Amara Calista seorang gadis berbadan bongsor, yang mempunyai hobi main basket, jatuh cinta pada seniornya yang bernama Altaf Alfarizi. Altaf yang mempunyai banyak fans, awalnya hanya memandang sebelah mata pada Amara. Amara berusaha sungguh-sungguh untuk merubah penampilannya demi mendapatkan hati Altaf. Dan dengan kekuasaan sang papa Amara bisa mendapatkan Altaf melalui sebuah perjodohan. Namun sebuah musibah membuat Amara pupus harapan dan memilih berpisah dengan sang suami tercinta. Bagaimana kisah cinta Amara dan Altaf? Ikuti kisah lengkapnya dalam "Asmara Ke Dua".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsia Niqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Lagi Dia Lagi
Sudah beberapa bulan Rena menikah dengan Alfin. Saat ini Rena tengah mengandung muda. Alfin yang sibuk kerja bahkan sering keluar kota untuk urusan pekerjaan membuat Rena sering minta bantuan pada Altaf, adik iparnya. Rena meminta Altaf mengantarnya pergi kalau ada keperluan. Hal itu membuat mama Fifi semakin tidak suka sama Rena. Seperti siang ini Rena yang merasakan kram pada perutnya meminta Altaf untuk mengantarkan nya ke rumah sakit, karena Alfin belum pulang kerja.
"Al, lo nggak ada jadwal kuliah hari ini? bisa anterin gua ke rumah sakit nggak? Perut gua kram, sakit banget!" Kata Rena sambil meringis.
"Hari ini kuliah gua online. Ayo cepetan!" Kata Altaf panik melihat Rena yang terus meringis dengan keringat membasahi wajahnya.
"Mau kemana kalian?!" Tanya mama Fifi.
"Ke rumah sakit ma, perut Rena sakit!" Jawab Altaf cepat.
"Kenapa nggak sama sopir aja!?!" Tanya mama Fifi kesal dengan perhatian Altaf pada iparnya.
"Ma, pak Joko cuma bisa nganterin sampai parkiran, yang nemenin ketemu dokter siapa, mas Alfin belum pulang. Kalau terjadi apa-apa sama calon cucu mama gimana? Ayo Ren cepetan!" Kata Altaf yang langsung memapah Rena meninggalkan mamanya menuju mobilnya.
Setelah mendapatkan perawatan dokter Rena langsung bisa pulang. Rena dari awal sudah diketahui mengandung bayi kembar.
Sesampainya di depan rumah Alfin sudah menunggu di teras dengan muka khawatir. Setelah sampai Rena keluar dari mobil dengan dituntun Altaf.
"Udah Al, biar Rena sama gua, gua suaminya!" Kata Alfin tegas karena terbakar api cemburu melihat perhatian Altaf pada istrinya karena tahu istrinya sebenarnya menyukai Altaf.
"Apa sih mas, kok ngegas! Gua cuma nganterin Rena ke rumah sakit, itu aja!" Jawab Altaf tak terima dengan sikap sang kakak.
"Masuk Ren!" Kata Alfin sambil menarik tangan Rena dengan kasar.
"Mas, nggak usah kasar gitu sama Rena, kasihan, perutnya sakit! Kata Altaf tak terima perlakuan Alfin pada istrinya, dan Rena hanya meringis memegangi perutnya.
"Nggak usah sok perhatian sama istri gua Al, gua bisa urus istri gua sendiri!" Jawab Alfin makin emosi.
"Ada apa sih, ribut mulu, udah, pada masuk, malu didengar tetangga!" Kata mama Fifi melerai pertengkaran.
Sejak pertengkaran sore tadi Altaf tak keluar kamar. Bik Tini memanggilnya untuk makan malam. Dengan malas Altaf keluar kamar karena memang perutnya juga sangat lapar.
Altaf duduk di kursi di sebrang Alfin.
"Pa, ma mulai besok aku sama Rena mau pindah ke apartemen!" Kata Alfin membuka omongan di meja makan yang sebelumnya sepi tak ada yang bersuara. Rena melotot kaget dengan ucapan Alfin.
"Kenapa? Karena mas Alfin cemburu sama gua mas? Kalau gitu biar gua aja yang pindah ke apartemen!" Kata Altaf.
"Biar Alfin sama Rena yang pindah ke apartemen, biar bisa mandiri. Karma memang berkeluarga itu butuh tempat sendiri, nggak ngumpul sama orang tua." Kata papa Aldi tegas.
"Iya, lagian kalau kamu yang pindah siapa yang akan ngurus kamu, kalau Alfin yang pindah kan ada Rena, toh Rena nggak kuliah nggak kerja juga!" Kata mama Fifi pada Altaf dan membenarkan ucapan sang suami.
Rena hanya bisa tertunduk tak berani bersuara. Di apartemen nanti tentu ia akan sangat repot, harus masak dan beberes sendiri karena tak ada pembantu. Membayangkan saja, Rena sudah bergidik ngeri. Jangankan masak, masuk dapur pun ia enggan. Dan lagi harus beberes membersihkan rumah, pasti akan sangat capek apalagi tengah hamil.
