Dewasa 🌶
Hasha, putri bungsu keluarga Drake dijebak oleh temannya sendiri. Ia hampir diperkosa oleh laki-laki hidung belang. Namun malam itu, seorang pria dari masa lalunya tiba-tiba muncul menyelamatkannya dari laki-laki hidung belang tersebut.
Namun seperti kata pepatah, lolos dari lubang buaya, masuk ke lubang singa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Minggu kemudian
Seminggu setelah kejadian itu, Hasha kembali menjalani kehidupannya seperti biasa. Menjual bunga. Semenjak lulus kuliah, ia ingin mencoba melakukan banyak hal yang dia sukai. Salah satunya adalah menjual bunga.
Hasha menyukai bunga. Jadi ia ingin mencoba menjadi penjual bunga. Pekerjaan tersebut dia lakukan dua kali dalam seminggu. Karena keluarganya tidak mau dia bekerja tiap hari. Papanya bahkan sempat melarang keras dirinya melakukan pekerjaan tersebut, tapi berkat dirinya yang pintar merayu, papanya pun setuju. Dengan syarat hanya menjual bunga dua kali dalam satu minggu.
Semua rekan-rekan kerja Hasha tak ada seorang pun yang tahu kalau gadis itu memiliki latar belakang keluarga kaya. Hasha pintar sekali menyembunyikannya. Di dukung dengan penampilannya yang sederhana. Hasha pun senang-senang saja. Karena dengan begitu, ia bisa tahu mana orang-orang yang memperlakukannya dengan tulus.
Ponsel Hasha berbunyi tepat setelah dirinya selesai mengantar bunga pesanan pelanggan.
"Halo," kak Flynn yang nelpon.
"Dedek Hasha sayang, kamu dimana?"
"Lagi jualan bang."
"Hah? Jualan?" suara abangnya terdengar heboh. Hasha menarik napas jengah lalu membuangnya.
"Bang Flynn lupa kalo Hasha kerja di toko bunga?"
"Oh iya, bener. Terus udah selesai nggak kerjaannya?"
"Baru aja selesai. Kenapa bang?"
"Ikut abang yuk. Ke rumah temannya abang. Kita seru-seruan bareng di sini. Dari pada adek jualan bunga terus, nggak asik. Entar lama-lama muka kamu jadi bunga layu."
"Ih abaang ... Hasha laporin papa loh nanti!" ancam Hasha galak. Ia bisa dengar suara tawa kakaknya di seberang sana.
"Kirimin alamat kamu biar abang kamu yang ganteng ini jemput."
Hasha menurut saja dan memberikan alamatnya. Ia masih penasaran dengan sahabatnya abang Flynn yang baru, yang katanya dia juga kenal itu. Kira-kira siapa ya?
Tak sampai tiga puluh menit abangnya sudah sampai di alamat yang dia berikan. Motor besar milik sang abang yang super mahal dan keren itu berhenti tepat di depan Hasha.
"Naik cepetan." titah abangnya tak lupa melempar helm. Hasha sudah terbiasa. Kalau jalan sama abang Suho, mereka akan pakai mobil. Sama abang Flynn ya begini, naik motor pasti.
Sekitar dua puluh menit perjalanan, mereka tiba di sebuah Mansion besar yang besarnya menyerupai mansion milik om mereka. Hasha menatap Mansion itu lama.
Kayak kenal.
Dia kayak pernah datang di kediaman yang memiliki banyak pilar-pilar besar dan megah ini. Kapan ya?
Hasha terus berpikir keras namun belum mengingat juga kapan dirinya pernah ke sini. Akhirnya dia menyerah.
"Ayo masuk." kata Flynn. Hasha mengekor dari belakang.
Dua pelayan yang berdiri di depan pintu utama membungkuk hormat. Hasha dan Flynn tersenyum ramah ke mereka. Orangtua keduanya selalu mengajari mereka untuk selalu menghargai orang lain, siapapun orang itu.
Begitu masuk ke dalam rumah elit itu, sudah ada cukup banyak orang di sana. Yang lain Hasha kenal, sedang beberapa di antaranya baru dia lihat. Mungkin teman baru abangnya.
"Eh, ada dedek Hasha. Makin cantik aja deh." seru seorang cowok peranakan china. Hasha kenal dia. Namanya Wonho. Sahabat bang Flynn dari jaman SMA. Wajahnya terbilang tampan namun tidak masuk tipe Hasha. Begitu pun sebaliknya. Wonho selalu memperlakukan Hasha layaknya seorang kakak seperti Flynn. Lelaki itu tidak berani memiliki memiliki perasaan lebih karena ...
