Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Badan Tanpa Nyawa
Daru berdiri di depan Hendra, wajahnya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Hendra, pria yang telah menyebabkan banyak kekacauan bagi keluarganya, duduk terikat di kursi kayu. Tangan dan kaki pria itu dibelenggu dengan erat, namun tatapannya tetap penuh kebencian.
"Dimana mereka, Hendra?" Daru bertanya dengan suara yang rendah, namun penuh tekanan.
"Dimana Ayah dan Ibuku kau sembunyikan?" lanjut Daru karena Hendra tidak bergeming sedikitpun.
Hendra mengangkat kepala, menatap Daru dengan sikap menantang.
"Kau pikir aku akan memberitahumu begitu saja?" suaranya terdengar serak, tapi penuh keangkuhan.
"Kau bisa mencoba, tapi aku tidak akan membuka mulut."
Hendra seakan tidak takut sama sekali walau saat ini Ia tidak memiliki daya lagi untuk bertahan.
Daru menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Rasanya Ia sudah tidak sabar untuk melayangkan tinjunya sekarang juga.
"Jangan sia-siakan waktu kita. Aku tidak ingin berbuat kasar padamu, Hendra. Aku hanya ingin tahu di mana mereka." Daru mendekat, menatap pria itu dengan tajam.
"Sekarang, jawab aku!"
Hendra tetap diam, matanya menyipit, namun tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun.
"Kau pikir aku takut padamu? Aku tahu apa yang kau inginkan, tapi kau tidak akan mendapatkan jawabannya dariku," jawab Hendra dengan nada datar, meskipun sedikit terdengar menggertak. Di situasi seperti saat ini Ia seakan masih berani berbicara penuh intimidasi.
Daru menggeram mendengar kata-kata tak gentar Hendra, langkahnya makin dekat.
"Kau salah kalau pikir aku akan berhenti, Hendra. Aku akan terus bertanya sampai kau tidak bisa menahan lagi. Dimana mereka?" tanya Daru tidak main-main.
Hendra tertawa pelan, bibirnya yang terkatup rapat kini terangkat sedikit, menunjukkan senyum penuh penghinaan.
"Aku sudah bilang, kau tidak akan mendapatkan apa pun. Mereka jauh dari sini. Dan aku tidak akan memberitahumu di mana mereka."
Hendra tetap pada pendiriannya untuk tidak mengaku juga di mana Ia menyembunyikan Damar dan Kartika
Daru menggeser posisinya, lalu dengan tiba-tiba, ia mengangkat kursi dan menendangnya hingga terbalik. Suara dentingan kayu yang jatuh itu menggema di ruang sempit. Pria itu tidak tahan lagi dengan sikap Hendra yang seakan hanya bermain-main ini.
Hendra hanya tersenyum sinis, meski tubuhnya tampak sedikit bergoyang karena ketegangan.
"Apa kau pikir itu akan membuatku takut?" Hendra bertanya dengan nada mengejek, matanya tetap penuh kebencian.
"Kau benar-benar tidak tahu siapa aku," lanjutnya kembali mengejek.
Daru berhenti sejenak, menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar.
"Aku tidak peduli siapa kau, Hendra. Aku juga tidak peduli mau kau penipu atau sejenisnya!Yang kuinginkan sekarang hanya satu—jawaban. Aku tidak akan main-main denganmu lagi. Dimana mereka?!"
Hendra tetap menatapnya, matanya tajam dan penuh keteguhan.
"Aku tidak akan membuka mulut, Daru. Kau bisa menyiksaku berjam-jam, bahkan berhari-hari sekalipun. Itu tidak akan mengubah apa pun," balas Hendra dalam posisi nya yang masih terbaring di kursi yang terjatuh karena tendangan Daru tadi.
Daru menahan diri, tangannya menggenggam erat, mencoba menahan amarahnya.
"Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan informasi itu, Hendra. Kau tidak tahu seberapa jauh aku bisa bertindak padamu!"
Amarah pria itu tidak terbendung lagi akan kekeras kepalaan yang Hendra pertahankan ini.
Dengan sengaja, Daru melangkah mundur sedikit dan melepaskan tinjunya ke meja kayu yang ada di dekatnya, mengeluarkan suara keras yang membuat ruangan itu bergema. Hendra hampir tidak bergeming, meski wajahnya sedikit menunjukkan tanda-tanda kebingungan.