Keesokan harinya Alfin dan Rena pindah ke apartemen yang dibeli papa Aldi beberapa tahun yang lalu, yang dibiarkan kosong. Mama Fifi membayar orang untuk membersihkan apartemen itu tiap tiga hari sekali.
Altaf tak membantu karena sikap Alfin yang masih dingin karena cemburu. Semua barang Rena sudah dikemas dan dimasukan mobil.
Semenjak Alfin dan Rena pindah ke apartemen Altaf dan Alfin jarang ketemu. Altaf diminta papanya ikut bekerja membantu urusan kantor sambil kuliah.
Kesibukan yang luar biasa membuatnya tak ada waktu untuk nongkrong bersama teman-temannya.
Ara yang kini sudah di kelas sebelas semakin sibuk dengan belajarnya. Selain sibuk dengan pelajaran Ara semakin disibukkan dengan kegiatan basketnya sebagai tim inti. Nola dan Widdi sahabatnya selalu memberikan semangat. Altaf sedikit tergeser dari pikiran Ara karena sangat jarang bertemu. Tapi Ara bukan tipe cewek yang gampang dekat dengan laki-laki. Seperti saat ini Vano sang ketua kelas yang berusaha mendekatinya, dan Ara selalu menjaga jarak.
Dengan tubuh yang semakin tinggi menjulang badan Ara pun semakin mengembang. Pertumbuhannya memang melebihi rata-rata.
Sering Ara mendapat gunjingan karna posturnya yang berbeda dengan teman-temannya. Gayanya sangat santai bahkan terkesan tak memperhatikan penampilannya. Ara fokus dengan pelajaran dan sibuk dengan basketnya.
***
Sampai di akhir tahun sebagai siswa SMK, Ara lulus dengan prestasi yang sangat memuaskan. Sebagai juara umum lulusan tahun ini, membuat papa mamanya bangga.
Kegembiraan terpancar saat acara graduation. Ara mengenakan kebaya borklat warna marun dengan kain batik senada. Tampil cantik dan elegan karna Ara sangat jarang mengunakan make up. Saat akhir acara adalah momen yang sangat mengharukan, karna berpisah dengan para guru dan teman-temannya.
Ara diterima di universitas yang sama dengan Altaf. Ara tak memberitahu bahwa ia satu kampus dengan Altaf. Dua sahabatnya, Nola dan Widdi juga satu kampus namun beda fakultas.
Seperti hari ini Ara yang masuk ke kampus sebagai mahasiswa baru harus datang lebih awal. Ara duduk di taman sambil menunggu jam masuk kelas.
"Rara, kamu kuliah di sini?" Tanya Altaf yang baru datang dan langsung duduk di bangku sebelah Ara.
"Eh kak Al, iya kak, Ara sudah satu minggu masuk. Tapi kok baru ketemu kakak ya?!" Jawab Ara semangat.
"Rara nyari kakak?" Tanya Altaf mengoda Ara.
"Ye ge-er...! Buat apa coba, kakak pasti sibuk, malas ngubungi kakak, paling juga di cuekin!" Jawab Ara ketus.
"Ya nggak lah!"
"Nggak salah, selama ini kemana aja kok nggak pernah nongol, acara graduation Ara pun kakak nggak datang!" Kata Ara cemberut.
"Maafin kakak Ra, kakak nggak ada waktu, kakak sibuk kerja, kakak mau buktiin ke mama kalau kakak bukan seperti cewek yang layak dimanja. Kakak harus belajar mandiri. Walaupun mama mengharapkan kakak lahir cewek, tapi kakak tetap laki-laki. Kakak akan buktikan ke mama, makanya kakak kuliah sambil kerja. Makanya susah ngatur waktu." Kata Altaf dalam hati.
"Ye.....malah bengong, nglamunin apa sih?!" Tanya Ara kesal karna Altaf malah melamun.
"Nggak ada, kakak minta maaf nggak datang acara graduation nya Ara karna kakak ada kepentingan." Kata Altaf serius.
"Santai aja kali kak, Ara nggak marah kok kakak nggak datang. Wong kakak bukan bapaknya Ara! Ya kan?!" Kata Ara dengan mata menggoda.
"Al, gua cariin kemana-mana malah ngumpet di sini! Hai anak gajah udah jadi emaknya gajah sekarang? makin jumbo aja badan lo!" Kata Dea dengan sombongnya.
"Duh, sikutil ganggu aja, apa baiknya kutil ini diilangin aja ya dari muka bumi?!" Kata Ara tak kalah pedas.
"Heh, sembarangan aja ngatain gua kutil! Mau gua...." Dea tak menyelesaikan kata-katanya karna dipotong sama Altaf.
"Udah De, mau bikin tugas kan yuk gua ajarin!" Kata Altaf tegas.
"Nah tuh kan ketahuan, bukan cuma orangnya sekutil, otaknya juga kayak kutil, bisanya cuma nempel, nebeng doang. Gitu kok nyombong, dasar lambe turah!" Kata Ara sengaja memancing emosi Dea.
"Rara.....udah....! Kata Altaf yang lemah dan Ara hamya bisa menghela nafas.