menjadi anak pertama dan satu-satu nya membuat aku merasakan kasih sayang sepenuhnya dari kedua orangtua ku terutama ayahku.
tapi siapa sangka, kasih sayang mereka yang begitu besar malah membuat hidupku kacau,,,.
aku harus menjalani hidupku seorang diri disaat aku benar-benar sedang membutuhkan keberadaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
"Aaaaaaarrggghhh, akhirnya sampai juga! Asik juga ya... Baru pertama kali nih aku main ke tempat yang kayak gitu," ucapku sambil merebahkan tubuhku di kasur Mira.
Mira dan Diana hanya tertawa kecil melihat tingkahku. Sambil tiduran, aku membuka sweaterku, begitu juga dengan Mira dan Diana.
"Itu tato? Tato apaan, Na?" tanyaku pada Diana. Dengan santainya, Diana menunjukkan tato di punggungnya. Saat Diana membuka tank top-nya, terlihat jelas tato sayap besar menghiasi sisi kiri dan kanan punggungnya. Penasaran, aku pun bertanya, "Itu ditato gitu sakit nggak sih? Itu pakai jarum kan?" tanyaku polos.
Diana menjawab santai, "Sebenernya sakit sih, tapi karena kecanduan dengar suara mesinnya, jadi keterusan deh," ucapnya sambil memperlihatkan tato lain di tubuhnya.
Aku cuma bisa melongo melihatnya. Ada rasa ingin punya tato juga, tapi segera kutepis keinginan itu, teringat ayah dan ibuku.
Pagi itu, kami nggak langsung tidur, karena mata kami seperti kehilangan kantuk.
"Ra, itu asli nggak sih? Kok bulet banget? Oplas ya?" tanya Diana dengan cuek.
Sontak aku menjawab, "Enak aja, asli lah!" jawabku dengan percaya diri. Mira dan Diana pun tertawa dengan jawabanku.
"Eh, Ra, gimana sih si Ryan? Cakep nggak? Dia jomblo, loh," ucap Diana sedikit menggoda.
"Ya nggak gimana-gimana... Enak sih buat diajak ngobrol, tapi kalau dipacarin... duh, gimana ya... Aku bingung, belum pernah pacaran juga," jawabku jujur.
Mendengar jawabanku, Mira dan Diana tertawa seakan menertawakanku.
"Hahaha, serius? Udah segede ini belum pernah pacaran?" tanya Diana sambil terus tertawa.
Mira pun dengan santainya berkata, "Dia mah jangankan pacaran, kemana-mana juga ditemenin bapaknya mulu. Eh, tapi Na, biji semangka kamu mantep loh."
"Gebleg lu ya, ngomong kemana-mana!" ucapku sambil menjitak kepala Mira. Mira cuma nyengir.
"Serius, Mir. Kamu udah nyoba? Kapan?" tanya Diana sambil menatap Mira.
"Udah kemarin, sebelum kamu ke sini bawa bakso," jawab Mira santai.
Entah kenapa, mendengar jawaban Mira, tiba-tiba aku teringat ayahku.
"Njir, nggak ngajak-ngajak!" ucap Diana polos.
"Ih, apaan sih kalian, nggak jelas banget. Udah ah, aku mau tidur, ngantuk... huuuuaam," ucapku pura-pura menguap.
"Wih, mulai ngeles... Hahaha, gemes deh!" ucap Mira sambil mencubit semangka kiriku.
"Aawww! Sakit tau!" teriakku spontan. Diana hanya tertawa melihat tingkah Mira.
"Na, udah tidur sini aja bareng kita," ucap Mira.
"Iya deh... Eh, aku numpang mandi dulu ya," jawab Diana.
"Iya, silakan. Mau ditemenin nggak?" goda Mira.
"Yuk, kamu sabunin punggungku ya," jawab Diana sedikit genit.
Jujur, aku yang mendengarnya malah geli sendiri. Entah aku yang belum tahu pergaulan luar, atau mereka yang terlalu lepas. Tapi saat itu, aku cuma bisa ketawa. Mungkin memang begitu gaya mereka bercanda.
Perlahan rasa kantuk mulai datang, aku beberapa kali menguap hingga akhirnya tertidur.
Aku terbangun oleh kilauan cahaya mentari. "Hhhhuuaaaam, ngantuk... Jam berapa sih?" gumamku sambil menggeliatkan tangan.
"Astagfirullah, aduh gimana ini, aku nggak masuk kelas!" ucapku panik saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Rasa panik, bingung, dan takut bercampur aduk. Aku mencoba menenangkan diri sembari mengumpulkan nyawa. Aku ambil handphone yang ada di tas, dan ternyata handphone-ku mati. "Arrgghh, pake abis baterai segala!" ucapku kesal.
