Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Papa Reza!!
Oma Putri berbalik dan menatap ke arah tangga, dia menunggu apakah Ajeng akan berlari keluar dari dalam kamar sang cucu, kemudian lari terbirit-birit menuruni anak tangga itu.
Tapi sampai 1 menit waktu berlalu ternyata teriakan Ajeng hanya terdengar satu kali, kemudian di atas sana mulai terasa hening, tenang lagi.
Ajeng juga tidak berlari keluar.
"Huh, syukurlah, sepertinya Ajeng bisa mengatasi masalah pertamanya," gumam Oma Putri, meski dia tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi di atas sana.
Tapi yang terpenting adalah Ajeng bisa bertahan.
Di kamar Sean.
Bocah itu awalnya tertawa terbahak-bahak, namun kini tawanya sudah hilang.
Diganti dengan tatapan sinis pada sang pengasuh.
"Mbak Ajeng nggak takut sama kodok?" tanya Sean dengan kedua mata yang menelisik, dia adalah anak Genius, kecerdasannya menurun langsung dari sang ayah.
Sean sebenarnya sudah lancar membaca, mahir matematika dan fasih beberapa bahasa.
Tapi kepintaran itu hanya dia yang tahu, sementara semua orang hanya menilai jika dia adalah anak nakal dan bodoh, bahkan Sean pura-pura tidak bisa menulis.
"Tidak kok, kenapa harus takut, dia menggemaskan kan? ini squishy-nya orang kampung," balas Ajeng, dengan santainya dia mengelus kodok milik bocah ini, tidak merasa takut sedikit pun.
"Squishy?" tanya Sean dengan dahi berkerut.
"Iya, nih kalau dipencet kan lembut."
Kwek! bunyi kodok itu gara-gara di tekan Ajeng.
Sean tidak terima kodoknya di sakiti, jadi langsung dia rebut dan dipeluk.
"Lalu kenapa tadi teriak?" balas Sean lagi.
"Kaget." Ajeng menjawab singkat, lengkap dengan senyum yang terukir lebar.
Herg! geram Sean di dalam hati.
Pagi itu Sean pura-pura sudah jadi teman Ajeng, mereka bicara banyak hal, tentang sekolah, tentang makanan kesukaan dan masih banyak lagi.
Ajeng merasa telah berhasil menaklukan bocah ini. Dia merasa pekerjaannya sangat mudah, tidak semenakutkan yang bi Ratih bilang.
Jam 10 Reza pulang dari bermain golf bersama dengan Ryan.
Sedangkan Rilly sejak tadi berada di kamarnya dan tidak mau keluar, gadis itu anak kamar.
"Oma, apa pengasuhnya Sean sudah datang?" tanya Reza.
Ryan naik lebih dulu ke dalam kamarnya, sementara Reza menghampiri sang ibu yang sedang berada di ruang tengah. Oma Putri dan kakek Agung sedang dipijat kakinya oleh tukang urut, santai sambil menonton televisi.
"Sudah, Ajeng namanya, dari tadi masih di kamar Sean, sepertinya yang ini akan cocok," jawab Oma Putri.
Reza tidak menjawabi lagi, pria berwajah dingin itu hanya mengangguk kecil. Mengaminkan ucapan sang ibu.
Semenjak perceraian itu hubungannya dengan Sean tidak begitu baik.
"Lebih baik kamu temui dulu itu si Ajeng, bagaimana pun sekarang dia yang akan mengasuh anak mu. Oma sudah tua, nggak sanggup kalau sendirian_"
"Iya Oma," potong Reza dengan cepat, sebelum Oma Putri bicara panjang kali lebar.
Pria itu bahkan segera berlalu dari sana dan menaiki anak tangga.
Tiba di kamar Sean, pintunya masih terbuka. Dilihatnya seorang wanita asing sedang duduk di karpet bermain dengan Sean.
"Ehem!" Reza berdehem.
Sean hanya melirik, sementara Ajeng langsung bangkit, menyapa.
"Pak Reza_"
"Papa," potong Reza.
"Oh pak Reza," ledek Sean.
Bocah 6 tahun itu lantas menatap sang ayah dengan tatapan remeh, arti Pak seolah Reza bukanlah ayahnya.
Sementara Reza pun membalas tatapan itu dengan raut wajahnya yang dingin.
Ajeng seperti berada di tengah-tengah pertempuran, terlebih lidahnya terasa kaku sekali untuk menyebut pria tampan ini dengan sebutan papa.
Saking kakunya, Ajeng rasa-rasa ingin menarik lidahnya sendiri.
Karena dia harus bicara untuk memecah keadaan mencekam ini.
"Papa Reza!! perkenalkan nama saya Ajeng." saking gugupnya Ajeng sampai terdengar seperti memaki.
Sean tertawa.
Hahahaha, tawa bocah itu.