencium wangi-wangi parfum tak bisa. Sehingga semakin membuat Dante mencurigai, kalau wanita itu sedang hamil anaknya.
Segera Dante menghampiri wanita itu sedang di kamar mandi. Menepuk pelan pundak istrinya. Bahkan, entah mengapa mafia kelas kakap itu menurunkan gengsinya. Berusaha untuk memijat punggung Jeslin. Supaya wanita itu tidak merasakan sakit.
"Mengapa, Jes?" tanya Dante langsung memijat punggung wanita itu.
"Jangan pijat saya, Pak. Saya tidak mau merepotkan bapak," ujar Jeslin. Wanita itu memilih untuk menghindar.
Dante tetap membantunya, saat wanita itu sedang berkaca di depan cermin pada saat itu. Dante langsung membantu memijat sekujur kepala Jeslin. Akhirnya Jeslin memuntahkan semua yang telah dimakan olehnya. Tak ada tenaga lagi setelah memuntahkan semua.
"Gimana masih sakit, Jes?" tanya mafia itu, tiba-tiba menjadi perhatian. Kulkas 2 pintu itu kembali mencair.
"Udah mendingan, Pak. Huekkkkkkkkk." Jeslin muntah part 2.
Dante menyarankan kepada wanita itu, untuk berobat dulu ke rumah sakit. Demi menghindari setiap makan, selalu dimuntahkan oleh Jeslin. Jika dibiarkan tanpa diobati, akan semakin membuat bahaya.
"Sebaiknya kita berobat saja. Dari pada dibiarkan seperti ini, semakin membuat kamu semakin sakit," lirih Dante memegang bahu wanita itu.
"Tidak usah. Saya lebih baik istrahat di rumah saja. Saya tidak mau berobat ke rumah sakit," jawabnya tak berani ke dokter.
"Mengapa kamu takut ke dokter? Ayolah! Dari pada kamu menderita seperti ini. Semua ini demi kebaikan kamu." Dante membujuk Jeslin, supaya mau berobat ke rumah sakit.
Akhirnya! Karena bujukan Dante. Membuat wanita memberanikan wanita itu ke rumah sakit. Jeslin berterus terang kepada Dante, sebenarnya dirinya tidak kuat lagi. Bahkan, untuk berjalan saja kepalanya sudah sangat sempoyongan.
"Kamu masih bisa jalan? Jika tak bisa jalan lagi, kepala kamu masih sempoyongan. Sini biar aku gendong saja kamu." Dante dari hati ingin membantu Jeslin.
"Tak usah. Saya bisa berjalan sendiri."
Tiba-tiba perlakuan yang semula macam kulkas 2 pintu. Tiba-tiba membuat suasana semakin mencair. Dante sudah insting dari hati, bahwa dirinya menduga bawa Jeslin sedang berbadan dua.
"Pasti dia sedang berbadan dua," gumam Dante, sambil menatap serius kearah Jeslin. Melihat raut wajah Jeslin pucat macam orang sakit.
Dante langsung mengendong wanita itu. Selama ini Dante yang selalu dibantu oleh orang yang bekerja di rumah. Tetapi, kini Dante mencoba tidak meminta bantuan supaya Jeslin digendong oleh orang lain.
"Biar aku saja yang angkat kamu, Jes." Dante langsung mengendong Jeslin. Dante yang kuat ternyata bisa mengendong tubuh Jeslin yang gemoy itu.
"Terima kasih, Pak."
Dante langsung membawa wanita itu masuk kedalam mobil. Tanpa di setir oleh sopir pribadinya. Dante langsung membawa mobil itu sendiri.
"Bapak tidak menyuruh sopir, untuk mengantar kita ke rumah sakit ...?" tanya Jeslin, melihat Dante spontan langsung berubah.
