Elara Estelle putri seorang pengusaha yang terabaikan dipaksa menikah dengan Alistair Magnusson seorang tuan muda lumpuh di tengah ejekan keluarganya elara menyembunyikan identitasnya sebagai dokter terkenal ketika rahasia masa lalu terungkap elara merencanakan balas dendam sambil belajar arti cinta dan penerimaan dalam pernikahan yang tak terduga.
penasaran?? yuuk lanjut bacanya ➡️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bellis_perennis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Hari itu terasa sangat melelahkan bagi elara beruntung sekarang dia tinggal di kediaman alistair tempat di mana setidaknya tak ada yang mengusiknya atau membuatnya merasa tidak nyaman saat dia melangkah ke ruang utama Elara bertemu dengan Alistair yang duduk di sofa menatapnya.
"Kau baru kembali?" alistair menyapanya mengalihkan pandangan dari buku yang dibacanya.
"Iya.." elara mengangguk pelan merasa agak canggung sejak pertemuan keluarga beberapa minggu lalu dan percakapan panjang mereka kemarin sore alistair mulai bersikap lebih aneh padanya menjadi lebih perhatian daripada biasanya.
"Apa kau sudah makan malam?" tanya alistair.
Elara menggelengkan kepalanya "belum kau sendiri sudah makan?"
"Belum aku.. menunggumu," jawab alistair dengan nada lembut sementara elara merasa tubuhnya terlalu lelah untuk makan alistair tampaknya bertekad untuk memastikan dia tidak melewatkan makanan.
"Bisa aku tidur dulu? aku benar-benar sangat lelah" kata Elara lemah berharap bisa melewati makan malam.
"Tidak kau harus makan agar bisa tidur dengan nyaman kalau tidak nyaman di sini kita bisa makan di balkon kamarku" alistair berkata meyakinkan dengan senyum menggoda "ada pemandangan kunang-kunang di sana".
Mata elara langsung bersinar mendengar itu Sebagai pecinta alam dia sangat antusias membayangkan pemandangan indah itu dan rasa lelahnya pun terasa berkurang melihat antusiasme elara alistair diam-diam mencatat kesukaan istrinya dalam hati.
"Baiklah" jawab Elara senyum mulai terlihat di wajahnya "aku akan mandi sebentar dan akan langsung datang ke kamarmu".
Alistair memanggil seorang pelayan dan memerintahkan mereka untuk menyiapkan makan malam di balkon kamarnya.
"Baik tuan .."ucap pelayan itu patuh.
Setelah beberapa waktu elara selesai mandi dan menuju ke kamar alistair dia mengetuk pintu sebelum melangkah masuk alistair yang sedang duduk kursi roda nya di dekat balkon pun menoleh dan pandangannya terhenti melihat elara dalam pakaian tidur merah muda beraksen kelinci lengkap dengan tudung telinga kelinci dia terlihat begitu polos dan menggemaskan seolah kembali ke usia belasan tahun.
"Penampilanmu... sangat imut" ujar Alistair sambil menahan senyum.
Elara mengerutkan kening merasa sedikit canggung "apa aku terlihat aneh?".
"Tidak sama sekali kau terlihat sangat menggemaskan dengan pakaian itu" balas alistair dia tersenyum melihat bahwa elara tidak mencoba memanfaatkan momen dengan berpakaian seksi seperti wanita lain mungkin akan melakukan itu namun elara malah sebaliknya dia memilih pakaian tidur yang tertutup dan lucu.
"Terima kasih ini hadiah pernikahan dari sahabatku katanya aku pasti akan terlihat menggemaskan dengan pakaian ini" elara berkata sambil tersenyum kecil.
"Sahabatmu punya selera yang bagus" ujar Alistair sambil tersenyum menikmati betapa antusiasnya elara tentang pakaian tidurnya dalam hati alistair mulai berpikir bahwa ia ingin menjadi satu-satunya orang yang melihat elara dengan pakaian lucu itu setiap malam.
"Baiklah...ayo kita makan" ajak alistair sambil melangkah menuju balkon.
