Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Berkuasa
Satu minggu berlalu Aluna benar-benar bangkit dari keterpurukannya. Usahanya benar-benar berkembang pesat. Hampir tiap hari banyak pengunjung datang ke butiknya dan tiap hari pula Aluna menerima pesanan. Meskipun lelah, Aluna tetap merasa senang sebab ia memiliki kegiatan dan juga penghasilan sendiri. Setidaknya ia tidak harus mendengarkan makian dan hinaan ibu mertua juga adik iparnya jika dirinya tetap di rumah.
Pukul 7 malam Aluna pulang terlebih dahulu dan menyerahkan urusan butik pada pegawainya. Sebelum pulang Aluna mampir ke restoran untuk membeli makanan untuk orang rumah dan juga cemilan untuk para pegawai di rumahnya.
Saat sedang menunggu makanan, ada pesan masuk ke ponselnya dan itu dari Hariz. Sang suami mengatakan akan pulang sangat terlambat sebab sedang banyak pekerjaan. Aluna pun membalasnya. Setelah menunggu beberapa saat pesanannya selesai. Aluna membayar pesanan itu lantas pergi ke parkiran.
Sampai di tempat mobilnya terparkir Aluna segera masuk ke mobil setelah membuka kuncinya. Sebelum menyalakan mesin, Aluna lebih dulu bersandar pada sandaran kursi yang ia dudukki untuk sekedar menarik napas. Aluna menutup matanya menarik napas kemudian membuangnya kembali. Aluna melakukan itu secara berulang-ulang sampai dirinya merasa lebih baik. Rasanya begitu lelah harus mengemudi sendiri setiap hari apalagi saat keadaan macet. Aluna tiba-tiba teringat akan tawaran Farel untuk memperkerjakan seorang sopir. Mungkin sudah saatnya dirinya memiliki sopir sendiri. Setelah rasa lelahnya berkurang, Aluna menyalakan mesin mobil kemudian pergi meninggalkan area pusat perbelanjaan itu.
Menempuh perjalanan hampir dua jam karena sempat terjebak kemacetan Aluna pun akhirnya sampai di rumah. Setelah menyimpan mobilnya di garasi Aluna pun turun dari mobil, seorang penjaga datang membantu membukakan pintu mobil.
"Malam Pak," sapa Aluna.
"Malam juga, Nyonya," sapa balik penjaga itu.
"Ini ada cemilan untuk kalian." Aluna memberikan paper bag berisi cemilan untuk para penjaga rumahnya.
"Cemilan?" Penjaga itu merasa ragu untuk menerimanya.
"Kenapa, Pak. Tidak suka ya?" tanya Aluna.
"Tidak, Nyonya," jawab penjaga itu.
"Terus kenapa tidak diterima?" tanya Aluna.
"Saya tidak enak, Nyonya. Setiap hari Nyonya membelikan saya dan yang lainnya makanan," jelas penjaga itu. "Kami tidak enak merepotkan Nyonya setiap hari."
"Itu bukan hal besar. Biar kalian semangat juga kerjanya." Aluna menarik tangan penjaga itu dan memberikan paper bagnya. "Besok kalau mbak Susi datang saya tidak perlu belikan kalian makanan. Mbak Susi yang akan buatkan makanan maupun cemilan untuk kalian," ucap Aluna.
"Hah, yang benar, Nyonya. Mbak Susi sama suaminya balik lagi?" tanya sang penjaga disambut anggukkan oleh Aluna. "Tapi bagaimana dengan nyonya besar?"
"Itu akan menjadi urusan saya. Saya yang akan menangani nenek sihir itu," ucap Aluna membuat sang penjaga terkekeh geli. "Nanti kalau mba Susi sama mamang Damang datang kasih tahu saya!" pesan Aluna.
"Siap, Nyonya." Sang penjaga berseru sembari menunjukkan ibu jari tangannya ke arah Aluna.
"Kalau begitu saya masuk dulu," pamit Aluna. "Jangan lupa dimakan makanannya," imbuh Aluna.
"Baik, Nyonya. Sekali lagi saya berterima kasih sudah perhatian sama saya dan yang lainnya. Jika bukan karena Nyonya baik mungkin saya dan yang lainnya sudah memilih berhenti bekerja di sini," ucap sang penjaga.
"Iya, Pak. Saya masuk dulu ya," pamit Aluna sembari menunjukkan senyumnya.
Setelah itu Aluna masuk ke rumah dengan menenteng paper bag berisi makanan. Niatnya Aluna akan memberikan makanan itu untuk ibu mertua dan juga adik iparnya.
