Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Enam
Perabotan termasuk tiga buah kasur sudah dibeli. Barang-barang tersebut langsung diboyong untuk diantar ke rumah mereka. Selanjutnya, Langit dan Dita sengaja menuju area yang menjual keperluan dapur khusus ya buah, sayur, dan juga sembako.
“Aku mau rujak!” ucap Langit kepada sang istri, amat sangat bersemangat.
Dita dapati, Langit memang berdiri persis di sebelahnya karena selama mereka bepergian, suaminya itu tidak pernah jauh darinya. Entah karena Langit yang terlalu bucin kepadanya, atau malah karena Langit masih ketakutan dan terlalu cemburu jika Dita dekat dengan laki-laki lain. Hanya saja, kali ini tatapan Langit tertuju kepada hidangan dalam beberapa kotak dan berisi aneka rujak.
“Rujak bulung,” ucap Langit mengatakan rujak yang ia inginkan kepada penjualnya.
“Itu rumput laut, kan?” ucap Dita penasaran.
“Iya, ... nanti kamu juga coba, ya! Enak banget!” ucap Langit.
Entah sejak kapan Langit menyukai rujak yang dimaksud, tetapi Dita segera menggeleng dan menolaknya.
“Kenapa?” lirih Langit heran.
“Mama Azzura wanti-wanti agar aku lebih jaga pola makan. Yang mentah-mentah, wajib dikurangin. Takutnya kena bakteri, Mas.”
Melihat wajah putus asa sang istri, Langit jadi kasihan. “Kita beli beberapa porsi, nanti aku akali. Cuci sendiri dan bumbunya juga aku matengin lagi. Harusnya aman, kan, kalau begitu?”
“Owh ... iya, sih, Mas. Harusnya aman!” balas Dita semringah sekaligus antusias, dan langsung dibalas senyum hangat oleh sang suami.
Entah sejak kapan Langit menjadi sangat manis kepada Dita. Dalam kebersamaan mereka yang terbilang masih seumur jagung, mereka bisa dekat dengan cepat. Tak ada ruginya Dita merasakan tendangan, pukul*an, bahkan bantin*gan dari Langit. Selain itu, Dita juga sempat terbiasa dengan KDRT dan talak di setiap suaminya itu marah.
“Ibu sama Marlino mau makan apa?” sergah Langit masih sibuk mengatur segala sesuatunya.
Beres belanja, Langit sengaja memboyong Dita, Marlino, ibu Darsem, dan juga pak Fajar, makan siang. Mereka makan sing masih di mall tempat mereka belanja.
Ketika Marlino langsung tersenyum senang, tidak dengan ibu Darsem yang masih serba sungkan.
“Kakiku pegel banget loh, Mas,” lirih Dita yang bergegas menarik kursi untuknya duduk.
“Kamu kecapaian? Sakitnya, benar-benar banget?” sergah Langit buru-buru jongkok kemudian meraih kaki kanan Dita. Ia melakukan pijatan pada kaki yang terbungkus kaus kaki warna krem tersebut.
“Entah sejak kapan, aku jadi sangat penting untuk suamiku. Apakah ini juga bagian dari ucapannya yang selalu bilang, bahwa beliau sangat takut kehilangan aku? Alhamdullilah kalau begitu,” batin Dita.
Saat pesanan makanan dan minuman mereka sudah datang pun, Langit masih jongkok memijat-mijat kaki Dita. Hingga yang ada, Dita sengaja menyuapi sang suami. Pemandangan yang langsung membuat semua yang melihat, berdecak kagum sekaligus iri.
“Sebenarnya Mas Langit sangat bertanggung jawab. Beliau tidak beda dengan keluarganya yang hangat. Hanya saja, Agnia telanjur merusa*knya,” batin Dita lagi. Ia menatap sang suami penuh cinta, kemudian kembali menyuapinya.
Chicken wings dan kentang goreng, Langit pilih untuk menu makan siangnya. Dita yang penasaran dengan rasa makanan tersebut juga ikut-ikutan. Lain lagi dengan ketiga orang yang bersama mereka. Ketiganya memesan makanan yang berbeda dari mereka. Hanya saja, ibu Darsem kurang doyan dengan menu-menu di sana. Hingga wanita itu cari aman dan hanya makan nasi putih saja.
“Pakai sayur rebus, Ma. Biar enggak lemes,” ucap Dita menitipkan sepiring sayur rebus miliknya kepada sang adik yang duduk di sebelah ibu Darsem.
Di tempat berbeda, kedatangan Agnia ke kontrakan ibu Darsem, justru membuat wanita itu bertemu Haris.
