SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
Flashback off
"Bagaimana rencana perjodohan kita waktu itu?" tanya wanita paruh baya yang nampak tak sabar untuk membahas topik itu.
Mama Reta terdiam sejenak. "Saya berharap kalau Elina bisa berjodoh dengan Rozer, Jeng. Tapi sepertinya kita tidak bisa kalau secara terang-terangan menjodohkan mereka berdua. Saya mengenal baik bagaimana putri saya, pasti Elina akan menolak mentah-mentah kalau kita memberitahu secara langsung." Jelasnya dengan hati-hati, supaya tak menyinggung perasaan lawan bicaranya.
Gina, selaku Mama Rozer mengangguk paham. Mengerti arti kegundahan temannya itu. Sepertinya berbeda dengan putri temannya, putranya akan dengan senang hati menerima Elina.
Karena mereka sebelumnya memang sudah bertemu saat dulu berkunjung ke rumah Reta, temannya itu. Dan Gina bisa melihat dengan jelas kalau Rozer memiliki ketertarikan pada Elina.
"Jadi menurut, Jeng bagaimana baiknya?" tanya Mama Gina yang meminta pendapat Mama Reta.
"Mungkin kita bisa mulai untuk membuat mereka dekat terlebih dahulu, Jeng. Aku rasa Rozer bisa memanfaatkan waktu sekarang. Saya juga butuh bantuan Rozer untuk mendampingi pemulihannya. Ya, meskipun sudah ada saya dan Papa Elina, juga sahabat-sahabat Elina. Tapi kalau Rozer bisa ikut menjaga Elina, itu akan lebih baik. Sekaligus untuk melancarkan rencana perjodohan kita, Jeng." Jelas Mama Reta lagi.
Mama Gina mengangguk lagi. "Saya setuju, Jeng. Saya rasa itu ide yang bagus." Ujar Mama Gina tersenyum senang.
flashback off
"Jadi, Tante mau menjodohkan El dan Rozer sebenarnya?" tanya Bianca yang masih tak percaya. Bisa-bisanya zaman sekarang masih ada yang seperti itu.
Awalnya Bianca dan Viola yang bersama Elina dan Rozer, memilih masuk ke dalam setelah dipanggil oleh Mama Elina. Kemudian Mama Reta menjelaskan semuanya tentang perjodohan itu, hingga di sinilah mereka sekarang. Berbincang bertiga, membahas Elina dan Rozer.
Mama Reta mengangguk. "Tante hanya gak mau, kalau Elina nanti akan kembali disakiti pria. Maka untuk menghindari itu, Tante sendiri yang mencarikan pria yang menurut Tante baik." Jelas Mama Reta.
"Karena Morgan, Elina jadi trauma sampai tak mau ada keberadaan Morgan di sekitarnya. Itu yang dokter jelaskan pada Tante. Jadi sebisa mungkin, sekarang semuanya mulai Tante perbaiki dari awal. Supaya psikologi El juga gak akan keganggu." Lanjut Mama Reta lagi.
Bianca mengangguk, sementara Viola terdiam teringat Morgan yang saat ini masih berjuan untuk mendapatkan Elina kembali. Entah akan sesakit apa reaksi Morgan ketika mendengar tentang perjodohan Elina ini.
"Apa, Tante benar-benar gak bisa ngasih Morgan kesempatan? Sekalipun Morgan mau berubah?" tanya Viola, mencari celah kemungkinan bagi Morgan untuk masih bisa bersama Elina.
"Vi, jangan bilang lo masih dukung El sama Morgan? Astaga, lo gak khawatir Elina bakal terluka lagi apa?" omel Bianca dengan nada kesalnya.
Viola menghembuskan nafasnya, kemudian menunggu respon Mama Reta.
"Tante, tidak memungkiri kalau orang pasti bisa berubah asalkan memiliki tekad. Tapi, Vi kamu paham bukan bagaimana kecewanya orangtua yang melihat anaknya disakiti. Tante, selama ini selalu mempercayakan El pada Morgan. Karena, Tante pikir Morgan benar-benar mencintai El dengan sepenuh hati. Tapi kenyataannya, putri Tante menderita selama ini, Vi. Bukan Tante gak mau ngasih Morgan kesempatan, tapi Tante khawatir ... Tante takut kalau El akan disakiti lagi. Rasanya seperti ada trauma tersendiri, Vi untuk Tante." Jelas Mama Reta dengan nada sendunya, mengingat bagaimana terlukanya Elina selama ini.