Sampai di dalam rumah ternyata Sandra sudah menunggu untuk menyambut dirinya dengan makiannya.
"Aluna!"
Aluna berhenti berjalan lantas berdecak kesal.
"Aku lelah tidak ingin berdebat denganmu, Sandra," ucap Aluna. "Ini makanan untukmu dan juga Mama." Aluna memberikan paper bag di tangannya kepada Sandra.
"Tumben baik?" sindir Sandra.
"Terserah apa katamu," balas Aluna. "Aku mau ke kamar. Jangan ganggu aku," ucap Aluna lantas pergi, berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Baru sampai setengah perjalanan langkah Aluna terhenti sebab mendengar pertanyaan yang Sandra lontarkan.
"Kamu tidak menaruh racun dimakanan ini, 'kan?" tuding Sandra.
Ya Tuhan
Aluna berbalik setelah membuang napas kasar.
"Sebenarnya aku ingin sekali melakukan itu, tapi terlalu enak bagi kalian untuk mati sekarang. Masih banyak kesalahan di dunia ini yang harus kalian tebus," hardik Aluna.
"Kamu makan makanan itu saja. Jika tidak mau, letakan! Aku bisa memberikannya pada anjing tetangga." Tidak ingin membuang-buang energi Aluna memilih meninggalkan Sandra. Rasanya percuma saja dirinya bersikap baik pada keluarga sang suami yang berujung dirinya dituduh macam-macam.
-
-
Setelah berendam, Aluna merasa lebih baik. Rasa lelah memang tidak sepenuhnya hilang, tetapi sudah lumayan berkurang. Aluna keluar dari kamar mandi memakai bathrobe dan handuk kecil yang membungkus rambutnya yang basah. Ia berjalan ke walk in closet untuk mengambil pakaian tidurnya.
Pakaian tidur model kimono berbahan satin berwarna merah muda menjadi pilihan Aluna. Terlihat mahal. Setelah memakai pakaian, Aluna keluar dari tempat itu duduk di depan meja rias untuk mengeringkan rambut dengan hairdryer. Bersamaan dengan itu samar-samar Aluna mendengar keributan di luar kamar. Hairdryer Aluna matikan membuat suara ribut itu terdengar jelas. Suara ibu mertua dan adik iparnya sangat mendominasi.
"Apa yang mereka lakukan lagi?" decak Aluna.
Aluna keluar dari kamar, indera pendengarannya semakin mendengar jelas keributan itu.
Keluar dari rumah ini. Dasar pencuri!
"Mereka memaki siapa? Jangan-jangan …." Aluna berjalan cepat untuk sampai di tempat keributan. Benar seperti dugaannya, ibu mertuanya sedang memaki pekerja yang ia panggil kembali.
"Apa-apaan ini? Tidak bisakan kalian tenang sedikit? Ini rumah bukan hutan yang kalian bisa bebas untuk berteriak!" Perkataan Aluna membuat keributan itu berhenti.
Semua orang menoleh ke asal suara. Mona yang melihat menantunya langsung mencecar Aluna dengan pertanyaan.
"Apa-apaan ini? Kenapa kamu membawa masuk para pencuri ke rumah ini lagi?" teriak Mona.
"Kami bukan pencuri, Nyonya besar," bela mba Susi.
"Mba Susi, Mamang, kalian pergilah. Ini sudah malam, istirahat di kamar kalian. Besok kalian baru mulai bekerja," suruh Aluna.
"Tidak bisa!" larang Sandra.
"Pergilah, Mbak, Mamang. Ini biar saya yang urus," ucap Aluna.
"Baik, Non, terimakasih banyak. Kami permisi dulu," ucap mba Susi lantas pergi dari ruangan tamu rumah itu.
"Bagaimana bisa kamu masih mau menerima pencuri seperti mereka?" hardik Mona.
"Mereka tidak mencuri apapun. Aku percaya pada mereka. Mereka sudah lama ikut aku bertahun-tahun kami tidak pernah kehilangan apapun, tetapi entah mengapa setelah kalian datang di sini mulai terjadi banyak pencurian," ucap Aluna.
"Jadi kamu menuduh Mama dan adik kamu yang mencuri?" tuding Mona.
"Tidak juga, tapi jika kalian merasa seperti itu … itu bukan urusan saya," pungkas Aluna.
"Benar-benar menantu kurang ajar," maki Aluna.
"Sudahlah, aku mau tidur dan ini sudah malam jangan membuat kegaduhan," ucap Aluna.
"Lihat saja aku akan mengadukan ini pada Hariz," ancam Mona.
"Silahkan!" tantang Aluna.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang