Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 10 : SISA RASA⋆⋇
"Dia hanya terkena asam lambung, karena telat makan. Lo jangan khawatir, gw udah tangani semuanya." Ucapnya dengan serius, ia tahu jika Harka akan sekhawatir ini kepada Falerin. Teman dekatnya sejak sekolah dahulu itu sangat terang-terangan jika menyukai seseorang.
Walaupun dulu banyak rumor jika Harka adalah orang yang dingin dan terlalu kaku untuk ukuran seorang murid. Bahkan guru saja mengakui akan sikap kaku Harka dahulu, tapi tidak menuntut kemungkinan jika siapa saja dan sekeras apa pun hatinya, akan ada yang menembusnya.
Dokter muda yang biasa di kenal sebagai, Renzo Everett Albi. Sebenarnya umurnya masih di atas Harka, hanya terlampau 3 tahun lebih tua dari Harka. Dia juga baru satu tahun jadi seorang dokter di rumah sakitnya sendiri, yang keluarganya bangun untuknya. Mencari jati diri, setidaknya itu semua berhasil untuknya.
Renzo dekat dengan Harka sejak sekolah itu benar, karena mereka satu kelompok dahulu. Harka adalah adik tingkatnya, tapi karena terlalu akrab Harka terkadang lupa dengan jati dirinya ketika di depan Renzo. Tapi pria itu sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, baginya panggilan itu bebas asalkan tidak melampaui batas saja ia akan menerima. Pria 28 tahun itu sudah menginjak umur matang, tapi walaupun begitu dia masih belum menemukan perempuan yang dia cari, lebih tepatnya belum bisa mendapatkannya.
"Gw rasa lo harus lebih banyak perhatiin dia, tapi inget. Jangan berlebihan, dia juga ada kesibukan dan urusan pribadi. Gak semuanya bisa lo tau, ngerti?"
"Gw tau, jangan ngomong seolah-olah gw ngelakuin sesuatu yang keterlaluan," jawabnya dengan penuh bantahan dan tidak mau kalah.
"Memang, gw cuma ingetin biar lo gak terlalu jauh. Karir lo lagi di atas, jangan jatuhin diri sendiri cuma karena obsesi berlebihan lo itu, obatnya udah gw kasih ke Celline." Setelah itu Renzo duduk di tempat duduknya dengan santai seolah tidak ada sesuatu, ia sudah menjelaskan jadi ia tidak merasa ada hutang.
Karena merasa rasa penasarannya sudah hilang, walaupun ragu Harka pergi dari ruangan temannya itu dengan angkuh. Sedangkan Renzo menunduk, entah kenapa ia merasa jika dirinya adalah manusia paling berdosa sedunia. Karena ia sudah menyembunyikan sesuatu, ia tahu semuanya akan segera terungkap. Hanya saja, sampai kapan?
...♡♡♡...
Tanpa rasa bersalah Faldo lebih memilih adik iparnya ketimbang menemani istrinya, yang jauh lebih parah sakitnya. Tapi ia tidak ada pilihan lain selain melakukan hal ini, dan Faldo jujur kepada dirinya sendiri. Jika ia tidak bisa meninggalkan Rumi sendirian di rumah dalam keadaan seperti ini, tapi di satu sisi ia tega dengan istrinya sendiri.
Tidak, dia ada Celline yang menemani. Tapi Rumi? Di tidak ada yang menemani, ucapnya di dalam hati bejatnya itu.
Jika saja ada karma yang turun secara langsung, entah karma apa yang akan membuat pria itu menyesal seumur hidup atas apa yang dia lakukan selama ini. Tidak akan, ini terlalu dalam. Dosa-dosanya sepertinya tidak akan bisa ditutupi oleh apa pun meskipun Faldo berusaha bersujud meminta maaf di depan tuhan sekali pun.
"Kakak, jangan tinggalkan aku... " Ucapnya seraya menggenggam tangan Faldo yang jauh lebih besar darinya.
Sedangkan Faldo, dia berusaha agar tetap berada di sana walaupun hatinya terkadang bimbang. Apa yang ia lakukan di saat istrinya sakit juga di rumah sakit? Apakah ini keterlaluan? Apakah harus ada pertanyaan itu?
Sedangkan di satu sisi lain, Falerin hanya terdiam di bangsal di temani oleh Celline yang tertidur karena lelah dengan perjalanan panjangnya dan langsung menemui sahabatnya tanpa ada istirahat sama sekali. Falerin membiarkan Celline tidur sementara di sana, atau sebutuhnya saja.
