"Setelah menghancurkan hidupku, kau malah melupakan ku dan memilih bersama wanita lain! aku hamil anakmu!"
Ucapan lantang Enza membuat suasana pertunangan Orlando semakin kacau. Bahkan keluarga besar Gultom dan Arnold terkejut mendengar perkataan lantang Enza.
Kemunculan ayah kandung Enza secara tiba-tiba mengungkapkan satu rahasia besar yang selama ini keluarga besar Arnold maupun Gultom tutup-tutupi.
Enza tiba-tiba meminta cerai kepada Orlando karena suatu hal dan setelah perceraian itu. Enza tiba-tiba menghilangkan bagaikan di telan bumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Orlando tersenyum menyeringai saat menonton berita mengenai menghilangnya satu tahan wanita dari kantor polisi. Identitas Celine akan berubah menjadi buronan setelah itu. Dengan begitu polisi tidak akan curiga kalau wanita itu sudah mati dibunuh dengan sadis.
"Apa kau yang melakukannya?" tanya Oscar menatap adiknya.
Orlando hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Seminggu berlalu, kondisi Sean dan Daniella masih koma. Hingga tiga Minggu kemudian. Oscar dan keluarga besar Daniella memutuskan membawa Sean dan Daniella kembali ke Roma setelah beberapa hari berunding. Selain karena Zayan dan Xavi tinggal di Roma untuk sementara waktu. Oscar dan Orlando bisa merawat mereka secara bergantian.
Orlando melirik sekilas kearah ponselnya saat menerima panggilan masuk dari nomor luar negeri.
"Hallo?"
Tidak ada jawaban dari seberang sana.
Orlando memutuskan panggilan itu sebelum melanjutkan langkahnya masuk ke dalam jet pribadi milik keluarganya.
"Apa alat medis mereka terpasang dengan baik? Kita akan mengudara selama beberapa jam. Aku tidak ingin perjalanan ini mempengaruhi kondisi mereka." ujar Orlando menatap dokter yang merawat Sean dan Daniella.
"Semuanya aman, Tuan muda. Kami sudah memastikan semuanya dengan baik." jawab dokter paruh baya itu.
Orlando masuk ke dalam jet pribadi menyusul Oscar dan Mike.
Matteo dan keluarga besarnya memutuskan berangkat nanti malam setelah menyelesaikan beberapa urusan disana.
Tak terasa hari sudah mulai gelap. Jet yang mereka tumpangi akhirnya mendarat di Roma. Beberapa pria berpakaian serba hitam sudah menanti ke datang mereka bersama beberapa dokter pribadi kepercayaan keluarga Gultom dan Arnold.
Mereka bergegas memindahkan Sean dan Daniella ke dalam mobil ambulan. Keduanya akan di rawat di rumah pribadi Sean yang sudah dia bangun sejak beberapa tahun yang lalu.
"Pastikan keamanan mereka selama masa pengobatan. Aku tidak ingin musuh-musuh Black Mamba dan The Devil mencari celah dalam kondisi seperti ini." pinta Oscar sebelum masuk ke dalam mobil.
Orlando kemudian masuk ke dalam mobil lain setelah mendengar perkataan saudaranya.
Setengah jam kemudian, mereka tiba di sebuah kediaman minimalis. Rumah itu memiliki halaman yang cukup luas dan pemukiman yang cukup asri. Namun, kediaman minimalis itu dibatasi dengan tembok-tembok besar yang menjulang tinggi.
8 orang petugas medis memindahkan Sean dan Daniella ke salah satu kamar luas yang ada di rumah itu. Meskipun rumah Sean tidak terlalu besar. Namun, rumah itu memiliki interior dan ekterior yang mewah dan berkelas.
"Perjalanan tadi tidak mempengaruhi kondisi mereka kan?" tanya Orlando menghentikan langkah Dokter Robert.
"Anda tenang saja, Tuan. Perjalanan itu tidak akan mempengaruhi kondisi mereka. Semoga suasana tempat ini membawa pengaruh baik untuk kondisi mereka." sahut Robert tersenyum tipis.
Tanpa sengaja Robert melihat sebuah foto prewedding ukuran cukup besar yang terpajang di sudut lorong kamar Sean.
"Apa mereka pasangan suami istri?" tanya Robert tanpa mengalihkan pandanganya dari foto itu.
Orlando mengikuti arah tatapan mata Robert dan ikut termenung melihat foto prewedding itu.
"Mungkin usia mu lebih tua dari pada usia ku, Robert. Kau mungkin lebih berpengalaman dalam hubungan percintaan. Namun, aku cukup tersentil dengan perjuangan cinta Sean. Mereka sudah 2 kali gagal menikah. Itu hanyalah foto prewedding mereka sebelum berpisah selama 3 tahun. Saat mereka dipertemukan kembali. Mereka malah berakhir dengan kondisi seperti ini." curhat Orlando dengan wajah sedih.
"Mungkin ini bagian akhir dari ujian cinta mereka. Setelah ini, mereka akan menerima kebahagiaan yang tiada tara."
"Aku berharap mereka akan sadar dalam waktu dekat. Sebagai seorang tenaga medis, aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan pasienku. Namun sebagai keluarga, kalian harus sering mengajak mereka berinteraksi untuk merangsang alam bawah sadar mereka."
"Terima kasih sudah mendengarkan curhatan ku, Robert. Aku berharap mereka segera sadar dan berkumpul dengan anak-anak mereka."
"Apa mereka memiliki anak?" tanya Robert cukup penasaran dengan kalimat terakhir Orlando.
"Ya, mereka sudah memiliki sepasang anak kembar berusia kurang lebih 8 tahun."
