Astin. Seorang siswa academy pahlawan peringkat bawah dengan reputasi buruk.
Menyadari dirinya pernah memiliki kehidupan lain. Ia mulai mengetahui tentang kebenaran dunia ini. Dari awal sampai menuju akhir.
Ia yang mengetahui masa depan mencoba merubah garis takdir yang akan menimpa diri beserta orang di sekitar.
Mencoba menyelamatkan. Menghindari tragedi. Dan mencegah akhir dari dunia.
Semoga saja. Dia dapat memanfaatkan semua pengetahuan itu. Jika tidak? Semua hanya akan binasa.
1000 kata per bab. Update? Kalau mood saja.
Lagu : Floating Star. (Kirara).
Lirik : Nemuri no... awa yuki... owari no yume wo miyou wo...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis aetna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peralihan Diri.
...Cerita berlanjut....
Episode sebelas.
"Instruktur Eris, anda dimintai untuk segera menemui tim investigasi. Kami memerlukan kesaksian anda terkait insiden yang terjadi."
Seorang pemuda beseragam rapi yang muncul dari lorong, memotong perkataan Shystina. Eris lantas berbalik. Sepertinya orang-orang dari departemen keamanan sudah sampai di academy.
Merasa akan menghadapi situasi merepotkan Eris lantas mendecakkan lidah. Kemudian ia kembali beralih pada seniornya dan berkata.
"Ck, Instruktur Shystina. Kurasa kita akan melanjutkan pembahasan ini lain kali. Aku harus mengurus permasalahan ini terlebih dulu."
Shystina yang mengerti hanya mengangguk ringan, mengiringi Eris yang beranjak pergi. Sebelum kemudian ia melanjutkan pekerjaan.
Namun langkahnya terhenti. Ia mengambil sebuah foto dalam sakunya. Itu merupakan kenangan terakhir Shystina bersama saudari kembarnya.
Ekspresinya lantas berubah jadi melankolis. Luka di hati yang belum pulih kini terbuka kembali.
"Kalau semua insiden yang terjadi di academy memang ada kaitannya dengan organisasi penjahat. Maka masih ada kesempatan bagiku untuk membalas para bajingan yang telah menewaskan adikku."
Jemari lentik Shystina mengelus lembut gambaran dari saudarinya yang tengah tersenyum.
"Walaupun semua masih belum pasti, tetapi, bila masih ada kesempatan, aku tidak akan membiarkan mereka yang telah merenggut adikku yang berharga... Shylfina... Kenapa..."
Shystina menggigit bibir bawahnya tidak bisa meneruskan kata. Ia mengepalkan tangannya begitu erat. Gejolak di dada yang sebelumnya sempat meredup kini kembali membara.
Ia mulai menyusun ulang semua informasi yang ia ketahui dari rangkaian insiden yang terjadi selama ini. Dan setelah beberapa waktu... Ia menemukan suatu kesimpulan... Bahwa...
*
Pada akhirnya turnamen academy harus ditunda, sampai tim investigasi menemukan petunjuk yang jelas terkait insiden ini. Astin yang memiliki peran terhadap mengamuknya Edwin, tentu saja dimintai keterangan...
Dan sekarang ia berada di ruang interogasi.
"Kami sudah menerima keterangan yang kamu berikan. Dan seperti dugaan, bahwa memang ada orang yang telah menyabotase artefak perlindungan yang digunakan para peserta."
"Kami juga telah mengonfirmasi informasi yang diberikan saksi lainnya. Jadi kami menganggap, kamu memang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pelaku."
Setelah memberikan keterangan sembari membuat pembelaan selama hampir satu jam, akhirnya Astin dapat menarik napas lega.
"Kami akan mengurus sisanya, jadi untuk saat ini kamu boleh kembali..."
Astin hendak berdiri. Namun seorang lelaki berkacamata yang berdiri di sebelah pria yang menginterogasi dirinya, menyerahkan beberapa berkas sembari berkata...
"Ah, tunggu sebentar... Sebab sebelumnya kamu telah membuat kehebohan. Bukankah kamu harus membawa dan menandatangani berkas-berkas ini terlebih dulu?"
"Dan ada beberapa orang lagi yang sepertinya harus kamu temui."
Astin mengernyitkan alis. Melihat senyum menjengkelkan dari lelaki di hadapannya. Ya, lelaki berkacamata ini merupakan instruktur yang bertugas untuk mengatasi murid-murid bermasalah.
Dan sekarang ia tengah mengawasi, agar Astin tidak membuat ulah.
Astin lantas mengambil pena untuk kemudian ia menandatangani berkas, yang merupakan surat teguran dari pihak academy, dan juga surat panggilan dari beberapa instruktur.
Sudah pasti sehabis ini Astin akan kena omel, bahkan kemungkinan besar ia akan diberikan sangsi. Terutama oleh instruktur Sillvestia yang merupakan pembimbing di kelasnya.
Selepas menandatangani, Astin lantas berdiri. Kemudian menunduk sopan dan beranjak pergi dari ruang interogasi.
Meninggalkan lelaki berkacamata yang terlihat menyeringai. Jelas sekali kalau dia merasa puas, melihat Astin yang terkena masalah, walau dia tidak memperlihatkan sikapnya secara langsung.
.
Sembari membetulkan posisi kacamatanya, lelaki itu bergumam, saat melihat Astin sudah tidak ada lagi dalam pandangannya.
"Ya, semoga kali ini kamu tidak dikeluarkan, setelah melakukan tindakan tidak bermoral di hadapan para tokoh penting..."