"Ayo duduk sini." kata Flynn menarik tangan adiknya duduk di sofa kosong dekat Wonho.
"Lihat siapa ini! Ya ampun Hasha, bunda kangen bangeet ..." suara heboh tersebut milik seorang wanita paruh baya pertengahan lima puluan.
Sekelompok perempuan yang tadinya sibuk bergosip dan cuek dengan kedatangan Hasha ikut melirik karena kehebohan sang pemilik rumah. Ibu dari teman mereka yang belum keliatan hingga sekarang batang hidungnya.
Hasha menatap sih wanita tua yang memeluknya. Ia masih kebingungan. Begitu sadar sepenuhnya, matanya membelalak.
"Bunda Ria?!" gadis itu berseru kuat. Sampai semua orang di ruang tamu heran.
"Dedek, jangan teriak-teriak gitu dong. Ini bukan hutan, lagian kenapa sih kaget banget liat bunda Ria? Kan bunda Ria bukan hantu." tegur Flynn. Wonho dan yang lain ikut tertawa.
"Iya sayang ini bunda. Kok kamu kaget gitu sih? Nggak senang ketemu bunda lagi?" Ria sengaja memasang tampang sedihnya.
"Bukan gitu bunda, Hasha senang banget kok ketemu bunda lagi. Tapi Hasha kaget aja kalo ini tuh rumahnya bunda."
Berarti rumahnya Zayn juga dong ...
Ria tertawa. Merasa gemas pada gadis manis yang selalu dia sukai dari dulu ini.
"Lucu banget sih kamu." Ria mencubit gemas pipi Hasha lagi sebelum pamit pergi arisan ke rumah temannya.
Hasha bodoh. Kenapa bisa lupa kalau ini rumahnya Zayn? Pantesan aja kayak akrab sama rumah ini tadi.
Gadis itu terus merutuki kebodohannya sendiri. Ia memilih duduk di sofa dekat tv. Jauh dari semua orang, teman-temannya abang Flynn.
"Flynn, Zayn kemana sih? Kenapa belum muncul-muncul juga? Kita kan ke sini mau ketemu sama dia." kata seorang perempuan berambut pendek sebahu. Namanya Elis. Elis duduk di sebelah perempuan yang tampak anggun. Jauh lebih anggun darinya. Tapi entah kenapa Hasha merasa wanita itu sering melirik-lirik ke arahnya.
Ah, dia tidak peduli. Matanya melengak lengok ke segala arah. Berharap laki-laki itu tidak ada di rumah ini. Hasha sama sekali tidak tahu Zayn telah pulang dari luar negeri.
Hasha malu, gugup dan takut.
Apakah malam itu Zayn juga mabuk? Berarti masih ada kemungkinan laki-laki itu tidak mengingat apa yang telah terjadi antara keduanya. Hasha berharap seperti itu. Ia terus merapalkan doa agar tidak bertemu dengan pria itu.
"Tuh, cowok yang kalian tunggu-tunggu." ucap Flynn menunjuk dengan dagunya.
Hasha spontan menoleh ke arah tangga. Yang lain juga.
Zayn turun dari tangga. Sesaat Hasha terpaku. Tubuh lelaki itu sangat indah. Apalagi wajahnya. Hidung mancung, rahang tegas, sorot mata tajam menambah kesan cool-nya. Hasha lupa akan ketakutannya sesaat dan memandangi laki-laki tersebut dengan tatapan kagum. Sama halnya dengan tiga perempuan lainnya yang berada di ruangan yang sama.
Lalu kekaguman di mata Hasha hilang seketika saat Zayn menatapnya dengan sorot dingin. Hasha menelan saliva, cepat-cepat membuang muka ke arah lain.
"Hai Zayn, masih ingat aku kan? Kita pernah sekelas waktu SMA dulu." Elis berdiri, menyapa lelaki itu dengan semangat. Dua teman disampingnya ikut berdiri.
Tapi mereka harus menahan kekecewaan karena Zayn tak melirik mereka sama sekali. Ia melangkah melewati mereka dan memilih duduk di sebelah Hasha. Ekspresinya datar, bahkan tak menyapa gadis itu sama sekali.
Hasha gugup.
Kenapa harus duduk di sini sih?
Gadis itu ingin menghilang saja. Jantungnya berdegup kencang.