"Jangan terlalu banyak bicara, Hendra," kata Daru, suaranya semakin tegas dan penuh ancaman.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu. Jadi sekali lagi, dimana kau sembunyikan mereka sialan?!"
Daru menarik kuat kerah pria itu sampai kursi yang telah tergeletak itu kembali tegak.
Hendra melirik Daru, lalu menggerakkan kepalanya dengan pelan, mencari kenyamanan dalam cengkeraman yang seakan mencekik itu
"Kau tidak akan pernah menemukan mereka," jawabnya pelan, dengan nada penuh kepastian.
"Kau salah," Daru berkata dengan suara yang sangat rendah, penuh ancaman.
"Kau tahu aku tidak akan berhenti. Kau tahu aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja," tegas pria itu.
"Percuma," jawab Hendra dengan sikap tenang.
"Aku akan tetap diam. Tidak ada yang bisa kau lakukan," ujar Hendra sambil tersenyum mengejek.
Daru mengangkat tangan kanan, dan dengan gerakan cepat, ia memberi pukulan keras pada wajah Hendra. Suara tamparan itu menggema, dan wajah Hendra terhuyung ke samping. Daru berdiri tegak, menatapnya dengan sorot mata yang makin tajam.
"Kau pikir itu akan menghentikan ku? Aku hanya baru mulai, Hendra. Aku akan terus memukuli mu sampai kau menyerah dan memberitahuku."
Hendra menggigit bibirnya, darah mengalir dari sudut mulutnya. Meskipun tampaknya ia kesakitan, senyum sinis tetap tidak hilang dari wajahnya. "Kau pikir aku takut dengan sedikit darah?"
Hendra tertawa terkekeh pelan, Ia seakan tidak menganggap apa-apa akan pukulan Daru barusan walau darah tetap keluar dari mulutnya akibat pukulan tadi.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan? Hah!"
Daru tidak mengerti mengapa Hendra bersikap seperti ini. Apa sebenarnya yang orang ini inginkan?
"Aku ingin kalian semua hancur. Kau dengar Daru? Aku ingin kalian hancur!"
Suara Hendra menggema memenuhi ruangan sunyi itu. Walau banyak orang di dalam sana, tapi tidak ada yang bersuara selain Daru dan Hendra.
Bugh!
"Keparat!"
Sekali lagi Daru memberikan Bogeman keras pada wajah Hendra.
Currrrr....
Darah bercucuran keluar dari mulut pria itu, bahkan mungkin ada beberapa giginya yang telah goyang dan terlepas dari akarnya.
"Apa maksud mu ingin keluarga ku hancur? Siapa yang memberimu keberanian untuk itu?!"
Dengan membabi buta, Daru tidak hentinya terus-menerus menghadiahi Hendra pukulan demi pukulan. Kekesalannya semakin memuncak kala Hendra tetap tidak berkutik sedikit pun.
"Sudah?" tanya Hendra dengan suara lemah. Sudut bibirnya bahkan membentuk senyuman sambil memperlihatkan giginya yang telah berwarna merah darah.
"Aku mau memberitahu mu pun percuma. Mungkin mereka sekarang tinggal badan tanpa nyawa," kata Hendra pelan masih berani memprovokasi Daru.
"Ken, ambilkan aku kejut listrik," pinta Daru pada Kenzo yang dari tadi menyaksikan kekejamannya. Nampaknya pria itu sudah muak dengan tarik ulur yang dilakukan oleh Hendra. Apalagi setelah mendengar kata terakhir tadi, darah Daru seakan mendidih di buatnya.
"Tuan, apa anda yakin," tanya Kenzo memastikan. Alat itu sangat menyakitkan. Apakah Hendra bisa bertahan di tengah keadaan nya yang hampir sekarat itu?
"Kau juga ingin melawanku?!" dingin Daru menatap tajam Asisten nya itu.
"Tidak berani Tuan."
Tanpa berpikir lagi, Kenzo segera memenuhi permintaan Tuannya.
.
.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca cerita ini.
semoga berkenan memberikan Author semangat berupa Like 👍 kalian 🙏
Kalau bisa dan tidak keberatan beserta tawar-menawar nya ya😁