Ketika itu juga pikirannya melayang ke mana-mana, entah kenapa hatinya sesak di saat dirinya dalam keadaan seperti suaminya sendiri masih tidak bisa menemaninya. Celline mengatakan secara terus terang, Faldo di hubungi seseorang dan di sana suaranya tidak asing.
Tapi tidak mau terlalu banyak salah paham di sana, Celline tidak mau bertanya-tanya lagi. Tetapi, Falerin sudah tahu siapa yang membuat Faldo pergi darinya dan bahkan tega meninggalkan dirinya di rumah sakit, bahkan di saat kondisinya tengah tidak stabil sama sekali.
"Jangan mikirin dia lagi, kamu mikirin dia cuma buat kesehatan kamu buruk. Jangan lakukan itu, bisa?" Falerin seketika menoleh, lamunannya juga seketika buyar begitu saja. Ia bahkan tidak menyadari kehadiran Harka yang sudah ada di sana, apakah dia melihat apa yang tengah Falerin lakukan?
Melamun sepanjang hari, memikirkan seseorang yang bahkan belum tentu memikirkannya juga. Itu aneh, tapi entahlah. Terkadang sesuatu yang aneh akan sering di lakukan karena sudah terlalu bodoh dan berhawa oleh arus air yang seolah-olah tidak bisa berhenti lagi, meskipun di sana ada bebatuan besar, arus akan tetap melaju dan mengikis batu sampai hancur.
Itulah yang tengah di rasakan oleh Falerin. Perasaannya yang perlahan muncul sesuai arus sungai yang biasanya ia rasakan, perasaannya kepada seorang pria yang memang seharusnya layak ia cintai, ternyata dia sendiri yang menghancurkan hati istrinya sendiri. Bagaimana tanggapannya tentang semua itu?
Falerin mencoba menahan, mengendalikan semua perasaannya yang begitu sulit di lakukan. Apakah ia harus seperti ini sampai hatinya merasa lelah dengan sendirinya? Mau sampai kapan? Perempuan itu hanya menera tapi nasib tanpa tahu di mana arah jalannya sekarang.
"Aku tidak tahu, aku memikirkan karena aku mau bukan karena sesuatu. Aku tahu dia di mana, jadi aku tidak akan banyak bertanya," ucapnya dengan tatapan yang kosong, seperti kehidupan yang sudah terlanjur usai.
"Kenapa kamu bertahan? Kamu tahu itu sakit, tapi kenapa kamu tetap di sana?"
"Karena dia tidak punya siapa pun-"
"Omong kosong, jelas-jelas dia menyingkirkan mu. Lalu aku harus menyalahkan siapa? Kau? Faldo? Atau adik kesayangan mu itu? Kalian sama-sama bodoh, sudah tahu itu salah tetap di lakukan. Manusia memang begitu, terkadang aku juga melakukannya... "
Kebodohan karena aku terus saja menyimpan rasa, padahal aku sudah tahu jelas jika kamu lebih memilih siapa, Harka memalingkan pandangannya ketika ia diam-diam ia harus mengumpat dan menyiksa batinnya sendiri.
Ia bisa menasehati orang lain tapi tidak dengan dirinya sendiri. Harka bahkan menyiksa batinnya sendiri dengan cara terus menyimpan rasa dan berharap, jika suatu saat nanti apa yang dia cintai akan datang kepadanya. Padahal sudah bertahun-tahun, tapi tetap tidak ada hasilnya sama sekali. Persetan dengan kata sabar, kalimat yang di mana terus mengatakan kata 'sabar' dan 'kesabaran akan membawakan sebuah hasil yang bagus' tapi semua itu tidak pernah Harka rasakan.
Pria itu memang bergelimang harta sekarang, kepopulerannya bisa membuatnya jauh lebih mudah mendapatkan perempuan yang ia inginkan, melakukan apa yang dia mau. Tapi kenyataannya, Harka terus bersikap bodoh. Seperti tidak ada manusia lain saja di depan matanya.
"Lupakan saja, kalau kamu masih seperti itu. Suka-suka mu saja, aku rasa itu akan percuma saja. Panggil aku jika butuh sesuatu, cepat tidur sudah subuh... "
Harka pergi dengan suasana hati yang buruk, dia menutup pintunya di tengah perempuan itu terus menatap ke arahnya. Ucapan Harka menusuk hatinya, walaupun Falerin membenarkan semua ucapan yang Harka utarakan. Air matanya, perlahan menetes membasahi pipinya.