"Oke... "balas elara dengan senyum lelah namun bahagia.
Mereka duduk di balkon menikmati makan malam bersama dalam suasana tenang elara sibuk menikmati makanannya sementara alistair diam-diam memperhatikan setiap gerak-geriknya pikirannya sibuk menyusun poin-poin apa saja yang perlu ia perbarui dalam perjanjian pernikahan mereka.
Setelah makan malam elara berdiri dan berjalan mendekati pagar balkon, menikmati pemandangan kunang-kunang yang berkilauan di malam itu rasanya seperti pemandangan yang dia rindukan sesuatu yang tak bisa dia dapatkan di balkon kamarnya namun dia menahan diri untuk tidak mengungkapkan ketidakadilan itu menyadari bahwa dirinya menumpang di rumah ini.
"Indah ...bukan?" alistair mendekat dengan kursi rodanya suaranya terdengar lembut.
Elara tersenyum kecil, menatap kunang-kunang yang berkelap-kelip "yaa ... sudah lama rasanya aku tidak melihat pemandangan seperti ini".
Alistair mengangguk lalu bertanya dengan penasaran "apa kau sering pergi ke hutan pada malam hari?".
Elara tersenyum kecil mengingat masa-masa dulu "yaaa dulu aku sering pergi aku selalu mencari tempat-tempat yang tenang dan alami kunang-kunang selalu jadi salah satu favoritku".
Alistair mengangguk pelan "aku bisa mengerti kenapa kau suka rasanya... ada kedamaian tersendiri melihat kunang-kunang berkelip di malam hari".
Malam itu terasa istimewa bagi Alistair duduk di sana bersama elara ditemani cahaya kunang-kunang dia merasa nyaman perasaan yang jarang dia rasakan sambil menikmati momen itu alistair berjanji dalam hati bahwa dia akan terus berusaha mengenal elara dan mencari cara agar mereka bisa semakin dekat tanpa gangguan dari siapa pun.
Malam itu terasa hangat dan nyaman alistair dan elara duduk di balkon dikelilingi oleh cahaya lembut dari lampu taman menikmati ketenangan setelah makan malam yang lezat.
"Bagaimana kelasmu?" tanya Alistair tiba-tiba berusaha membuka percakapan dia tahu elara tidak sepenuhnya jujur tentang kehidupannya tapi alistair memilih untuk bersabar dan mengikuti alur kebohongan kecil yang Elara sampaikan.
"Lumayan"jawab Elara singkat "sebentar lagi mungkin akan selesai".
Alistair menatapnya berpikir. Elara benar-benar sedang kuliah tapi rahasia lainnya yang tidak alistair tau adalah bahwa sebenarnya elara mengambil gelar S2 dalam bidang kedokteran alistair pun melanjutkan permainan.
"Aku dengar kau akan menjadi calon dokter muda pasti hebat sekali, bisa tetap melanjutkan pendidikan di tengah ketidakberuntungan mu di keluarga Estelle" ucap alistair mencoba mengorek informasi dari elara dengan hati-hati.
Elara tersenyum tipis merasa sedikit tersanjung tapi juga canggung "kau terlalu memuji aku bisa melanjutkan ini berkat bantuan guru SMA ku Semua berjalan lancar setelah aku mendapat beasiswa" jawab elara tanpa sadar mengungkapkan kebenaran bahwa dia memang berutang budi pada guru SMA nya.
Setelah beberapa detik keheningan alistair menatapnya dalam-dalam "apa kau bahagia dengan hidupmu sekarang?"
Elara terlihat terdiam sejenak tatapannya kosong "entahlah… aku bingung dengan hidupku di satu sisi aku senang karena bisa jadi lebih kuat tapi di sisi lain kadang aku merasa sendirian tak ada tempat untukku berkeluh kesah".
Alistair mendengarkan dengan serius lalu merendahkan suaranya "kau bisa bersandar padaku dan menceritakan semuanya padaku elara".