...***...
Ketiga wanita berbeda generasi saling fokus pada pandangan yang terlihat di depan mereka. Ya, Mama Reta, Viola, dan Bianca tengah mengamati objek yang sama. Yaitu, Elina dan Rozer yang tampak saling berbincang sembari tertawa.
"Sepertinya Rozer berhasil membuat El nyaman." Gumam Mama Reta masih terus memperhatikan mereka.
Viola dan Bianca merespon dengan anggukan. "Kemungkinan El bisa aja jatuh cinta sama Rozer." Gumam Bianca.
Mama Reta mengangguk. "Itu lebih baik, karena Rozer juga sudah tertarik sejak lama pada Elina." Jelas Mama Reta.
Sontak Viola dan Bianca sama-sama melebarkan matanya. Mereka tak tahu jika faktanya seperti itu. Pantas saja kalau Rozer bersedia saja membantu untuk menjaga Elina. Apalagi Rozer juga terlihat begitu tulus saat menatap Elina.
"Waw, kabar yang menggemparkan." Gumam Bianca.
Mereka masih terus pada aktivitas mereka memperhatikan Elina dan Rozer. Namun satu orang yang tampak melamun sendiri. Dia adalah Viola.
Ya, Viola terlihat melamun memikirkan bagaimana cara dirinya menyatukan Elina dan Morgan kembali. Karena sepertinya Morgan memang sudah benar-benar menyesal dan berniat untuk berubah. Hingga rasanya begitu tega jika tak menghargai usaha Morgan untuk berubah.
"Vi!" panggil Bianca sedikit berteriak karena Viola tak mendengar sama sekali sejak tadi dipanggilnya.
"Apa sih, Bi. Gue gak budeg ya." Kesal Viola mengusap telinganya yang berdenging.
"Ck dari tadi gue panggilin lo, tapi lo gak denger." Kesal Bianca balik.
"Ya udah ya udah, kenapa?" tanya Viola tak mau berdebat lagi.
"Lo gue liatin dari tadi ngelamun sendiri. Lo lagi mikirin gimana caranya nyatuin Morgan sama El?" sarkas Bianca bertanya.
Viola tersentak, saat tebakan Bianca tepat sasaran. "Kata siapa? Gue lagi mikirin Nathan." Kilah Viola menjual nama kekasihnya.
Bianca menatap lekat Viola, mencoba mengintimidasi sahabatnya itu. Hingga Viola dibuat gugup, namun berusaha untuk tenang supaya tidak dicurigai.
"Apa sih, Bi. Udah deh gue mau pulang dulu, nyokap nyuruh gue pulang." Ujar Viola kemudian berpamitan pada Mama Reta.
Sepeninggalan Viola, Mama Reta mengajak Bianca untuk membantu menyiapkan makan malam. Hingga setelahnya, mereka menghampiri Elina dan Rozer untuk diajak makan malam bersama.
"Kamu nginep di sini aja, Zer. Gak perlu ke hotel, anggap saja seperti rumah sendiri. Anggap Om dan Tante juga seperti orangtua kamu sendiri." Jelas Mama Reta tersenyum ramah.
Rozer membalas dengan senyuman. "Gak usah, Tante. Rozer pulang ke hotel aja, gak enak juga kalau mau nginep." Ujar Rozer menolak dengan halus.
"Gak papa, kamu jangan sungkan begitu, Zer."
Hingga akhirnya Rozer tak bisa mendebat lagi setelah Mama Reta memaksanya untuk menginap.
"Ayo, Sayang istirahat dulu" ajak Mama Reta pada Elina untuk minum obat lalu beristirahat.
Bianca mengikuti Mama Reta dan Elina yang menuju kamar. Sementara Rozer akhirnya menuju kamar tamu yang sudah disiapkan oleh pelayan.
Rozer tampak mengulas senyumannya terus menerus saat langkahnya membawa dirinya untuk memasuki kamar yang akan ditempatinya. Sungguh sebuah kebahagiaan yang selama ini dirinya nantikan, bertemu Elina cinta pada pandangan pertamanya.
"Tuan, jangan senyum-senyum sendiri nanti dikira gak waras loh." Tegur pelayan yang baru saja selesai membersihkan ruang makan.
"Eh mbok ngagetin saya." Ujar Rozer yang benar-benar terkejut.
"Eh maaf, Tuan muda." Ujarnya lagi terkekeh pelan.
Next .......