Kemudian ia menghela napas, sembari memegangi kepala yang terasa pusing.
"Haah... Tapi jika dia dikeluarkan... Bukankah aku tidak harus repot mengurus tuan muda bermasalah sepertinya lagi...?"
*
"Astin, kenapa kamu lama sekali? Apa mereka melakukan sesuatu padamu?"
"Ugh..."
Restia yang sedari tadi menunggu di luar ruang, segera mendekap erat Astin. Sepertinya Astin tidak dapat terbiasa, dengan perlakuan Restia yang membuat sesak napasnya...
"Bukankah sebelumnya sudah kubilang untuk menunggu di kelasmu? Apa kamu tidak lelah menunggu di sini begitu lama?"
Ya, setelah kejadian sebelumnya gadis mungil ini semakin tidak mau lepas dari dekapan Astin. Walau sekarang ia merasa agak kesal...
"Apa kamu menyuruhku untuk bertemu dengan teman sekelasku? Segera setelah aku melakukan sesuatu yang memalukan di hadapan banyak orang?"
"Apa kamu tidak berpikir, kalau mereka akan mengolok-olok diriku? Apalagi setelah melihat kita melakukan..."
Restia lantas membenamkan wajahnya yang memerah pada dada Astin. Ia merasa sangat malu ketika mengingat kejadian sebelumnya.
Oleh sebab itu Restia segera mengalihkan pembicaraan...
"Dan lagi... Aku tidak akan pernah merasa lelah jika itu menunggu dirimu, walau berapapun lama waktu berlalu."
Astin tersenyum lembut, mendengar kalimat yang begitu menyejukan hati. Walau kalimat tersebut hanya terdengar seperti bualan bagi orang lain,
Namun Astin yang mengetahui, seberapa setia Restia, tidak bisa tidak dibuat tersentuh, oleh ketulusan gadis yang merupakan kekasihnya.
Astin memeluk lembut Restia yang memeluk erat dirinya. Kemudian Astin membenamkan wajah pada rambut harum nan manis Restia, yang sedikit menenangkan pikirannya...
"Ya, kurasa kamu memang lebih baik tidak menemui mereka terlebih dulu..."
Restia merupakan siswi berprestasi yang menduduki peringkat ke enam belas dari seluruh angkatan tahun pertama.
Tentu saja dia berada di kelas yang sama dengan Edwin, Alisha, serta karakter utama lainnya, seperti putri Ellicia yang menduduki peringkat kedua.
Belum lagi ada beberapa pihak yang memang tidak menyukai Restia. Entah itu para siswi yang mengagumi Astin, maupun siswa yang membenci Astin, tunangan dari Restia.
Mereka pasti akan memanfaatkan kejadian memalukan yang menimpa Restia, untuk menjatuhkan reputasinya.
Apalagi para murid yang saling bersaing untuk menaikkan peringkat serta reputasi mereka. Jadi untuk sementara waktu sampai situasi mereda, Astin akan terus berada di sisi gadis mungil ini.
*
Di kamar mandi, fasilitas perawatan academy. Alisha terlihat tengah memandangi cerminan diri. Wajah cantik jelitanya agak sedikit pucat,
Namun setelah melakukan pemeriksaan sebelumnya, staff medis mengatakan bahwa dirinya hanya mengalami kelelahan semata.
Jadi dia diminta beristirahat untuk sementara.
Tetapi kejanggalan yang terjadi pada dirinya membuat Alisha merasa begitu gelisah... Ia semakin merasa bingung. Saat mengatakan sesuatu yang tidak ia kehendaki. Bahkan ekspresinya tiba-tiba berubah tanpa ia sadari.
Seolah dia tidak dapat mengendalikan tubuh maupun pikirannya sendiri. Bahkan sekarang mata emas Alisha semakin kehilangan kilauan nya... Lengkungan seringai bagai bulan sabit, menggantikan senyum mempesona pada wajah ayunya... Dan sekali lagi tanpa dirinya sadari...
"Hihihi... Akhirnya sebentar lagi... Aku akan..."
Alisha lantas segera menutup mulutnya, saat ia kembali terkikik tanpa sebab. Bulu kuduk Alisha lantas berdiri, mengalami kejanggalan yang semakin menguasai diri.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku...? Ugh..."
Alisha memegangi kepala yang terasa sakit. Kemudian ia segera membasuh wajah yang semakin terlihat pucat untuk menyegarkan diri. Namun...
Tubuhnya tiba-tiba terasa begitu lemas. Sebisa mungkin Alisha menopang tubuh yang akan terjatuh dengan menggapai sisi wastafel. Akan tetapi... Brukk!
Alisha yang sudah tak kuasa menahan lara, ambruk begitu saja. Sebelum kemudian ia terengah...
"Haah... Haah..."
Alisha meremas dadanya yang terasa sangat sesak, seolah ia tidak mendapatkan udara.
Pandangan serta pikirannya mulai mengabur.
"Ahh... Ukh... Tolong..."
Alisha merintih, menahan rasa sakit yang semakin menyiksa diri.
Darah segar merembes keluar dari bibir bawah yang ia gigit begitu erat, ketika ia berusaha keras untuk menjaga kesadarannya...
"Ugh... Edwin... Tolong aku..."
Sekali lagi Alisha merintih, mengharap pertolongan dari seseorang yang sangat ia percayai. Akan tetapi...
Alisha yang sudah sepenuhnya kehilangan diri, hanya menatap kosong, dengan tubuh yang terkulai lemas...
Namun beberapa waktu setelahnya...
...Bersambung....
...Restia Lynn Florencia. Pinterest....