Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.
Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.
"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.
Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Di dalam mobil, Ferdi memandangi tabletnya dengan tenang, namun tak bisa mengabaikan tatapan Aldo yang terus-menerus mengarah kepadanya. Setelah beberapa menit diam, Ferdi akhirnya merasa harus berbicara.
“Kenapa kau melihatku seperti itu dari tadi?” Ferdi bertanya sambil sekilas melirik Aldo dengan ekspresi datar namun penasaran.
Aldo, yang sebetulnya sedang menahan senyum, akhirnya mengangkat bahu dengan gaya santai. “Aku hanya heran saja, Fer. Tidak biasanya kau bersikap seperti ini. Bagaimana ya, kesannya kau seperti... lebih santai hari ini. Pasti ada yang spesial, kan?”
Ferdi mengerutkan alis. “Spesial? Maksudmu apa?” tanyanya dengan nada sedikit curiga.
Aldo menyengir, tak bisa menahan godaannya lebih lama lagi. “Jujur aja. Siapa wanita yang kau sembunyikan di apartemen tadi? Kau tidak perlu berpura-pura. Aku bisa membaca dari caramu menutup pintu tadi, jelas-jelas kau tidak ingin aku masuk karena ada ‘tamu istimewa’.”
Ferdi tersentak, lalu menggelengkan kepala dengan cepat. “Jangan bicara sembarangan, Aldo. Tidak ada siapa-siapa disana.”
Aldo tertawa kecil. “Iya, iya, aku percaya. Tapi secara harfiah, kalau memang ada wanita yang sedang dekat denganmu, aku akan sangat senang. Sudah saatnya kau memiliki kehidupan pribadi yang lebih dari sekadar pekerjaan.” Aldo menepuk bahu Ferdi dengan akrab, masih tersenyum.
Ferdi menghela napas, lalu kembali fokus ke jalan di depannya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan," jawabnya singkat, meski ada sedikit keraguan dalam suaranya. "Dan bukan urusanmu juga."
Aldo hanya tersenyum lebih lebar, merasa bahwa tebakannya mungkin lebih mendekati kebenaran daripada yang Ferdi ingin akui.
...****************...
Sesampainya di kantor, Ferdi langsung menuju ruangannya, berusaha tampak fokus pada pekerjaan. Namun, ketika dia melewati ruangan tim analis, tanpa sadar matanya mencari-cari sosok Dina. Dia melirik sekilas ke arah meja tempat Dina biasanya bekerja, ingin memastikan apakah dia sudah datang.
Namun, saat Ferdi tengah asyik melirik, tiba-tiba Aldo muncul di sebelahnya dengan suara pelan namun menggoda, “Kau sedang mencari siapa Fer?”
Ferdi tersentak, merasa ketahuan. Dia segera berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang, tapi sedikit canggung. “Aku tidak sedang mencari siapapun. Aku hanya sekedar lewat” jawabnya cepat, berusaha menghindari tatapan tajam Aldo.
Aldo hanya menyeringai lebar, membaca situasi dengan mudah. "Oh begitu ya?" kata Aldo dengan nada bercanda, "Kalau hanya lewat, kenapa aku merasa kau seperti sedang mengecek sesuatu... atau seseorang?"
Ferdi mendesah pelan, jelas merasa tak nyaman dengan sindiran itu. "Aldo, kau terlalu banyak menonton drama," jawabnya singkat sebelum buru-buru melangkah lebih cepat, meninggalkan Aldo yang tertawa geli di belakangnya.
Aldo menggelengkan kepala, masih tersenyum. “Ferdi, Ferdi… kau benar-benar tidak bisa menyembunyikan sesuatu dariku,” gumam Aldo sambil terkekeh sendirian, merasa terhibur dengan tingkah sepupunya itu.
...****************...
Ketika Tiara tiba di kantor dan melihat meja Dina masih kosong, pikirannya langsung berputar. Dia segera mendekati Nita, berpura-pura ingin tahu, "Eh, Nita, Dina di mana? Bukannya kita ada meeting penting hari ini?"