“Ternyata kamu masih di Indo? Terus, ngapain kamu ke sini? Kamu kenal sama yang tinggal di sini?” tanya Haris dengan gayanya yang terbilang santun.
“Si Haris kan sahabatnya Langit. Meski dia enggak lebih kaya dari Langit, minimal dia bisa berguna sih,” batin Agnia yang segera berdeham kemudian tersenyum santun kepada Haris.
Dari penampilan Haris yang sederhana, pria itu memang tidak lebih unggul ketimbang Langit. Namun tiba-tiba saja, Agnia berubah pikiran.
“Enggak ... untuk sekarang, Haris unggul. Karena Langit lumpuh dan wajahnya ... ya sudah, aku akali dulu. Siapa yang masuk perangkap lebih dulu dan siapa yang lebih menguntungkan,” pikir Agnia langsung menyusun rencana baru.
“Aku ... aku memang baru pulang, Ris!” sergah Agnia jadi manis.
“Oh iya ... katanya kamu amnesia. Jadi beneran, kamu juga sudah ingat semuanya termasuk ingat aku?” ujar Haris memastikan. Di hadapannya, Agnia yang tampil dengan outfit mamba untuk tubuh semampainya itu langsung mengangguk. Selain itu, senyum hangat juga masih menghiasi wajah cantiknya.
Kenyataan Agnia yang bagi Haris sangat bahagia, justru membuat Haris bingung. “Kalau kamu sudah ingat semuanya, ... kenapa kamu justru kabur dari pernikahanmu dan Langit. Hingga Langit terpaksa menjalani perjodohan dari orang tuanya, dengan wanita lain?”
Sampai detik ini, Haris belum tahu bahwa wanita yang Langit nikahi justru Dita. Selain itu, Haris juga masih setia menunggu Dita. Akan tetapi terlepas dari kedua kenyataan tersebut, Langit masih penasaran dengan alasan Agnia. Karena jika Agnia sudah tak amnesia, kenapa wanita yang pernah membuat kehidupan seorang Langit jungkir balik, justru melarikan diri dari pernikahannya dan Langit.
“Oh ... pas itu, ... pas itu aku masih amnesia!” sergah Agnia sengaja bersandiwara. “Jangan-jangan, mentang-mentang aku bilang gini, habis ini aku dipaksa buat balik ke Langit. Ya ampun ... ogah. Cukup duitnya saja yang aku terima. Langitnya ogah. Lumpuh, buru*k rupa. Uwweee!” batin Agnia refleks muntah-muntah. Haris sampai memperkarakannya dan pria itu tampak mengkhawatirkannya.
“Enggak apa-apa, Ris. Balik ke Indo dengan cuaca yang beneran ekstrem, bikin kesehatanku naik turun. Akhir-akhir ini, aku jadi sering masuk angin. Selain asam lambung aku yang juga naik," ucap Agnia.
“Oh ... kamu pasti merasa bersalah bahkan merasa kehilangan Langit ya, Ni? Yang sabar ya. Memang belum jodoh. Alhamdullilahnya, sekarang Langit sudah bisa lebih bahagia. Kehidupannya jauh lebih tertata, dan om Excel bilang, istri Langit juga sedang hamil!” ucap Haris masih sangat hangat kepada Agnia.
“Bentar deh, ... istri Langit sampai hamil? Hidup Langit jadi lebih tertata? Dia beneran masih lumpuh dan buru*k rupa, kan? Terus, yang jadi istri Langit siapa? Masih si Dita, apa ... eh katanya Langit dijodohkan sama orang tuanya. Berarti bukan Dita. Apaan, Dita kan cuma samaran. Malahan aku mikir, jangan-jangan Dita sampai dipenjara hanya karena ketahuan nyamar jadi aku?” pikir Agnia sengaja menanyakan kabar Langit berikut sang istri kepada Haris.
“Kabar Langit? Terakhir saat ketemu, dia sangat sehat meski mood dia lagi kurang baik. Namun terakhir dan itu dua hari lalu, aku dapat kabar dari om Excel kalau Langit sudah jauh lebih bahagia,” balas Haris yang kemudian juga menyemangati Agnia. Haris mendoakan, semoga Agnia juga segera mendapatkan jodoh layaknya apa yang sudah Langit alami.
“Omong-omong, nih Ris ... si Langit, masih lumpuh dan ....” Dalam hatinya Agnia wanti-wanti, dirinya tak boleh menyebut Langit buru*k rupa jika itu kepada Haris.