"Kalau bisa Anda harus membawa mereka bertemu dengan kedua orang tua mereka, Tuan. Bagaimanapun sebagai seorang anak mereka pasti ingin tahu bagaimana kondisi orang tua mereka." saran Robert sebelum berlalu dari sana.
Hari semakin gelap. Orlando tetap stay di kamar utama menjaga keduanya.
Lagi-lagi Orlando menerima panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Saat Sean mengangkat panggilan masuk itu. Ia tidak bisa mendengar suara apapun.
"Hey! Ada apa! Bicaralah! Aku tidak suka di bercanda seperti ini!" tegas Orlando membuat panggilan itu langsung berakhir.
Orlando keluar dari kamar utama dan melangkah keluar dari mansion.
"Jaga mereka! Aku mau keluar sebentar!" kata Orlando saat berpapasan dengan Robert.
Di luar kediaman Sean, Orlando bertemu dengan Oscar dan ayahnya. Ocean didorong menggunakan kursi roda.
"Kau mau kemana?" tanya Oscar menghentikan langkah adiknya.
"Aku ingin mengunjungi Enza di mansion keluarga Arnold." ujar Orlando melanjutkan langkahnya. Ia masih belum berniat mengajak Ocean mengobrol setelah kejadian 3 tahun yang lalu.
"Selamat atas pernikahan mu, Nak. Padre memberkati pernikahan kalian." lirih Ocean dengan suara pelan.
Orlando tetap melanjutkan langkahnya. Meskipun hatinya cukup tersentuh mendengar ucapan ayahnya.
Di kediaman Arnold
Orlando langsung turun dari mobil setelah tiba di depan halaman mansion kediaman Arnold.
Keadaan mansion sudah cukup sepi karena hari sudah larut malam. Orlando tidak melihat keberadaan Enza ataupun kedua mertuanya. Enrica dan Enrico tentu saja tinggal di apartemen mereka masing-masing. Jadi, mereka jarang menginap di mansion Arnold.
"Tuan muda." sapa seorang maid saat melihat kedatangan Orlando.
"Dimana Enza?"
"Nona muda beberapa hari ini jarang keluar kamar. Ia lebih sering mengurung diri di kamar."
Maid menyerahkan kunci cadangan kamar Enza agar Orlando bisa masuk ke dalam kamar tanpa mengusik istirahat Enza.
"Baiklah. Istirahatlah. Aku akan menemuinya."
Orlando melanjutkan langkahnya menuju kamar Enza. Ia membuka pintu kamar dengan perlahan agar tidak menganggu tidur Enza.
Dari depan pintu, Orlando melihat Enza tidur meringkuk seperti bayi di atas tempat tidur.
Orlando melangkah mendekati ranjang dan menatap wajah teduh itu dengan tatapan rumit.
Tangan Orlando berhenti di udara saat ingin mengelus rambut panjang itu. Pada akhirnya Orlando menarik selimut dan menyelimuti tubuh ramping istrinya agar tidak kedinginan.
Orlando memutuskan bersandar di sofa dengan tatapan lurus menerawang jauh ke depan.
Orlando pura-pura tidur saat merasakan pergerakan Enza di atas tempat tidur.
Dengan wajah setengah mengantuk, Enza turun dari atas tempat tidur. Kesadarannya berangsur-angsur pulih saat melihat Orlando berbaring di sofa.
"Mengapa dia bisa masuk ke kamar ku?" gumam Enza melangkah ke kamar mandi.
Tak beberapa lama, Enza keluar dari kamar mandi dan melangkah kearah sofa. Ia menatap mata terpejam Orlando dengan tatapan penuh kerinduan.
Jemari lentik itu meneliti wajah tampan itu dengan seksama.
"Aku begitu merindukan mu setelah tiga Minggu tidak bertemu." gumam Enza dengan mata berkaca-kaca.
Enza hampir tersungkur ke lantai saat kedua mata Orlando terbuka lebar. Ia terkejut saat melihat suaminya ternyata sudah bangun.
Orlando menarik tangan Enza hingga terjatuh di atas pangkuan Orlando. Suasana kamar luas itu tiba-tiba berubah hening.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun. Orlando menatap mata hitam itu dengan tatapan tajam.
"Apa aku membangunkan mu?" tanya Enza berniat turun dari pangkuan Orlando.
"Tidurlah sejenak. Aku tahu kau tidak bisa tidur beberapa hari ini." sahut Orlando menahan pergerakan Enza agar tidak turun dari pangkuannya.
"Jangan terlalu baik padaku. Aku takut tidak bisa melepaskan mu suatu hari nanti." lirih Enza memejamkan matanya bersandar di dada bidang Orlando.
"Aku tidak yakin kau akan melepaskan ku. Bahkan kau bisa melakukan cara licik untuk mendapatkan ku. Apa mungkin seorang Enza akan melepaskan ku semudah itu." sahut Orlando menatap wajah termenung Enza.
Enza cukup tersentil mendengar ucapan suaminya. Namun, Enza tidak bisa mengelak. Karena perkataan Orlando memang benar adanya.
aku kalau suka sama ceritanya gak nanggung nanggung ngasih hadiah tapi author pilih kasih ngasih cetrita nya nanggung muluk😌😌
setelah dewasa bukannya Orlando menikahi lupa nama istrinya tp bkn Enza bahkan istri Orlando hamil kembar 5. Sean kembarannya tdk menikah n kembaran perempuan Orlando terjebak urusan dg mafia lain saat menjauh dari keluarganya.
jk bener maka kemana istri Orlando n anak-anaknya g salah Elle nama istri Orlando klo g salah y, dah lama sih bacanya