Nita, yang sedang sibuk menyiapkan berkas-berkasnya, menjawab dengan santai, "Sepertinya Dina masih di jalan. Sebentar lagi pasti sampai."
Namun, Tiara tidak puas dengan jawaban itu. Dia merasa ada sesuatu yang aneh. "Oh ya, Nita, soal klien yang bakal meeting hari ini, semuanya udah siap, kan?" Tiara bertanya sambil tersenyum, padahal di kepalanya sedang merencanakan sesuatu.
Sebelum Nita bisa menjawab, Surya, ketua tim mereka, tiba-tiba masuk ke ruangan. "Oke, semuanya," katanya dengan nada tegas, "Hari ini Pak Ferdi akan ikut meeting kita dengan klien."
Mendengar itu, Tiara kaget sekaligus senang. “Pak Ferdi ikut meeting? Kenapa tiba-tiba?” pikirnya. Di balik rasa senangnya, ada rasa curiga—kenapa Direktur utama seperti Ferdi tiba-tiba terlibat dalam meeting ini? Apakah ini ada hubungannya dengan Dina? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya.
Tiba-tiba, sebuah ide licik melintas di benak Tiara. “Kalau aku bisa sabotase presentasi Dina, ini kesempatan sempurna buat menunjukkan kalau aku lebih baik dari dia… apalagi di depan pak Ferdi,” pikir Tiara sambil tersenyum sinis.
Tiara segera memikirkan rencana untuk mengacaukan presentasi Dina. Dia berniat mengubah beberapa slide penting di presentasi agar tampak berantakan atau kurang lengkap. Dengan begitu, Dina akan terlihat tidak kompeten di depan Ferdi dan klien penting mereka.
...****************...
Tiara mendekati Nita dan beberapa anggota tim lainnya. Dengan nada penuh otoritas, ia berkata, "Nita, tolong siapkan ruang meeting. Pastikan proyektor dan semua peralatan sudah berfungsi dengan baik. Klien akan datang sebentar lagi, jadi kita harus pastikan semuanya berjalan lancar."
Nita, meskipun merasa ada yang aneh dengan sikap Tiara, segera mengangguk. "Baik, aku akan segera mempersiapkannya," jawabnya sambil melirik anggota tim lain untuk ikut membantu.
Tiara lalu melanjutkan, "Pastikan juga minuman dan snack sudah disediakan dengan rapi. Klien dari luar negeri biasanya suka perhatian pada detail kecil seperti itu. Aku tidak mau ada kesalahan."
Nita dan yang lain bergerak cepat, mulai mengatur ruang meeting sesuai instruksi. Mereka memastikan semuanya tampak sempurna, tanpa tahu bahwa di balik layar, Tiara sudah merencanakan sesuatu yang jahat untuk menjatuhkan Dina.
...****************...
Setelah semuanya pergi, dan hanya meninggalkan Tiara sendirian, dia berjalan mendekati meja Dina dengan langkah hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat aksinya, matanya berbinar penuh niat jahat. Saat melihat komputer Dina yang tidak terkunci, senyuman puas tersungging di bibirnya. "Bodoh sekali," gumamnya pelan, "Bagaimana bisa seseorang menyimpan presentasi penting di komputer kantor tanpa dipassword? Seharusnya dia tahu lebih baik dari itu."
Tanpa membuang waktu, Tiara segera membuka folder presentasi yang Dina buat untuk meeting hari ini, selama semalaman. Dia melihat-lihat slide dengan cepat, memastikan mana yang bisa dia acak tanpa terlalu mencolok. "Seharusnya kau menyimpan dokumen ini di laptopmu, tapi kurasa kau tidak bisa melakukannya karena kau tidak punya laptop pribadi. Terlalu naif untuk orang yang ingin bersaing di sini," Tiara mencemooh dalam hati, merasa superior.
