[ARC 1] Demallus-Hellixios-Rivenzha
Seorang perempuan terbangun di dunia lain dengan tubuh orang asing. Tak cukup dengan tak mengingat kehidupannya di masa lalu, sejak ia datang ke dunia itu, situasinya kacau.
Di kehidupan itu, nyawanya juga akan hilang hanya dengan satu kata dari seorang raja atau kaisar.
Namun, ia menemukan berbagai hal luar biasa dalam perjalanan, seperti makhluk sihir, teman seperjalanan yang menarik, dan alasan sekecil apa pun untuk bertahan hidup.
Meski tak terlalu dihargai, ia juga tak begitu peduli. Tapi kegelapan tak diketahui perlahan memanggilnya. Seolah memaksa melukai orang-orang yang mulai ia anggap berharga.
"Jika Anda menimbulkan kekacauan dan pergi ke jalan kegelapan di masa depan. Apa Anda bersedia membunuh diri Anda sendiri?"
Akankah kematian menjadi satu-satunya hal yang menunggunya lagi?
Give Me a Clue: Why Should I Stay Alive?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11. Petualang
Mereka sudah saling menarik kerah satu sama lain dan akan baku hantam.
"T-tuan tolong, jangan bertengkar di sini." Seorang wanita tampak kesusahan mencoba melerai. Orang pertama yang melerai tadi terlempar sampai pingsan dan hampir menabrak Aesel dan Kaltaz. Sisanya malah menonton dan menyoraki seolah itu semacam pertunjukkan teater. Bagi Aesel sendiri, pakain mereka sangat mendukung.
"Obrolan yang menarik," ucap Kaltaz sambil menurunkan orang yang ia tahan di udara dengan sihirnya tadi ke lantai. Atmosfir di dalam ruangan terasa lebih berat dan menekan, membuat bulu kuduk setiap orang merinding. Padahal lelaki itu bertanya sambil tersenyum.
"Lelaki ini pasti semacam monster tingkat tinggi," seloroh Aesel dalam hati sambil melirik pria itu dengan sudut matanya.
Semua orang yang ada di ruangan menoleh pada mereka, atau mungkin lebih tepatnya pada Kaltaz.
"Tu-tuan Kesatria, selamat datang. Maaf atas keributan yang terjadi," kata wanita yang mencoba melerai pertengkaran tadi. Ia merupakan salah satu pelayan di sana.
"Ah! Selamat sore Tuan Kesatria! Maaf atas keributan tadi, kami hanya bercanda! Benar kan?! Hahaha."
"Hahaha, benar, Tuan! Kami tidak bertengkar!"
Seketika, dua orang yang sedang bertengkar tadi saling merangkul satu sama lain dan tertawa-tawa hambar sambil menyikut satu sama lain.
"Anda sudah datang, Tuan. Jika Anda mengeluarkan aura seperti itu para petualang di sini akan merasa tertekan."
Mereka menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang pria bertubuh bongsor dengan goresan luka fatal di wajahnya berdiri di sisi pembatas lantai dua sambil menyandar pada tiang di sebelahnya.
"Ya, saya mendapatkan sambutan yang cukup meriah dari petualang yang sangat bersemangat." Kaltaz menyindir.
"Hahaha Anda pandai bergurai, mari kita berbicara di dalam," kata pria itu sambil melirik sesaat ke arah Aesel.
"Mari ke dalam," ajak Kaltaz, ia dan Aesel berjalan bersisian.
Setelah itu, seharusnya tidak ada yang salah. Tapi Aesel merasa aneh karena sekarang ia merasakan tatapan orang-orang di sana padanya. Membuat ia sendiri bertanya-tanya, apa ia melakukan sesuatu yang menarik perhatian?
"Hei, siapa perempuan itu? Apakah kau pernah melihatnya?"
"Apakah itu kerabat tuan Kaltaz?"
"Bodoh, apa mereka tampak mirip bagimu?"
"Wanita itu memiliki sebagian rambut putih, rambutnya dua warna."
"Itu tidak mungkin uban kan?"
"Aura mereka berbeda. Kurasa mereka bukan satu ras. Tapi mereka memiliki aroma manusia."
"Aku merasakan sesuatu yang aneh, dingin dan membuatku merinding. Apa cuaca memang mudah dingin?"
Mereka membicarakan orang lain tepat di depan orangnya dan sampai terdengar pula.
"Apa itu kekasihnya?"
"Ey mana mungkin, dia tampak masih muda. Tuan kesatria sudah berumur ratusan tahun."
Aesel mengangkat alis mendengar itu, refleks menoleh ke arah Kaltaz dan terkejut lelaki itu juga menatap ke arahnya sambil tersenyum tipis.
"Orang-orang di sini suka sekali berbicara omong kosong. Sepertinya semua tidak melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan mengabaikan misi yang diminta."
Mendengar ucapan Kaltaz, orang-orang yang semula berbicara itu membungkam mulut mereka dan menjadi sok sibuk dengan urusan masing-masing.
