Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Pilihan yang Membelenggu
Riska tak bisa menghapus ancaman Aldo dari pikirannya. Di depan matanya, perjanjian itu terus menghantui, menawarkan kebebasan semu dengan harga yang sangat mahal. Setiap malam terasa panjang, penuh ketegangan yang menggerogoti keberaniannya. Ia terjebak dalam dilema: apakah ia akan tunduk pada permainan psikologis Aldo, atau melawan dengan segala risikonya?
---
Pagi itu, Aldo memasuki ruangan dengan wajah dingin namun penuh keyakinan. Tatapannya mengunci pada Riska yang duduk dengan cemas di tepi sofa.
“Sudah kau pikirkan?” tanyanya, sambil meletakkan secangkir kopi di depannya. “Kau tahu, Riska, menolak hanya akan membuat keadaan semakin sulit.”
Riska menatap Aldo dengan mata yang menyala penuh keberanian. “Kau mengancamku, Aldo, dan kau kira aku akan menyerah begitu saja? Kau tahu, aku tak semudah itu ditaklukkan.”
Aldo tersenyum tipis, seolah menikmati ketegangan yang melingkupi mereka. “Jangan bodoh, Riska. Aku memberimu jalan keluar. Aku bisa saja mengambil semuanya darimu tanpa perjanjian ini. Tapi aku mencoba menjadi ‘adil’.”
“Adil?” Riska mendengus. “Tak ada yang adil dalam ancamanmu, Aldo. Kau hanya ingin memastikan bahwa aku tak akan pernah bisa bebas darimu.”
Aldo menyandarkan tubuhnya, lalu berbicara dengan suara rendah namun tegas, “Ingatlah, Riska. Aku selalu menang. Semakin cepat kau menerima kenyataan ini, semakin baik untukmu... dan untuk Reza.”
Mendengar nama Reza disebut, Riska merasa marah sekaligus takut. “Apa yang kau lakukan padanya?”
Aldo tersenyum licik. “Seharusnya kau yang tahu. Dia bersamamu selama ini, bukan?”
Perkataannya membuat Riska semakin bingung. Aldo bermain-main dengan pikirannya, memanipulasi ketakutan dan kekhawatirannya tentang Reza. Mungkinkah Aldo hanya ingin membuatnya panik, atau apakah ini peringatan bahwa Reza benar-benar dalam bahaya?
---
Sore harinya, Riska duduk sendirian di taman belakang rumah. Angin yang berhembus membuat tubuhnya sedikit menggigil, tetapi lebih dari itu, hatinya terasa hampa dan berat. Kenangan-kenangan bersama Reza berkelebat di pikirannya, seolah-olah memberinya kekuatan untuk terus bertahan. Namun, ancaman Aldo seperti rantai yang terus menariknya kembali ke dalam kegelapan.
Di tengah lamunannya, Reza mengirim pesan singkat: “Riska, aku tak bisa bertahan lebih lama. Aldo semakin membatasi gerakku.”
Riska membaca pesan itu berkali-kali. Rasa bersalah menyelimuti dirinya, tetapi ia tahu tak ada banyak waktu tersisa. Dia harus membuat keputusan sekarang atau kehilangan semuanya, termasuk Reza.
Bagaimana caranya bisa keluar dari belenggu ini?
---
Pada malam yang sama, Riska memberanikan diri menelpon Reza, berharap bisa mencari solusi bersama. Suara Reza terdengar lemah di seberang, tetapi ada kekuatan di balik kelemahan itu.
“Reza, kita harus temukan cara untuk keluar dari ini,” bisik Riska, takut Aldo mendengar percakapan mereka.
“Tidak mudah, Riska. Kau tahu Aldo… dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya,” jawab Reza dengan suara bergetar. “Tapi kita juga tidak bisa terus hidup seperti ini. Aku siap, apa pun risikonya.”
“Jangan katakan itu, Reza. Aku tak ingin melihatmu terluka. Kalau harus memilih antara kebebasan atau keselamatanmu, aku akan memilih…”
“Tidak, Riska. Jangan berkorban lagi untukku. Kali ini, kita berjuang bersama,” sela Reza dengan nada tegas.
Keheningan melingkupi mereka. Keduanya tahu bahwa pertarungan ini bukan hanya soal kebebasan, tetapi soal keberanian untuk melawan monster yang telah lama menghantui hidup mereka.
---
Percakapan itu diakhiri dengan keheningan panjang. Riska merasa kekuatan mengalir dalam dirinya, tetapi ada sesuatu yang belum terjawab. Apa yang sebenarnya diketahui Aldo? Mengapa dia begitu yakin bahwa ia dapat memegang kendali penuh?
Namun, sebelum tidur, Riska menemukan sebuah amplop di bawah pintu kamarnya. Isinya adalah sebuah foto—foto dirinya dan Reza yang diambil secara diam-diam. Pada bagian bawah foto, tertulis pesan singkat dari Aldo:
“Mainkan kartumu dengan baik, Riska. Aku selalu satu langkah di depanmu.”
Ancaman itu menghancurkan ketenangannya, membuatnya terjaga sepanjang malam. Di tengah ketakutannya, muncul pertanyaan besar: apakah ada cara untuk melawan tanpa kehilangan segalanya?
Bab ini ditutup dengan tatapan tajam Riska yang penuh tekad. Babak permainan balas dendam dan cinta ini semakin memuncak, membawa pembaca ke situasi penuh ketegangan yang menuntut jawaban.