Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.
Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.
Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.
Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.
Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENONTON
Jingga tengah menatap langit malam saat pintu kamarnya terdengar di ketuk. Ia segera beranjak, mungkin Alex sudah memanggilnya. Dengan terpaksa ia meninggalkan keindahan malam bertabur bintang di langit sana. Ia tak mau membuat Langit marah. Ia juga iangin mendengar cerita pria itu tentang kabar keluarganya. Mereka belum sempat berbicara sejak kedatangan Mega, karena Langit memintanya beristirahat di kamar.
Suara pintu kamar kembali terdengar di ketuk, Jingga mempercepat langkahnya setelah mengunci pintu pembatas balkon. Ia buka pintunya, terkejut saat ternyata yang berdiri di balik pintu bukanlah Alex, melainkan suaminya.
“Tuan? Tuan disini? Apa aku membuatmu menunggu terlalu lama, aku minta maaf, aku..”
“Ssstttt,” Langit menempelkan jari telunjuknya di bibir, memberi isyarat agar gadis itu diam. Jingga pun sontak diam, dan menunggu pria tua itu bicara.
Tapi pria tua itu tak mengatakan apapun, ia justru menarik tangan Jingga dan pergi. Kening Jingga berkerut saat Langit melewati kamarnya, tapi ia tak berani bertanya selain menurut mengikuti langkah sang suami.
Mereka pergi ke sebuah ruangan besar, terdapat layar besar di dinding, juga sofa santai di depannya. Sepertinya ini adalah ruangan menyerupai bioskop. Ada berbagai cemailan tersaji di atas meja berikut minumannya. Tidak lupa juga buah-buahan yang terlihat begitu segar.
“Kita mau nonton, apa kamu suka?” tanya Langit tiba-tiba.
Jingga sontak menganggukkan kepalanya beberapa kali, “Seumur-umur, aku hanya pernah menonton bioskop satu kali. Itu pun acara dari sekolahku. Menonton film tentang edukasi membela Negara,” ucap Jingga dengan jujur.
Langit tersenyum, melihat binar kebahagiaan di mata istrinya, entah mengapa ia sangat menyukainya. Ia memang sengaja menyiapkan semua ini, ingin menghibur Jingga yang pasti masih galau mengingat kedatangan Mega sore tadi.
“Ayo duduk,” ajak Langit. Ia menarik tangan Jingga lalu mendudukan gadis itu di sofa. Ia sendiri duduk di sebelahnya. Berselonjor kaki dan benar-benar nyaman.
“Film apa yang kamu sukai?” Tanya Langit, ia menoleh pada Alex yang baru Jingga sadari keberadaannya. Karena tak menyangka bisa menonton, Jingga sampai tak melihat dan menyadari keberadaan pria itu.
“Alex juga disini?” Jingga justru bertanya hal lain.
“Jingga..” tegur Langit. Membuat Jingga mengerjap lalu menjawab.
“Apa saja asal jangan yang berkelahi tuan,” jawab Jingga. Ia memang tak terlalu menyukai film berbau action.
Langit mengangguk, lalu kembali menoleh pada Alex. Memberi isyarat agar sang asisten mulai menyalakan layar besar di depan mereka. Alex pun segera menuruti perintah tuannya, ia memutar Film romantic. Dalam hatinya ia tersenyum menang, berharap setiap adegan romantic dalam film itu dapat membawa suasana romantic juga untuk tuan dan nyonyanya. Hingga keduanya tenggelam terbawa suasana.
"Saya permisi tuan," ucap Alex sesaat setelah ia menyelesaikan tugasnya.
Langit mengangguk sebagai jawaban, dan Jingga hanya tersenyum saja. Alex membungkuk hormat lalu benar-benar keluar dari ruangan itu, tidak lupa juga Alea menutup pintunya.
Film pun di mulai. Jingga terlihat bersemangat, satu mangkuk popcorn ia simpan di pangkuannya, bahkan ia melupakan Langit yang sejak tadi senyam senyum memperhatikan tingkahnya.
Ternyata hanya hal sederhana seperti ini mampu membuat Jingga tersenyum dan terlihat bahagia. Langit berpikir, Jingga berbeda dengan wanita-wanita yang lain. Jingga tak perduli sekaya apapun dirinya, gadis itu bahkan tak pernah meminta uang padanya. Sorot mata Jingga begitu tulus, gadis itu bahkan mengurusnya dengan baik tanpa mengeluh sekali pun.
Lamunannya tersadar saat Jingga terbatuk. Langit sontak mengambil air lalu ia berikan pada Jingga. Wajah gadis itu memerah, matanya sedikit berair, “Hati-hati,” ucap Langit.
Jingga mengangguk, kembali menenggak air minum yang Langit berikan.
“Kamu kenapa?” Tanya Langit, dahinya berkerut menunggu jawaban Jingga yang justru menunjuk layar di depannya lalu memalingkan wajahnya. Langit pun menoleh melihat layar besar itu, matanya membulat saat ia tahu adegan apa yang membuat Jingga tersedak sampai wajahnya memerah mengeluarkan air mata. Di depan sana, dua muda mudi tengah beradu bibir dengan mesra, hal yang tak pernah Jingga dan Langit lakukan.
Pria tua itu pun melakukan hal yang sama dengan Jingga, memalingkan wajah enggan menonton lagi meski sesekali mereka mencuri-curi pandang. Mereka malu sendiri melihat adegan itu, tapi lama kelamaan penasaran juga. Dan saat mereka menoleh ke layar bersamaan, adegan itu sudah selesai.
Jingga dan Langit menghela nafas panjang, seolah lega karena adegan itu sudah berakhir. Adegan yang sekarang membuat mereka kikuk.
“Ka-kamu mau mengganti filmnya?” Tanya Langit, pria itu terlihat gugup.
Entah mengapa di mata Jingga Langit justru terlihat lucu, padahal pria itu sudah tua, tapi melihat adegan seperti itu saja gugup. Apa sebelumnya Langit tak pernah melakukannya? Timbul pertanyaan yang lain di benak Jingga, apakah sebelumnya Langit pernah menikah? Karena menurut Jingga, tak mungkin pria setua Langit belum pernah menikah.
Tanpa sadar Jingga tersenyum, padahal Langit masih menatapnya. Membuat Langit berdehem lalu bertanya, "Kenapa kamu tersenyum?"
Jingga gelagapan, ia kembali menatap layar besar di depannya, "Kita nonton lagi," ucapnya.
Langit tak lagi bicara, ia mengangguk dan mereka kembali menonton. Banyak adegan romantis di film itu, terkadang membuat keduanya kikuk tapi juga penasaran. Tapi tak ada yang terjadi di antara mereka, sampai Film berakhir mereka hanya duduk bersebelahan.