"Berapa usia Anda?" tanya Aesel spontan membuat lelaki itu tersentak.
"Kenapa Anda menanyakan itu?"
"Apa saya seharusnya tidak boleh menanyakan itu?" Aesel mengerjap.
"Kenapa Anda malah bertanya balik, Nona?"
"Bukankah Anda juga malah bertanya balik? Apa mungkin Anda tersinggung?"
"Tidak. Siapa yang akan tersinggung karena ditanyai soal usia?"
"Anda tampak tersinggung," ucap Aesel acuh tak acuh.
"Benarkah begitu? Kalau begitu saya meminta maaf karena membuat Anda salah paham. Saya tidak tersinggung, saya hanya sedikit terkejut karena Anda lebih banyak bicara setelah keluar."
"Apa saya seharusnya diam saja?"
"Itu saya kembalikan pada Anda. Lalu, saya yakin usia saya tidak jauh dari usia Anda karena hitungan usia kita berbeda dengan manusia."
"Hm?" Aesel menaikkan sebelah alis tanda tak mengerti.
Kita? Apa ia seusia Kaltaz? Pikirnya. Bagaimanapun Kaltaz juga terlihat masih muda.
Tak lama, mereka sudah menapaki lantai dua. Kaltaz dan pria yang berada di lantai dua tadi beradu kepalan punggung tangan.
"Perkenalkan, beliau adalah ketua guild ini, seorang master petualang, tuan Rodave. Tuan, perempuan ini rekan saya, Aesel Fillory."
Tuan Rodave mengangkat alis sesaat. "Fillory?" katanya dengan alis mengernyit.
"Senang bertemu dengan Anda, Tuan Rodave, saya Aesel Fillory," ucap perempuan itu.
"Ah, ya, Anda bisa memanggil saya Rodave saja."
"Apa mereka semua sudah ada di dalam?" tanya Kaltaz.
Pria itu menatap Kaltaz. "Sebenarnya—"
DUARRR!!!
BRAKKK!!!
Sebelah pintu bagian kiri rusak sampai terpelanting jauh ke dalam. Seiring dengan debu yang berpusar menghilang, seseorang terlihat.
Seorang wanita berada di ambang pintu, tampak agar tersungkur sambil terbatuk-batuk. Rambutnya panjang sebahu dan bergelombang. Berwarna coklat dan agak acak-acakan. Wajahnya terkena debu dan kotoran-kotoran hitam.
"Apa ...., apa aku terlambat?" tanyanya agak celingak-celinguk sambil berusaha bangun.
"Hei! Perempuan gila! Kau merusak pintuku lagi!"
Wanita itu menatap ke arah Rodave yang berteriak ke arahnya.
"Ah maaf tuan Rodave, saya akan menggantinya lagi," kata perempuan itu sudah sepenuhnya berdiri.
"Apa ini akibat dari eksperimen gilamu untuk ke sekian kali?" tanya petualang di salah satu ruangan.
"Tidak, aku tadi mampir ke gua gema hantu untuk mengambil permata ungu untuk ramuanku tapi ada roh api di dalamnya, jadi aku terpaksa menggunakan sihir pemindahan yang belum sempurna," ucap perempuan itu.
"Roh api?! Itu gila, ayo ke sana!" Para petualang di sana tampak bersemangat.
"Perempuan itu Ivana. Saya harap Anda tidak terlalu terkejut setelah melihatnya," ucap Kaltaz agak berbisik.
Itu sudah telat, Aesel sedikit terkejut karena kedatangan wanita itu yang cukup ribut.
Rodave menghela napas berat sebelum berteriak, "Cepat kemari, Ivana!"
"Baik, Tuan!"
Perempuan itu buru-buru berlari ke lantai dua. Sembari Kaltaz, Aesel, dan Rodave melanjutkan langkah.
"Senang bertemu Anda, tuan Kaltaz!"' ucap wanita itu dari belakang.
"Ya, Anda suka menarik perhatian seperti biasa."
"Maaf, saya datang membuat keributan," ucap wanita itu sambil berekspresi sungkan meski Kaltaz tak melihatnya. Ia ingin berbicara dan menyapa pada Aesel yang berjalan di samping Kaltaz, tapi urung karena tak mengenalinya.
Mereka akhirnya sampai di depan sebuah ruangan. Saat tuan Rodave membuka pintu dan mereka masuk ke ruangan itu, sudah ada beberapa orang di dalamnya dan menoleh ke arah mereka. Ternyata orang-orang itu sedang bermain kartu juga.
"Wah, selamat datang, saya pikir Anda akan lebih telat lagi. Semoga Anda tidak keberatan kami sedikit bermain-main di sini," ucap seorang pria berkaca mata, ekspresinya tampak ramah tapi kata-katanya jelas sebuah sindiran.
🪄🔮🪄
salut sihhhh...🤩