Alena Ricardo sangat mencintai seorang Abian Atmajaya, tidak peduli bahwa pria itu kekasih saudara kembarnya sendiri. Hingga rela memberikan kehormatannya hanya demi memiliki pria itu.
Setelah semua dia lepaskan bahkan dibuang oleh keluarga besarnya, Alena justru harus menghadapi kemarahan Abian. kehidupan rumah tangganya bagaikan di neraka, karena pria itu sangat membencinya.
Akankah Alena menemukan kebahagiaannya? Dan akankah Abian menyesali apa yang selama ini diperbuatnya, setelah mengetahui rahasia yang selama ini Alena simpan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5
Tapi setelah tiga bulan ini, akhirnya keluarga Atmajaya menerima kembali Abian dan menyuruh putra satu-satunya di keluarga tersebut untuk meneruskan kepemimpinan perusahaan mereka setelah tahu Abian tinggal di Jakarta. Ya, walaupun hubungan Abian dengan Tuan Atmaja masih tegang dan kaku, tapi setidaknya itu jauh lebih baik dari pada hubungan Alena dan keluarganya. Wanita itu masih diasingkan oleh keluarganya, dan bukan hanya keluarga intinya tapi seluruh kerabatnya.
"Anda memang bersalah Nona Alena, tapi tidak seharusnya tuan Abian bersikap kasar," gumam Ben dalam hati setelah keluar dari ruang kerja Abian.
*
*
Setelah sampai di rumah Abian, Ben segera masuk ke dalam halaman rumah berlantai dua itu. Namun begitu terkejutnya Ben saat melihat Alena, yang berdiri di halaman terbuka dengan keringat yang mengalir di seluruh wajahnya.
"Nona Alena..." Ben segera menahan tubuh wanita itu yang hampir terjatuh. "Apa yang Nona lakukan disini?"
Alena hanya tersenyum kecut, sembari menegakkan kembali tubuhnya untuk berdiri. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Alena tanpa menjawab pertanyaan Ben.
"Aku di perintahkan Tuan Abian, untuk menyuruh Anda masuk ke dalam—" Ben menghentikan ucapannya setelah menyadari apa alasan Alena berdiri di halaman rumah tersebut. "Oh ya ampun, Tuan Abian benar-benar tidak berperasaan," umpat Ben dalam hati.
"Ke dalam mana? Ke dalam rumah?" tanya Alena dengan sinis saat melihat Ben terdiam.
"Ya," jawab Ben dengan menundukkan kepalanya.
Alena menghela napasnya dengan kasar, lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Tunggu Nona!"
"Apalagi?" tanya Alena dengan gusar, karena jujur dia sangat lelah dan perutnya terasa sakit karena sejak pagi belum terisi makan.
"Tuan juga mengatakan Anda harus bersiap-siap, karena jam tujuh malam tuan Abian akan menjemput Anda."
"Menjemputku? Memangnya mau kemana?" tanya Alena dengan mengerutkan keningnya, karena tidak biasanya Abian mengajaknya pergi keluar.
"Aku tidak tahu," jawab Ben. Lalu berpamitan pergi, karena tugasnya sudah selesai.
Alena sendiri menatap kepergian Ben dengan penuh tanda tanya, namun dia segera masuk ke dalam rumah dengan sedikit rasa bahagia. Karena Abian akan membawanya pergi keluar. Karena selama ini suaminya itu tidak pernah sekalipun mengajaknya jalan-jalan, dan Alena berharap ini akan menjadi awal yang baik bagi hubungan mereka.
Walaupun terkesan egois karena dia ingin merasakan hidup bahagia bersama Abian, ditengah terlukanya hati Alana dan keluarganya. Tapi Alena merasa berhak bahagia setelah semua yang ia alami.
"Aku mencintaimu Bi," gumamnya dalam hati, sambil bersemangat masuk ke dalam kamarnya untuk mencari gaun yang indah, untuk dia kenakan nanti malam.
Siang pun berganti dengan malam, dan seperti yang dikatakannya pada Ben. Abian kini berada di dalam mobilnya menunggu Alena keluar. Ya, dia pulang ke rumahnya hanya untuk menjemput Alena, karena dia sudah berganti pakaian di ruang kerjanya.
"Alena!" teriak Abian sambil menekan klakson mobilnya, menyuruh wanita itu untuk keluar. Namun wanita yang ditunggunya itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Karena kesal, Abian pun kembali menekan klakson lebih keras hingga terdengar suara pintu yang terbuka. "Kenapa kau lama—" Abian tidak meneruskan perkataannya, saat melihat wanita cantik yang keluar dari rumah dengan dress selutut berwarna broken white.
"Alana kau cantik sekali," ucap Abian saat wanita itu mendekat.
Deg.
Alena mengepalkan kedua tangannya dengan erat, karena lagi-lagi Abian memanggilnya dengan Alana. Tidak cukupkah nama Alana keluar dari bibir pria itu saat mereka bercinta? Ataukah memang seumur hidupnya dia akan selalu ada dalam bayang-bayang kakak kembarnya itu.
"Aku Alena," ucapnya lalu membuka pintu mobil dan duduk dalam diam.