Dia mulai menghapus beberapa poin penting, mengubah urutan data, dan mengganti beberapa grafik dengan versi yang salah. "Kita lihat bagaimana kau akan menjelaskan ini nanti," pikir Tiara sambil terkikik pelan.
Setelah merasa cukup puas dengan sabotase kecilnya, Tiara menutup berkas itu, memastikan semuanya tampak seperti semula. Dengan langkah ringan dan senyum kemenangan, dia meninggalkan meja Dina, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Sekarang, kita tunggu saja apa yang akan terjadi saat meeting nanti," pikir Tiara, yakin bahwa rencananya akan membuat Dina terlihat amatir di depan Ferdi dan klien-klien penting.
...****************...
Tiara keluar dari ruangan dengan senyum puas yang disembunyikan di balik wajah tenangnya. Ia berjalan dengan santai menuju ruang meeting, berusaha menjaga sikap agar tidak ada yang mencurigainya. Ketika sampai di sana, ia melihat Nita dan anggota tim lainnya sedang sibuk mempersiapkan ruangan.
"Bagus, kalian cepat bekerja," ujar Tiara dengan nada ramah namun sedikit formal. "Pastikan semuanya sudah siap sebelum klien tiba."
Nita menoleh dan mengangguk. "Semua sudah siap" jawabnya sambil merapikan beberapa dokumen.
Tiara mengamati ruangan sejenak, memastikan tidak ada yang terlewat. Di dalam hatinya, dia sangat yakin bahwa rencananya akan membuat Dina tampak bodoh di hadapan klien dan Ferdi. Namun di wajahnya, dia tetap mempertahankan ekspresi profesional, berbaur dengan anggota tim lainnya seolah tidak ada yang masalah.
Sambil melirik jam tangannya, Tiara bertanya, "Dina sudah datang?"
Nita menggeleng, "Belum, tapi seharusnya dia segera tiba. Meeting mulai dalam 30 menit."
Tiara menanggapi dengan anggukan, tapi dalam hatinya ia semakin puas. "Baiklah, kita tunggu sebentar lagi," ucapnya sambil mempersiapkan dirinya untuk pertunjukan besar yang dia harapkan akan menghancurkan reputasi Dina.
...****************...
Dina tiba di kantor dengan napas yang masih tersengal-sengal. Keringatnya belum sepenuhnya mengering, namun tanpa membuang waktu, dia langsung meminta maaf kepada Nita dan rekan-rekan lainnya atas keterlambatannya.
"Maaf, motor ojek yang saya naiki tadi mogok di tengah jalan, jadi saya harus mencari kendaraan lain," ucap Dina dengan nada panik sambil merapikan rambut dan pakaiannya.
Nita tersenyum maklum, "Tenang saja, Dina. Meeting belum dimulai. Semua masih bersiap-siap."
Dina menghela napas lega, namun dia tahu waktu tidak berpihak padanya. Dengan cepat, dia mengambil USB disk miliknya dan menyalin bahan presentasi ke komputer yang sudah disiapkan. "Aku harus segera pastikan semuanya berjalan lancar," bisik Dina dalam hati sambil memeriksa kembali dokumen-dokumen yang akan dipresentasikannya.
Saat dia menyambungkan USB-nya ke komputer, dia sedikit tertegun. Ada sesuatu yang terasa tidak beres, tetapi dia tidak punya cukup waktu untuk memeriksa lebih dalam. Dia harus segera siap untuk presentasi yang sangat penting ini.
Sambil berusaha mengumpulkan pikirannya yang masih kacau karena keterlambatannya, Dina berharap semua berjalan sesuai rencana, meskipun tanpa disadarinya, Tiara telah menyiapkan jebakan untuk membuat presentasinya gagal.
aku kl masalh bayi di adopsi hnya untuk kepentingan sungguh gk tega. aku gk setuju kl yg bgini. tari bukan tulus ma si bayi tp modus. dah di kasih penyakit ma karma bkn insyaf mlh makin menjadi.