Aku pun mengambil charger dan mengecas handphone. Setelah itu, aku mencoba membuka pintu, tapi terkunci. Aku cari-cari kunci, tapi tak kutemukan. Kesal, aku berjalan ke kamar mandi untuk cuci muka.
Sesaat aku melamun, teringat kejadian semalam. "Kalau dipikir-pikir seru juga ya nongkrong, orang-orangnya pada happy, jadi pengen ke sana lagi," gumamku sendiri.
Aku kembali ke tempat tidur, mengambil handphone yang sudah nyala. Belum satu menit menyala, banyak notifikasi masuk. Ada chat dan panggilan tak terjawab. Saat kulihat, beberapa kali ayah dan ibuku menelpon, dan ada juga dari nomor tak dikenal. Aku membuka satu per satu pesannya.
Seperti biasa, ayah dan ibuku menanyakan kabar. Kemudian aku membuka chat lainnya, ternyata dari Ryan.
"Ra, ini gue Ryan. BTW, nanti malem sibuk nggak? Gue pengen ngajak lu jalan nih, kalau nggak keberatan," tulis Ryan di beberapa chat.
Ryan kirim pesan jam 9 pagi. Karena aku nggak tahu mau ngapain, iseng aku balas.
"Sorry baru balas, emangnya mau ajak ke mana?" balasku, lalu kutaruh handphone lagi. Aku mulai mengingat wajah Ryan. Tak lama, notifikasi pesan masuk lagi, ternyata dari Ryan.
"Nongkrong aja, ke Lembang gitu. Enak kan sambil santai. Gimana?" tulisnya.
"Hmmm... Boleh deh, yuk. Mau jam berapa?" balasku.
"Beneran? Yaudah nanti malem gue jemput," balasnya lagi.
"Kita ketemuan di Indomaret ***** aja gimana?" balasku.
"Oke deh, yaudah jam 8 gue tunggu di Indomaret *****," jawabnya mengakhiri percakapan.
Aku kembali rebahan, menatap langit-langit kamar sambil membayangkan apa yang akan kulakukan nanti malam.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara motor berhenti di depan kamar kos. Kulihat ke arah luar, ternyata Diana dan Mira.
"Assalamualaikum, eh putri udah bangun," ucap Mira sembari membuka pintu.
"Gebleg banget, kenapa nggak bangunin aku?" ucapku kesal.
"Yee, makanya kalau tidur jangan kayak bangke. Gua udah coba bangunin lu tapi cuma *euh* doang. Kalau nggak percaya, tanya aja Diana," ucap Mira. Diana masuk dan berkata, "Udah-udah, nggak usah diributin. Nih Ra, gua bungkusin satu buat kamu, lapar kan?" ucapnya sambil menyodorkan plastik hitam.
"Thanks, Na, emang the best. Nggak kayak lu, tega ngunciin gua," ucapku sambil membuka isi bungkusannya.
"Hih, kocak! Itu juga beli pakai duit gua. Udah makan-makan, ngomong mulu," timpal Mira sambil mengacak rambutku, lalu berjalan ke kamar mandi. Tinggal aku dan Diana. Diana mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya.
"Mau nyoba?" tawar Diana sambil menaruh rokoknya di lantai.
"Enggak ah," jawabku sambil makan.
Beberapa saat kemudian, Mira balik dari kamar mandi. "Lu berdua ngomongin gua ya?" tanya Mira.
"PD banget, ngapain juga ngomongin lu," jawabku.
"Kira-kira... Eh, Na, lu nggak mau balik dulu, kasih kabar ke orang tua, takutnya ayah lu nyariin," ucap Mira.
"Ya balik lah, ini juga tadinya mau balik tapi dikunci, jadi nungguin dulu," jawabku.
Setelah makan, aku pun beres-beres, mandi, dan pamitan pada Mira.
"Mir, aku pulang dulu ya. Btw, malem ini ada acara nggak?" tanyaku.
Mira menjawab, "Hmm, nggak tahu, kayaknya nggak ada deh. Kenapa?"
"Nggak, siapa tahu aku mau ke sini lagi," ucapku sambil merapikan barang-barangku.
"Oooh, nggak kemana-mana sih. Kalau pun nggak ada ya paling cuma beli makan ke depan," jawab Mira santai.
"Ok deh, aku cabut dulu ya. Bye, assalamualaikum," ucapku sambil berjalan keluar.
"Waalaikumussalam, salam buat orang tua ya," timpal Mira.
"Iya, nanti aku sampaikan," jawabku, lalu pergi meninggalkan kosan Mira.
Alih-alih pamit pulang, aku malah pergi ke Indomaret untuk ketemuan dengan Ryan. Kulihat handphone-ku. "Duh, masih setengah tujuh. Nggak apa-apalah, daripada bulak-balik, lagian belum tentu diizinin kalau pulang dulu," ucapku sendiri.