"Hah, saya tidak mau bergantung kepada orang lain. Biar saya saja yang mengurus kamu malam ini," jawab pria itu, tiba-tiba nada suaranya yang biasanya keras. Berubah menjadi nada bicara yang lembut. Sehingga tidak membuat siapa pun lawan bicaranya ketakutan.
"Oh. Begitu ...."
Jeslin hanya mengangguk saja. Dia tak kuat menahan rasa sakitnya. Sambil memegang bagian perut yang sakit. Wanita itu memilih lebih banyak diam.
"Maaf, Pak. Jika saya diam saat ini, saya mau rebahan. Kepala saya sangat sakit, kepala saya berdenyut," ucap wanita itu kepada Dante.
"Tidak apa-apa. Kamu istrahat saja."
"Terima kasih."
Akhirnya Jeslin lebih banyak istrahat. Untuk minimalisir supaya kepalanya tidak sakit lagi. Dante juga harap memaklumi kondisi fisik wanita itu, sedang tidak baik-baik saja pada saat ini.
Seketika setelah perjalanan 20 menit. Memilih rumah sakit yang lebih dekat dari rumah mafia itu. Wajah penuh kharisma dan tegas, pria itu keluar dari mobil. Segera membukakan pintu, lalu mengangkat tubuh wanita itu masuk kedalam rumah sakit.
Saat pria itu mengangkat kedua tangan. Maka tenaga medis sudah paham, bahwa Dante sedang membutuhkan bantuan. Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok Dante? Sang konglomerat terkenal dan memiliki banyak harta. Bahkan, seluruh penjuru mengenalnya sebagai sosok yang kejam. Ketegasannya jika orang lain berkhianat, maka tak segan-segan untuk membunuh orang itu.
Memakai jas berwarna hitam, serta penampilan rapi, rambut yang tertata rapi. Mengangkat wanita itu dan meminta para tenaga medis untuk membantunya saat itu. Jeslin sudah tak kuat lagi, menahan rasa sakit yang berlebihan.
"Sakit banget kepala aku, Pak." Wanita itu mengerang kesakitan pada saat itu.
"Sabar. Sebentar lagi pasti akan ditangani."
Dante menyerahkan Jeslin untuk diperiksa oleh dokter Rika. Dante meminta tenaga medis untuk bekerja dengan baik. Serta memahami penyakit apa yang sedang diderita oleh Jeslin.
"Tolong periksa Jeslin. Sakit apa yang sedang diderita olehnya." Dante memberitahu dokter Rika.
Dokter Rika kebingungan saat Dante membawa perempuan ke rumah sakit. Dokter Rika mengenal Dante, masih berstatus lajang dan belum pernah menikah. Sontak saja dokter Rika kaget. Siapa wanita yang digendong oleh Dante saat itu.
"Baik, Dokter. Saya sudah serahkan Jeslin untuk dibawa ke ruangan. Kalau boleh tahu Jeslin itu siapanya, Bapak?" tanya Dokter Rika semakin penasaran.
"Istri saya, Dok."
Sontak saja dokter Rika belum bisa mencerna jawaban Dante. Selama ini belum berhembus kabar, kalau Dante sudah menikah. Sehingga membuatnya semakin penasaran, sejak kapan Dante menikah.
"Maaf, Pak. Bukan untuk ikut campur dengan urusan bapak. Cuma saya mau bertanya, mengapa tiba-tiba bawa istri. Selama ini tidak ada kabar angin yang terdengar. Jika bapak sudah mempunyai istri?" tanya Dokter Rika pada saat itu.
"Hahaha. Nanti saja kita bicara, Dok. Tolong tangani dulu istri saya. Nanti dia merasakan kesakitan," celetuk Dante dengan penuh penekanan.
Dokter Rika sangat takut, ketika suara Dante sudah mulai mengeras. Segera wanita itu pamit, untuk menangani pasien yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit pada saat itu.
"Baik. Saya akan tangani istri, Bapak." Dokter Rika pamit saat itu. Dokter Rika masih bingung, mengapa tiba-tiba pria itu sudah menikah.