Elara tertawa kecil menganggap tawaran itu sebagai candaan "jangan bercanda alistair kau bukan tipe orang yang tertarik mendengarkan keluhan orang lain".
"Aku serius" kata alistair "mungkin aku pernah mendengar cerita tentang bagaimana keluarga Estelle melukaimu… karena itu mengingatkanku pada kisah ibuku dulu".
Elara mengernyitkan kening tertarik "apa maksudmu?"
Alistair menarik napas panjang matanya tampak muram "kakek dan nenek dari pihak ibuku sangat kejam mereka memperlakukan ibu seperti pelayan menyakiti fisik dan mentalnya lalu menjualnya ke pada ayahku untuk membayar utang".
Elara terkejut tak pernah tahu bahwa ibu mertuanya memiliki masa lalu yang kelam "kau pasti bercanda…"
"Tidak ada untungnya bagiku untuk bercanda tentang hal ini" ucap Alistair dengan tegas "ayahku sekarang memanjakan ibu dengan cara yang membuat masa lalunya tidak lagi menjadi momok menyakitkan bagi ibu ayah adalah penyembuh bagi ibu".
Elara mengangguk kali ini dia sepenuhnya setuju dengan perkataan alistair dia bisa melihat bahwa ayah Alistair memang sangat mencintai ibu mertuanya.
"Jadi, kau merasa kasihan padaku?" tanya Elara tiba-tiba.
Alistair menatapnya dengan tatapan serius "yaa...tapi aku tak pernah membandingkan mu dengan ibuku atau memperlakukan kalian setara kau istriku tanggung jawabku bukankah sudah seharusnya aku melakukan ini?".
Elara menunduk berpikir "tapi kita tidak benar-benar menjadi pasangan suami istri" katanya polos belum memahami sepenuhnya maksud kata-kata alistair.
Alih-alih menjawab alistair malah bertanya balik "apa kau membenciku?"
Elara tersentak kaget "tidak… Kenapa aku harus membencimu?"
"Karena… aku cacat dan lumpuh" jawab Alistair perlahan suaranya terdengar sedikit goyah "kau harusnya tidak menikah dengan pria memalukan sepertiku".
Elara menggeleng cepat "kau terlalu merendahkan dirimu alistair di mataku, kau sama seperti pria normal lainnya".
Perkataan sederhana itu membuat telinga alistair memerah kata-kata elara terasa begitu dalam baginya dan dia merasa perasaan hangat yang tak biasa.
Elara menatapnya dengan penasaran "apa kau baik-baik saja? telingamu… memerah".
Alistair tersenyum berusaha menutupi rasa malunya "kalau begitu… apa kau keberatan hidup bersamaku dalam waktu yang lama?"
Elara tertawa kecil mengangkat alis "kenapa kau ingin hidup lama denganku?"
"Karena… aku sudah mulai nyaman denganmu elara" jawab alistair jujur.
Elara terkejut merasa tak percaya "tunggu… bukankah kau sangat alergi dengan wanita asing?"
Alistair tersenyum kecil lalu balik bertanya "dan bukankah kau wanita berhati dingin yang tidak peduli dengan perasaan?"
Elara tertawa pelan alistair menatapnya dengan penuh arti lalu berkata "bagaimana kalau kita mulai dengan berteman dulu?"
Elara memiringkan kepala tampak bingung "teman?"
"Yaaaa ...teman kita bisa menghabiskan waktu senggang bersama mengobrol, menonton film, atau pergi ke rumah hutanku yang ada di tengah hutan" ucap alistair dengan santai.
"Rumah hutan?" tanya elara merasa penasaran sekaligus tergiur.
"Iya ...rumah hutan kalau kita berteman aku bisa membawamu ke sana kapan pun kau mau" jawab alistair sambil tersenyum lebar.
"Kita bisa menginap juga?" tanya Elara matanya bersinar senang.
"Tentu saja kau tidak akan menyesal".
"Oke" jawab Elara sambil mengangguk bersemangat "mulai sekarang mari kita berteman".
Mereka tersenyum satu sama lain dan malam itu terasa lebih istimewa dari biasanya.